Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) ingin harga saham IPO dilakukan secara objektif. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI). Selain itu, BEI juga meminta agar penjamin emisi (underwriter) menentukan harga penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) secara objektif.
Baca Juga
"Kami sudah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan asosiasi perusahaan efek indonesia, untuk underwriter kita minta bagaimana mereka dalam hal menentukan harga penawaran itu mereka lakukan secara objektif dan kita minta ada namanya riset report," kata Nyoman saat ditemui di BEI, Selasa (2/1/2023).
Advertisement
Dengan demikian, penjamin emisi ini akan mengeluarkan laporan berisikan riset yang dijadikan acuan dalam menentukan harga saham IPO pada saat penawaran berlangsung. Sehingga, pembentukan harga perdana di secondary market bisa lebih objektif lagi.
"Jadi mereka mengeluarkan riset report ini dikeluarkan sebagai panduan acuan untuk penentuan harga sehingga pada saat nanti dilakukan offering dan pembentukan harga perdana di secondary market itu bisa lebih objektif lagi itu bagaimana menentukan objektivitas kami meminta kepada perusahaan tercatat dan underwriter namanya sebagai benchmark untuk menentukan harga karena itu yang paling sensitif," imbuhnya.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat 30 perusahaan yang sedang dalam proses untuk mencatatkan saham perdana di BEI.
Hingga 29 Desember 2023 telah tercatat 79 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang dihimpun Rp 54,14 triliun.
"Hingga saat ini, terdapat 30 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan ditulis Sabtu, 30 Desember 2023.
Klasifikasi Aset Perusahaan
Klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017 antara lain:
· 2 perusahaan aset skala kecil (aset di bawah Rp 50 miliar)
· 19 perusahaan aset skala menengah (aset antara Rp 50 miliar-Rp 250 miliar)
· 9 perusahaan aset skala besar (aset di atas Rp 250 miliar)
·
Berikut rincian sektornya:
· 3 perusahaan dari sektor basic materials
· 6 perusahaan dari sektor consumer cyclicals
· 4 perusahaan dari sektor consumer non-cylicals
· 2 perusahaan dari sektor energy
· 5 perusahaan dari sektor industri
· 3 perusahaan dari sektor infrastruktur
· 1 perusahaan dari sektor properti dan real estate
· 5 perusahaan dari sektor teknologi
· 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik
·
Selain itu, 60 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) telah menerbitkan 120 emisi dengan dana yang dihimpun Rp 127 triliun.
BEI mencatat hingga 29 Desember 2023 terdapat 13 emisi dari 10 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) yang sedang berada dalam pipeline. Adapun klasifikasi sektor antara lain:
· 2 perusahaan dari sektor basic materials
· 3 perusahaan dari sektor energy
· 4 perusahaan dari sektor keuangan
· 1 perusahaan dari sektor infrastruktur
·
Sementara itu untuk rights issue hingga 29 Desember 2023 telah terdapat 28 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan rights issue dengan nilai Rp 51,4 triliun.
Masih terdapat 24 perusahaan tercatat dalam pipeline rights issue BEI dengan rincian sektor sebagai berikut:
· 1 perusahaan dari sektor basic materials
· 8 perusahaan dari sektor consumer cyclicals
· 4 perusahaan dari sektor consumer non-cylicals
· 4 perusahaan dari sektor energi
· 5 perusahaan dari sektor keuangan
· 1 perusahaan dari sektor infrastruktur
· 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik
Advertisement
OJK Targetkan Penghimpunan Dana di Pasar Modal hingga Rp 200 Triliun pada 2024
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan penghimpunan dana di pasar modal sekitar Rp 175 triliun-Rp 200 triliun pada tahun pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya optimistis terhadap tahun depan, akan tetapi mengambil sikap konservatif.
"Walaupun optimis tetapi konservatif ya. Jadi kita tentunya melihat daripada IMF dan World Bank, itu juga merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global,” kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK November 2023, Senin (4/12/2023).
Di samping itu, ia menuturkan, Pemerintah Indonesia pada 2024 memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5,2 persen. Angka itu di bawah tahun ini, yakni sebesar 5,3 persen.
"Oleh karena itu dalam mentargetkan tahun ke depan, kita target kita adalah sama dengan tahun lalu (2023) ya, antara Rp 175 sampai dengan 200 triliun,” kata dia.
Di samping itu, ia menjelaskan, penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi yaitu sebesar Rp230,59 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 74 emiten hingga 30 November 2023. Penghimpunan dana per November ini telah memenuhi capaian target pada 2023.
Pipeline Penawaran Umum
Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 96 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp41,11 triliun yang di antaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 64 perusahaan.
Di sisi lain, Inarno mengatakan, seiring dengan penguatan pasar keuangan global, pasar saham Indonesia sampai dengan 30 November 2023 menguat sebesar 4,87 persen mtd ke level 7.080,74 (Oktober 2023: 6.752,21), dengan tekanan outflow non-resident mereda meski masih mencatatkan net sell sebesar Rp0,52 triliun mtd (Oktober 2023: outflow Rp8,10 triliun mtd). Beberapa sektor di IHSG pada November 2023 masih menguat di antaranya sektor teknologi, infrastruktur, dan keuangan.
"Secara ytd, IHSG tercatat menguat sebesar 3,36 persen dengan non-resident membukukan net sell sebesar Rp13,86 triliun (Oktober 2023: net sell sebesar 13,34 triliun ytd). Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham di November 2023 tercatat meningkat sebesar Rp10,54 triliun ytd (Oktober 2023: Rp10,48 ytd),” ujar dia.
Advertisement
Industri Pengelolaan Investasi
Sejalan dengan pergerakan global, pasar SBN per 30 November 2023 membukukan inflow investor asing sebesar Rp23,50 triliun mtd (Oktober 2023: outflow 12,62 triliun mtd), sehingga mendorong penurunan yield SBN rata-rata sebesar 35,38 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, yield SBN turun rata-rata sebesar 16,21 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp71,69 triliun ytd
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI pada 30 November 2023 menguat 7,34 persen ytd ke level 370,10 (Oktober 2023: menguat 4,64 persen ytd). Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana masuk investor non-resident tercatat sebesar Rp64,72 miliar mtd, dan secara ytd masih tercatat outflow Rp1,46 triliun.
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 30 November 2023 tercatat sebesar Rp808,32 triliun, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp492,72 triliun atau turun 0,39 persen (mtd). Investor Reksa Dana membukukan net redemption sebesar Rp7,30 triliun (mtd). Secara ytd, NAB menurun 2,41 persen, namun masih mencatatkan net subscription sebesar Rp2,68 triliun.
Penggalangan Dana pada SCF
Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 30 November 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 484 penerbit, 166.452 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,03 triliun.
Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 30 November 2023, tercatat 41 pengguna jasa di bursa karbon yang mendapatkan izin (31 Oktober 2023: 25 pengguna jasa) dengan total volume sebesar 490.716 tCO2e (setara ton CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp30,70 miliar dengan rincian 30,56 persen di pasar reguler (9,38 miliar), 9,24 persen di pasar negosiasi (2,84 miliar), dan 60,20 persen di pasar lelang (18,48 miliar). Ke depan, potensi bursa karbon masih cukup besar mengingat 71,95 persen karbon yang ditawarkan masih belum terjual.
Advertisement