Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Jumat, 16 Februari 2024. Hal ini setelah laporan inflasi panas lainnya yang memicu kekhawatiran penurunan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) tidak akan terjadi pada 2024.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (17/2/2024), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melemah 0,48 persen menjadi 5.005,57. Indeks Dow Jones tergelincir 145,13 poin atau 0,37 persen ke posisi 38.627,99. Indeks Nasdaq terpangkas 0,82 persen ke posisi 15.775,65.
Baca Juga
Tiga indeks acuan itu mematahkan kenaikan beruntun dalam lima minggu dan mengakhir pekan ini dengan kinerja negatif. Indeks S&P 500 melemah 0,42 persen. Indeks Dow Jones tergelincir 0,11 persen. Indeks Nasdaq anjlok 1,34 persen.
Advertisement
Indeks harga produsen untuk Januari yang merupakan ukuran inflasi grosir naik 0,3 persen. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones prediksi kenaikan 0,1 persen. Tidak termasuk pangan dan energi, inflasi inti bertambah 0,5 persen dari harapan kenaikan 0,1 persen.
Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun melonjak di atas 4,3 persen seiring rilis inflasi yang memanas. Pada satu titik, imbal hasil obligasi tenor dua tahun mencapai 4,7 persen sejak Desember.
Pekan ini merupakan minggu yang penuh gejolak bagi saham seiring investor hati-hati menilai arah ekonomi Amerika Serikat dan kapan the Fed mungkin memutuskan untuk menurunkan suku bunganya.
Pada Selasa, indeks Dow Jones membukukan koreksi terbesar dalam hampir satu tahun setelah indeks harga konsumen utama pada Januari mencapai 3,1 persen, lebih tinggi dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Dow Jones sebesar 2,9 persen.
Di sisi lain, pasar mengabaikan laporan itu dalam dua hari berikutnya dengan indeks S&P 500 naik pada Kamis pekan ini sehingga ditutup ke rekor tertinggi. Namun, laporan inflasi grosir pada Jumat pekan ini menambah kekhawatiran the Fed mungkin harus menanti hingga akhir tahun ini sebelum mulai menurunkan suku bunganya.
Potensi Volatilitas
Kepada CNBC, CEO AXS Investments, Greg Bassuk menuturkan, investor harus bersiap hadapi volatilitas jangka pendek lebih besar. Hingga baru-baru ini, sebagian besar investor yakin penurunan suku bunga akan dimulai pada paruh pertama tahun ini. “Tampaknya the Fed akan menunda hingga paruh kedua tahun ini,” ujar dia.
Bassuk menuturkan, volatilitas pasar mencerminkan tarik menarik antara inflasi yang tinggi yang menunjukkan tidak ada penurunan suku bunga dalam jangka pendek. “Laba yang kuat serta tanda-tanda lain dari perekonomian yang kuat, yang menggarisbawahi keyakinan investor ada lebih banyak pertumbuhan ke depan untuk saham,” kata dia.
Saham Applied Materials melonjak 6 persen seiring laba lebih kuat dari perkiraan. Saham DoorDash merosot 8 persen seiring kerugian yang lebih besar dari perkiraan, sedangkan saham Trade Desk naik 17 persen setelah melampaui perkiraan pendapatan dan menawarkan panduan yang optimistis untuk kuartal pertama.
Advertisement
Pasar Saham AS Disebut Berada di Posisi Berbahaya, Ada Apa?
Sebelumnya diberitakan, CEO Smead Capital Management, Cole Smead mengatakan pasar saham Amerika Serikat (AS) berada dalam posisi yang sangat berbahaya karena tingginya angka lapangan kerja dan pertumbuhan upah.
Menurut Smead ini menunjukkan kenaikan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS tidak memberikan dampak yang diinginkan. Nonfarm payrolls tumbuh sebesar 353.000 pada Januari, data baru menunjukkan minggu lalu, jauh melampaui perkiraan Dow Jones sebesar 185.000.
Sementara pendapatan rata-rata per jam meningkat 0,6% pada basis bulanan, dua kali lipat perkiraan konsensus. Pengangguran tetap stabil pada level terendah dalam sejarah yaitu 3,7%.
Angka tersebut muncul setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bank sentral kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga pada Maret, seperti yang telah diantisipasi oleh beberapa pelaku pasar.
Smead, yang sejauh ini telah memperkirakan dengan tepat ketahanan konsumen Amerika Serikat dalam menghadapi kebijakan moneter yang lebih ketat.
Smead menuturkan, risiko sebenarnya selama ini adalah seberapa kuat perekonomian meskipun terjadi kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin. Satu basis poin sama dengan 0,01%
"Kami tahu The Fed telah menaikkan suku bunganya, kami tahu hal itu menyebabkan bank bangkrut pada musim semi lalu dan kami tahu hal itu merusak pasar,” kata Smead, dikutip dari CNBC, Selasa (6/2/2024).
Inflasi telah melambat secara signifikan dari puncak era pandemi pada Juni 2022 sebesar 9,1%, namun indeks harga konsumen AS meningkat sebesar 0,3% bulan ke bulan pada Desember sehingga menjadikan tingkat inflasi tahunan menjadi 3,4%, juga di atas perkiraan konsensus dan lebih tinggi dari perkiraan The Fed 2 % sasaran.
Penurunan Suku Bunga Kurang Mendesak
Beberapa ahli strategi menunjukkan keuntungan dari data terbaru berarti upaya The Fed untuk merekayasa “soft landing” bagi perekonomian mulai membuahkan hasil, dan resesi tampaknya tidak akan terjadi lagi, sehingga dapat membatasi pertumbuhan ekonomi. Namun, sisi buruknya bagi pasar yang lebih luas.
Direktur pelaksana di Charles Schwab UK. Richard Flynn pada Jumat mencatat hingga saat ini, laporan pekerjaan yang kuat akan menimbulkan peringatan di pasar.
“Dan walaupun suku bunga yang lebih rendah pasti akan disambut baik, menjadi semakin jelas bahwa pasar dan perekonomian mampu mengatasi dengan baik kondisi suku bunga yang tinggi, sehingga investor mungkin merasa bahwa kebutuhan akan pelonggaran kebijakan moneter tidak terlalu mendesak,” ujarnya dalam sebuah catatan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Daniel Casali, kepala strategi investasi di Evelyn Partners, yang mengatakan intinya adalah investor menjadi sedikit lebih nyaman bank sentral dapat menyeimbangkan pertumbuhan dan inflasi.
Advertisement