Sukses

Menakar Dampak Resesi Jepang ke Pasar Modal Indonesia

Jepang mengalami technical recession atau resei teknis setelah umumkan pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal IV 2023. Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Sakura itu terkontraksi 0,4 persen pada kuartal IV 2023, meleset di luar ekspektasi para ekonom untuk tumbuh positif 1,4 persen.

Liputan6.com, Jakarta Jepang mengalami technical recession atau resesi teknis setelah umumkan pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal IV 2023. Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Sakura itu terkontraksi 0,4 persen pada kuartal IV 2023, meleset di luar ekspektasi para ekonom untuk tumbuh positif 1,4 persen.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora mengatakan kondisi itu tak banyak berimbas untuk pasar modal dalam negeri. Menurut dia, pasar dalam negeri saat ini masih tersengat euforia pemilihan umum (pemilu).

"IHSG sedang uptrend dan berpotensi ATH lagi, apabila adanya koreksi di market bisa dijadikan kesempatan untuk menambah porsi investasi di saham," kata Andhika kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (17/2/2024).

Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count), pasangan Prabowo-Gibran unggul telak di atas 50 persen, jauh meninggalkan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud di belakang. Investment Consultant PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI), Reza Priyambada menilai hasil tersebut bisa diasumsikan telah memberikan gambaran cukup jelas mengenai kemungkinan pemilu hanya akan berlangsung satu putaran. Sehingga diharapkan kondisi pasar saham, obligasi, maupun Rupiah bisa Kembali menguat (rebound) dari penutupan di Selasa, 13 Februari lalu yang cenderung melemah dalam.

"Dengan adanya kejelasan tersebut maka diharapkan IHSG dapat rebound ke level 7.280-7.350 untuk resistennya dengan batas bawah support di level 7.100-7.165. Rupiah diharapkan bergerak di level 15.610-15.500," ungkap Reza.

Sentimen lain yang menyelimuti IHSG adalah laporan keuangan perbankan yang positif dan datangnya musim pembagian dividen. Di sisi lain, Head of Research NH Korindo Sekuritas Liza C. Suryanata menyebutkan ekspor-impor dari dan ke Jepang turun sepanjang 2023.

"Dengan persentase dagang yang tidak begitu signifikan, seyogyanya Indonesia tidak akan begitu terpengaruh dengan lesunya daya beli Jepang saat ini, baik domestic maupun internasional," jelas Liza.

Berdasarkan data BPS, ekspor nonmigas Indonesia pada Desember 2023 ke Tiongkok dengan porsi 25,66 persen total ekspor pada 2023, turun 0,32 persen yoy menjadi USD 5.766,9 juta.

Lalu ekspor terbanyak kedua dengan porsi 9,57 persen ke Amerika Serikat mencapai USD 2.066,1 juta atau naik 0,37 yoy. Kemudian 8,35 persen porsi ekspor ke India USD 1.831,4 juta atau naik 10,40 persen yoy. Sementara ekspor nonmigas ke Jepang tercatat sebesar USD 1.608,5 juta atau setara 7,78 persen dari total ekspor nonmigas.

Sementara tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2023 adalah Tiongkok senilai USD 62,18 miliar atau setara 33,42 persen dari total impor nonmigas. Impor dari Tiongkok turun 5,58 persen yoy. Lalu dari Jepang senilai USD 16,44 miliar atau 8,84 persen dari total impor.

2 dari 3 halaman

Inggris dan Jepang Masuk Jurang Resesi, Bagaimana Nasib Indonesia?

Perekonomian Inggris dan Jepang tergelincir ke dalam resesi teknis pada kuartal terakhir 2023. Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen, dan produk domestik bruto negara Inggris menyusut 0,3 persen.

Lantas apakah Indonesia terdampak resesi ekonomi kedua negara tersebut? dan bagaimana antisipasi Pemerintah?

Ketua Tim Penasihat Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Raden Pardede, tak menampik bahwa Jepang dan Inggris mengalami resesi yang disebabkan dampak dari kenaikan suku bunga yg cukup ekstrim dalam 1,5 tahun terakhir.

Menurutnya, dampak resesi kedua negara tersebut ke Indonesia sangat kecil. Lantaran, utamanya volume dagang Indonesia dengan Inggris tidak terlalu besar.

"Dampak ke indonesia pasti ada. Namun menurut saya akan sangat kecil sekali. Toh selama ini memang Jepang sudah sering kali mengalami resesi. Sementara volume dagang kita dengan Inggris tidak terlalu besar," kata Raden kepada Liputan6.com, Jumat (16/2/2024).Justru jika resesi terjadi ke negara China dan Amerika Serikat, maka akan berdampak besar ke Indonesia. Karena volume dagang Indonesia dengan China dan Amerika Serikat sangat besar.

"Jika terjadi resesi tiongkok maupun US dampaknya ke kita akan jauh lebih besar," ujarnya.

Adapun untuk mengantisipasi dampak resesi dari negara-negara maju lainnya, Raden mengusulkan agar Pemerintah tetap menjaga disiplin moneter dan fiskal, sekaligus menjaga harga komoditas unggulan tetap stabil.

"Pemerintah sebaiknya tetap menjaga disiplin moneter dan fiskal serta menjaga agar harga harga tetap stabil," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Proyeksi Lembaga Keuangan Dunia

Berdasarskan catatatnnya dari hasil proyeksi IMF/World Bank/OECD/ maupun rating agency standard and poor, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di sekitar 5 persen.

"Jadi, menurut para multilateral agency maupun lembaga rating, Indonesia tidak akan mengalami resesi atau penurunan ekonomi kedepan. Tentu kita harus tetap berjaga jaga," tegasnya.

Oleh karena itu, kebijakan fiskal dan moneter harus selalu siap melakukan penyesuaian, atau ekspansi atau pelonggaran bila mana diperlukan. Sementara itu perbaikan lingkungan bisnis dan investasi juga harus terus diperbaiki. Pelayanan kepada pebisnis harus bisa lebih mudah, cepat dan lebih pasti.

Video Terkini