Sukses

Saham Perbankan Masih Menarik Dicermati, Ini Faktor Pendorongnya

Dengan kondisi fundamental baik dan laba tumbuh hingga double digit, ekspektasi nilai dividen per lembar saham akan sangat baik.

Liputan6.com, Jakarta - Sinarmas Sekuritas prediksi sektor perbankan masih menarik untuk jangka panjang. Hal ini didorong dengan adanya potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) yang diharapkan akan diikuti oleh Bank Indonesia. 

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widiawati menjelaskan adanya pendapatan bisa bertumbuh akibat digitalisasi, ekonomi yang ekspansif, dan tingkat NPL yang terkendali turut mendorong pertumbuhan saham sektor perbankan Indonesia. 

"Digitalisasi bisa meningkatkan dari segi revenue untuk perusahaan melakukan ekspansi sehingga permintaan kredit tumbuh. Kemudian, jika suku bunga tinggi NPL bisa lebih tinggi, kalau suku bunga turun NPL juga bisa lebih terkendali,” kata Ike dalam Webinar Market Outlook Februari Sinarmas Sekuritas, ditulis Selasa (6/2/2024). 

Ike menambahkan pendapatan bersih sektor perbankan pada 2024 akan terasa lebih positif pada 2025. Adapun penurunan suku bunga yang diproyeksi pada Maret 2024 dampak positifnya akan terasa pada 2025 karena adanya delay kisara 4 kuartal.

Adapun terkait pembagian dividen atas kerja 2023, Ike menyebut akan dibagikan pada kisaran Maret 2024 dengan ekspektasi cukup besar. 

“Dengan kondisi fundamental baik dan laba tumbuh hingga double digit, maka ekspektasi nilai dividen per lembar saham akan sangat baik untuk saham-saham perbankan,” jelas Ike. 

Saham Perbankan Paling Sering Bagi Dividen

Ike mengungkapkan ada beberapa perbankan yang rutin dalam membagikan dividen, yaitu BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI. Dari keempat emiten tersebut, BBCA yang paling rutin membagikan dividen dua kali dalam setahun. 

“Jangka panjang saham perbankan dari sisi dividen trap tidak akan terjadi pada saham perbankan. Saham-saham ini aman untuk dibeli, bahkan pasca ex date harga saham perbankan untuk anjlok itu kecil peluangnya,” ujar Ike.

Ike menyebut industri perbankan masih bagus ditambah dengan kondisi emitennya yang masih sehat, serta pertumbuhan konsisten. Maka 2024 hingga 2025 diproyeksikan sektor ini masih mengalami pertumbuhan dan menarik dicermati.

2 dari 4 halaman

Tips Berburu Saham Bank di Tengah Krisis Perbankan Amerika Serikat dan Pemilu 2024

Sebelumnya diberitakan, perbankan Indonesia menjadi salah satu sektor yang menarik dicermati untuk investasi. Di tengah tren kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (the Fed) hingga krisis perbankan di negeri Paman Sam itu, bank-bank di Indonesia masih cukup resilien.

"Di Indonesia, kemungkinan untuk mengalami hal yang sama itu relatif kecil karena kalau kita lihat dari sisi asetnya, empat perbankan besar Indonesia mendominasi 60 persen total aset perbankan di dalam negeri," kata Equity research Analyst CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Handy Noverdanius dalamMoney Buzz- Perbankan Indonesia: Santai di Tengah Badai, Selasa (30/5/2023).

Di sisi lain, penyaluran kredit perbankan besar untuk perusahaan berbasis teknologi, seperti fintek hingga startup relatif tidak signifikan.

Krisis perbankan di AS salah satunya lantaran penyaluran kredit untuk perusahaan teknologi dan startup. Di mana sektor-sektor tersebut memiliki model bisnis yang rentan.

 

 

3 dari 4 halaman

Hal yang Perlu Dicermati

"Selain itu, instrumen investasi surat berharga memang ada kenaikan sejak pandemi karena dana murah banyak parkir likuiditas di instrumen investasi seperti surat berharga. Tapi secara total portofolio aset masih di bawah 10 persen dan sangat aman. Perbankan besar juga banyak parkir dana di tenor yang relatif lebih pendek, 3 tahun. Sedangkan bank-bank AS investors long term di atas 4-5 tahun," ujar Handy.

Pada kondisi tersebut, Handy memiliki beberapa tips memilih saham perbankan yang berpotensi cuan. Dia menuturkan, ada sejumlah metrik yang bisa dijadikan acuan untuk menimbang saham bank yang patut dikoleksi. Misalnya, seperti kinerja keuangan termasuk  tingkat profitabilitas perbankan, return on asset (RoA) hingga return on equity (RoE).

"Lalu dibandingkan juga dengan harga valuasi saham-saham  perbankan, di mana kita biasanya memakai matriksnya itu price to book. Jadi harga sahamnya dibandingkan book value per share. Harusnya dnegan RoA dan RoE yang lebih tinggi, saham-saham bank itu bisa lebih premium," tutur Handy.

 

4 dari 4 halaman

Rekomendasi Saham

Selain itu, investor juga bisa mencermati momentum atau sentimen yang sedang berlangsung, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Untuk sentimen dalam negeri saat ini adalah terkait pemilihan umum (pemilu) serentak pada 2024, di mana kampanye akan berlangsung pada tahun ini. Handy mengatakan, momentum tersebut berpotensi mengerek permintaan kredit perbankan karena perputaran uang dalam bentuk dana kampanye.

"Satu lagi yang bisa dicermati juga dari momentum adanya Dana kampanye election cycle yang bakal berlangsung sebentar lagi," imbuh dia. Cari momentum momentum seperti dana displacement itu akan lebih memberikan dampak positif ke segmen di kelas bawah seperti mikro hingga ultra mikro," kata Handy.

Untuk saat ini, Handy jagokan saham Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Alasannya, kedua bank ini memiliki eksposur yang lebih tinggi untuk pembiayaan atau kredit segmen menengah ke bawah, dibandingkan bank-bank besar lain.

"BRI biasanya lebih benefit selama pemilu karena segmen mereka kan mikro. Dengan adanya KUR dan Kupedes, likuiditas baik DPK maupun kredit bisa tumbuh lebih tinggi dibanding industri. Dan BNI kita suka karena valuasinya relatif masih menarik," ujar Handy.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.