Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons terkait Bursa Efek Indonesia (BEI) yang meminta sekuritas untuk objektif menentukan harga IPO. Ini mengingat, sejumlah saham IPO yang mengalami penurunan usai listing.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pada dasarnya, kenaikan dan penurunan harga saham merupakan salah satu risiko investasi, sepanjang hal tersebut melalui mekanisme pembentukan harga di pasar yang wajar dan sesuai ketentuan.
Baca Juga
"Yang harus kita waspadai tentunya pergerakan harga yang disebabkan adanya fraud atau manipulasi. Salah satu tujuan diberlakukannya eIPO antara lain untuk membuat pembentukan harga pada saat bookbuilding lebih transparan dan wajar," kata Inarno dalam keterangan resminya, Kamis (11/1/2024).
Advertisement
Meski demikian, OJK juga tidak menutup mata masih terdapat beberapa ketentuan terkait eIPO yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, saat ini OJK sedang mengkaji beberapa opsi penyempurnaan pelaksanaan penawaran umum melalui eIPO.
Selain itu, OJK juga meminta penjamin emisi efek untuk memastikan KYC atas nasabahnya, terutama yang memperoleh penjatahan pasti yang biasanya akan memperoleh saham IPO lebih besar dibanding investor ritel.
Di sisi lain, OJK juga sedang mengkaji dan meningkatkan pengaturan dan pengawasan kepada lembaga dan profesi penunjang pasar modal yang terlibat dalam proses penawaran umum.
Hal ini dikarenakan lembaga dan profesi penunjang merupakan pihak yang secara langsung terlibat dan mengetahui kondisi emiten melalui uji tuntas yang dilakukan. Ini juga sejalan dengan ketentuan dalam undang-undang pasar modal mengenai tugas dan tanggung jawab lembaga dan profesi penunjang pasar modal, termasuk penjamin emisi efek.
BEI Minta Underwriter Tentukan Harga Saham IPO secara Objektif
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) ingin harga saham IPO dilakukan secara objektif. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI). Selain itu, BEI juga meminta agar penjamin emisi (underwriter) menentukan harga penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) secara objektif.
"Kami sudah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan asosiasi perusahaan efek indonesia, untuk underwriter kita minta bagaimana mereka dalam hal menentukan harga penawaran itu mereka lakukan secara objektif dan kita minta ada namanya riset report," kata Nyoman saat ditemui di BEI, Selasa (2/1/2023).
Dengan demikian, penjamin emisi ini akan mengeluarkan laporan berisikan riset yang dijadikan acuan dalam menentukan harga saham IPO pada saat penawaran berlangsung. Sehingga, pembentukan harga perdana di secondary market bisa lebih objektif lagi.
"Jadi mereka mengeluarkan riset report ini dikeluarkan sebagai panduan acuan untuk penentuan harga sehingga pada saat nanti dilakukan offering dan pembentukan harga perdana di secondary market itu bisa lebih objektif lagi itu bagaimana menentukan objektivitas kami meminta kepada perusahaan tercatat dan underwriter namanya sebagai benchmark untuk menentukan harga karena itu yang paling sensitif," imbuhnya.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat 30 perusahaan yang sedang dalam proses untuk mencatatkan saham perdana di BEI.
Hingga 29 Desember 2023 telah tercatat 79 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang dihimpun Rp 54,14 triliun.
"Hingga saat ini, terdapat 30 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan ditulis Sabtu, 30 Desember 2023.
Advertisement
Klasifikasi Aset Perusahaan
Klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017 antara lain:
· 2 perusahaan aset skala kecil (aset di bawah Rp 50 miliar)
· 19 perusahaan aset skala menengah (aset antara Rp 50 miliar-Rp 250 miliar)
· 9 perusahaan aset skala besar (aset di atas Rp 250 miliar)
·
Berikut rincian sektornya:
· 3 perusahaan dari sektor basic materials
· 6 perusahaan dari sektor consumer cyclicals
· 4 perusahaan dari sektor consumer non-cylicals
· 2 perusahaan dari sektor energy
· 5 perusahaan dari sektor industri
· 3 perusahaan dari sektor infrastruktur
· 1 perusahaan dari sektor properti dan real estate
· 5 perusahaan dari sektor teknologi
· 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik
·
Selain itu, 60 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) telah menerbitkan 120 emisi dengan dana yang dihimpun Rp 127 triliun.
BEI mencatat hingga 29 Desember 2023 terdapat 13 emisi dari 10 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) yang sedang berada dalam pipeline. Adapun klasifikasi sektor antara lain:
· 2 perusahaan dari sektor basic materials
· 3 perusahaan dari sektor energy
· 4 perusahaan dari sektor keuangan
· 1 perusahaan dari sektor infrastruktur
·
Sementara itu untuk rights issue hingga 29 Desember 2023 telah terdapat 28 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan rights issue dengan nilai Rp 51,4 triliun.
Masih terdapat 24 perusahaan tercatat dalam pipeline rights issue BEI dengan rincian sektor sebagai berikut:
· 1 perusahaan dari sektor basic materials
· 8 perusahaan dari sektor consumer cyclicals
· 4 perusahaan dari sektor consumer non-cylicals
· 4 perusahaan dari sektor energi
· 5 perusahaan dari sektor keuangan
· 1 perusahaan dari sektor infrastruktur
· 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik