Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan pemulihan ekonomi global, banyak sektor yang disebut bakal ikut menguat tahun depan. Salah satunya nikel, seiring dengan gema energi hijau.
Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjadi penggerak prospek emiten nikel pada 2024. Pertama, potensi pertumbuhan industri listrik dan kendaraan listrik di Indonesia.
Baca Juga
"Nikel menjadi bahan penting dalam baterai mobil listrik, dan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar nikel memiliki peluang besar," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (28/12/2023).
Advertisement
Kedua, hilirisasi dan pengembangan industri nikel. Hal ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh produsen nikel untuk tidak hanya fokus pada kegiatan penambangan, melainkan juga mengembangkan industri hulu dan hilir. Pada akhirnya dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi.
Ketiga, konferensi perubahan iklim dan transisi ke kendaraan ramah lingkungan. Konferensi perubahan iklim (COP 28) menyoroti pentingnya percepatan transisi ke sumber energi bersih, termasuk dalam sektor transportasi. Keempat, rencana bisnis emiten nikel.
"Beberapa emiten produsen nikel telah menetapkan rencana bisnis untuk tahun depan, termasuk target produksi, belanja modal, dan pengembangan infrastruktur. Rencana ini mencerminkan harapan perusahaan terhadap perkembangan industri nikel di masa mendatang," ujar Lanjar.
Kelima, yakni perkiraan potensi peningkatan harga nikel dalam jangka panjang. Meskipun harga nikel saat ini mungkin melemah, Lanjar menilai ada optimisme dari beberapa pihak terkait perbaikan harga nikel dalam jangka panjang.
Rekomendasi Saham
Peningkatan harga diharapkan terkait dengan pulihnya ekonomi global, pertumbuhan industri listrik, dan transisi ke kendaraan listrik.
"Namun, Pasar nikel global saat ini menghadapi kelebihan pasokan besar-besaran, terutama karena produksi yang meningkat di Indonesia. Hal ini yang akan menjadi tantangan emiten nikel. Karena dengan supply atau pasokan yang melimpah akan membuat harga nikel dan turunannya akan bergerak moderate," kata Lanjar.
Rekomendasi Saham
Merujuk kondisi tersebut, Lanjar jagokan beberapa saham emiten yang garap nikel. Antara lain PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), rekomendasi beli dengan target konsensus secara fundamental di level 2.050.
Kemudian PT Vale Indonesia Tbk (INCO), rekomendasi beli dengan target konsensus secara fundamental di level 5.825. Dan PT Harum Energy Tbk (HRUM), rekomendasi beli dengan target konsensus secara fundamental di level 2.000.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Menelisik Prospek Saham Emiten Nikel di Tengah Gencarnya Hilirisasi
Sebelumnya diberitakan, di tengah optimisme hilirisasi, mayoritas emiten nikel membukukan pertumbuhan pendapatan maupun laba pada semester I 2023. Akan tetapi, ada juga yang mengalami kenaikan laba meski pendapatan susut.
Sebaliknya, ada yang mengalami penurunan laba meski mencatatkan kenaikan pendapatan signifikan. Lantas, bagaimana prospek saham emiten nikel?
Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai saham-saham emiten nikel masih prospektif. Ini mengingat permintaan nikel dunia masih tinggi dalam beberapa tahun mendatang. Terutama didorong permintaan kendaraan listrik.
"Diperkirakan permintaan global untuk nikel akan meningkat menjadi 6,2 juta ton per tahun pada 2030, naik 1,9 juta ton dari 4,3 juta ton per pada 2022. Harga nikel dunia walalupun sempat turun masih dalam tren naik,” ujar dia kepada Liputan6.com, Minggu (20/8/2023).
Dia bilang, sebagian besar saham emiten nikel rata-rata membukukan kinerja yang baik pada kuartal I dan II 2023.
Menurut ia, pilihan saham emiten nikel bagi investor dinilai cukup banyak. Namun, jika disaring lagi berdasarkan valuasinya yang cukup murah adalah KKGI, HRUM, INCO sedangkan lainnya relatif lebih mahal.
Dengan demikian, ia merekomendasikan buy on weakness bagi investor yang ingin mengoleksi saham emiten nikel.
“Sementara ini saham emiten nikel sudah bergerak naik. Disarankan tunggu koreksi bila berminat akumulasi (Buy On Weakness),” kata dia.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mengatakan, bagi emiten yang telah melakukan hilirisasi, tentunya berdampak positif di tengah tren penurunan harga komoditas nikel.
“Namun demikian, masih terdapat beberapa emiten yang masih belum memiliki hilirisasi program, sehingga akan sangat bergantung kepada harga komoditasnya, di mana kini sedang mengalami tekanan karena masih lesunya ekonomi China,” kata Fajar.
Fajar menegaskan, investor bisa cermati emiten yang memiliki fundamental kuat dan prospek jangka panjang yang baik, seperti program hilirisasi.
Pergerakan Saham Emiten Nikel secara Teknikal
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mencermati secara teknikal pergerakan saham emiten-emiten nikel masih belum menarik. Sebab, dari sisi indikatornya belum menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah.
Bagi para investor, Herditya menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu untuk saham emiten nikel.
“Secara teknikal pergerakan saham emiten-emiten nikel masih belum menarik. Jadi wait and see terlebih dahulu,” ujar dia.
Sebelumnya, sektor industri mineral terutama nikel tengah naik daun. Hal itu seiring dengan sentimen kendaraan listrik (electric vehicle/EV), di mana nikel menjadi salah satu komponen utama untuk bahan baku baterai.
Dalam Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyerukan pemberhentian ekspor bahan mineral mentah dari Indonesia, salah satunya ekspor nikel sejak 2020.
"Investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat, kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas," kata Jokowi, dikutip Jumat, 18 Agustus 2023.
Pada kesempatan lain, Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, saat ini, berdasarkan data Kemenperin, terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam konstruksi.
Advertisement
Investasi di Indonesia
Investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar USD 11 miliar atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pirometalurgi, serta sebesar USD 2,8 miliar atau mendekati Rp40 Triliun untuk tiga smelter Hidrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.
Selama masa konstruksi, kehadiran smelter tersebut menyerap produk lokal. Saat ini, smelter tersebut mempekerjakan sekitar 120 ribu orang tenaga kerja. Dilihat dari lokasi, smelter tersebar di berbagai provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, serta Banten.
"Hal ini mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut dengan meningkatnya PDRB di daerah lokasi Smelter berada,” kata Febri.