Liputan6.com, Jakarta - Standard Chartered Wealth Management memperkirakan pasar saham dan obligasi akan positif pada 2024. Hal ini didukung harapan akan terjadinya penurunan tingkat inflasi dan pergeseran kebijakan bank sentral ke arah yang mendukung pertumbuhan.
Namun, Standard Chartered mengingatkan tetap waspada akan kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi makro. Hal ini seiring Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya berpotensi alami perlambatan pertumbuhan yang tajam dan penurunan inflasi pada 2024.
Baca Juga
Demikian diungkap dalam laporan outlook 2024 yang dirilis Standard Chartered Wealth Management Chief Investment Office (CIO), dikutip Senin (8/1/2024). Laporan itu menguraikan strategi investasi pada 2024.
Advertisement
Dengan latar belakang ini, CIO percaya investasi pada 2024 kemungkinan besar akan menyeimbangkan perkembangan skenario makro dan mengidentifikasi di mana risiko/imbalan kelas aset tampak menarik.
Alokasi dasar (foundation allocation)-sebuah model yang dapat digunakan sebagai titik awal untuk membangun portofolio investasi yang terdiversifikasi akan mengacu pada obligasi pemerintah negara maju terutama yang berjangka waktu panjang.
Selain itu, ekuitas global yang memasuki awal 2024, dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, dan secara lebih luas saham dan obligasi global yang kemungkinan besar akan memberikan kinerja lebih baik dari pada pasar uang.
Sementara itu alokasi peluang (opportunistic allocation) dari tim CIO bertujuan memanfaatkan penyebaran saham dan sektor untuk menangkap peluang jangka pendek dengan tujuan membeli sektor saham layanan komunikasi, teknologi, dan layanan kesehatan di Amerika Serikat (AS).
Selain itu, membeli saham di sektor kebutuhan sekunder, layanan komunikasi dan sektor teknologi di China dan memanfaatkan pergerakan dolar Amerika Serikat (AS).
Kunci Kedisiplinan Investasi
Global Chief Invesment Officer, Steve Brice menuturkan, investor harus mempertimbangkan tujuan investasi mereka, jangka waktu dan paling penting kemampuan untuk mengatasi penurunan portofolio mereka.
“Kunci disiplin berinvestasi yang sukses: jangan menjual secara terpaksa, baik karena kebutuhan emosional maupun finansial, dan hindari kerugian yang berlebihan dan permanen,” ujar Steve dalam keterangan resmi.
Ia berharap laporan prospek terbarunya memberikan informasi penting kepada investor untuk dipertimbangkan dan masukan tentang bagaimana dapat memposisikan alokasi aset secara optimal ketika menavigasi 2024 di tengah ketidakpastian yang tinggi.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Ketidakpastian Suku Bunga The Fed Masih Bayangi Pasar
Sebelumnya diberitakan, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kinerja positif sepanjang 2-5 Januari 2024. Sektor saham transportasi dan energi berkontribusi signifikan terhadap IHSG.
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, IHSG menguat 1,07 persen ke posisi 7.351 pada pekan pertama Januari 2024. Sektor saham transportasi dan logistic serta energi masing-masih berkontribusi 3,96 persen dan 3,31 persen terhadap indeks saham.
Pada pekan ini, investor asing beli saham USD 95 juta atau sekitar Rp 1,47 triliun (asumsi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.519).
Pada pekan ini, pasar hadapi rilis data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) antara lain data PMI komposit, data pekerjaan yang lebih rendah dari yang diharapkan.
Di Eropa, Prancis dan Jerman merilis inflasi lebih tinggi pada Desember 2023, sejalan dengan harapan yang lebih tinggi tingkat inflasi di Eropa. Jerman mencatat inflasi 3,7 persen year on year (YoY) pada Desember 2023.
Dari Indonesia, inflasi tercatat lebih rendah pada Desember 2023 tapi masih sejalan dengan target bank sentral. Inflasi Indonesia tercatat 2,61 persen pada Desember 2023 dari posisi November 2,86 persen.Inflasi ini lebih rendah dari prediksi pasar 2,72 persen. Inflasi inti tercatat 1,8 persen pada Desember 2023 dibandingkan prediksi 1,85 persen.
Ketidakpastian Suku Bunga The Fed Berlanjut
Pada awal tahun baru, pasar terus mengamati langkah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS dengan risalah pertemuan yang baru dirilis yang menunjukkan siklus suku bunga sudah mencapai puncak.
Namun, the Fed terus menyatakan kemungkinan kenaikan lebih lanjut jika inflasi akan memberikan kejutan positif.
“Hampir semua peserta (rapat the Fed-red) yakin akan menurunkan suku bunga tahun ini, tetapi masih terdapat ketidakpastian mengenai waktu pelaksanaan pemangkasan suku bunga,” demikian dikutip dari riset tersebut.
Data Ekonomi Lainnya
Data penting lainnya yang perlu diperhatikan yakni tingkat pengangguran di Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada Jumat, 5 Januari 2024 yang dapat mengubah harapan terhadap keputusan suku bunga the Fed beberapa bulan mendatang.
Saat ini, pasar masih memprediksi penurunan suku bunga sebesar 150 basis poin pada akhir 2024. Selain itu, suku bunga juga sudah berada pada puncak.
Pekan ini, pasar juga melihat imbal hasil obligasi pemerintah AS dan Indonesia menguat sejak rilis risalah the Fed. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik 13 basis poin menjadi 4,01 persen dan imbal hasil obligasi Indonesia naik 22 basis poin menjadi 6,71 persen.
“Kami merekomendasikan untuk tetap melakukan diversifikasi pada saham dan pendapatan tetap dengan kecenderungan terhadap dana obligasi berdenominasi dolar AS,” demikian mengutip dari riset Ashmore Asset Management Indonesia.
“Lonjakan imbal hasil obligasi baru-baru ini dapat memberikan peluang pembelian yang menarik untuk pendapatan tetap. Untuk saham kami merekomendasikan ASDN dan ADEN. Sedangkan untuk reksa dana pendapatan tetap, Ashmore merekomendasikan ADON dan ADUN dalam portofolio,”
Advertisement