Sukses

Sentimen Pemilu Pudar, Pasar Waspadai Inflasi dan Geopolitik Luar Negeri

Iklim investasi dan pasar modal diyakini akan positif setelah sinyal pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung satu putaran. Ini menggugurkan ketidakpastian dan kekhawatiran terkait berlarutnya proses pemilihan presiden yang semula diperkirakan akan berlangsung dua putaran.

Liputan6.com, Jakarta Iklim investasi dan pasar modal diyakini akan positif setelah sinyal pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung satu putaran. Ini menggugurkan ketidakpastian dan kekhawatiran terkait berlarutnya proses pemilihan presiden yang semula diperkirakan akan berlangsung dua putaran.

Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto mengatakan pemilu presiden yang berlangsung lebih singkat ini akan memberikan keyakinan bagi pelaku industri dan bisnis untuk mengambil keputusan yang lebih ekspansif.

“Prediksi positif pada iklim investasi tersebut dibarengi dengan faktor prediksi dipangkasnya BI rate pada semester II/2024,” ujar Rully dalam keterangan resmi, Selasa (20/2/2024).

Pemilu di Indonesia baru saja diselenggarakan 14 Februari 2024. Hasil hitung cepat (quick count) menunjukkan pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran unggul di atas 50 persen, jauh meninggalkan paslon lain. Kondisi ini ditangkap sebagai sinyal pemilu hanya akan berlangsung satu putaran.

Meskipun demikian, Rully mengatakan faktor makro ekonomi eksternal lebih berpengaruh terhadap makro ekonomi domestik, dibanding faktor pemilu terhadap makro ekonomi dalam negeri.

Dia menyebutkan faktor lain yang akan berpengaruh kepada kondisi makro ekonomi Indonesia adalah perkembangan inflasi di negara-negara ekonomi maju yang menentukan arah suku bunga, inflasi dalam negeri yang juga stabil, serta neraca luar negeri dan neraca fiskal yang lebih terkendali.

Menurut dia, satu faktor lain yang mendasari optimisme tersebut didasari oleh prediksi belanja pemerintahan yang lebih fokus menjaga stabilitas makroekonomi. Rully juga mencatat terdapat beberapa risiko yang juga dapat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Beberapa faktor tersebut adalah kondisi geopolitik yang masih penuh dengan ketidakpastian.

Faktor risiko tersebut adalah potensi penurunan harga komoditas karena prediksi perlambatan ekonomi di China dan tingkat global, inflasi AS yang dapat lebih tinggi daripada ekspektasi, serta berlanjutnya ketidakpastian ekonomi akibat pemilu.

Ke depannya, tutur Rully, momentum politik lain yang masing ditunggu publik adalah ketika pembentukan kabinet yang akan menunjuk menteri-menteri dan pejabat negara lainnya.

 

2 dari 2 halaman

Potensi Penurunan Suku Bunga

Robertus Hardy, Head of Research Team Mirae Asset, menambahkan bahwa secara historis di tengah potensi penurunan suku bunga acuan domestik, beberapa sektor yaitu barang konsumsi (siklikal dan non-siklikal), dan keuangan, akan berkinerja lebih tinggi dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

“Kami meyakini situasi ketika Bank Indonesia berpotensi melonggarkan kebijakan moneternya seperti sekarang, mirip dengan pasca krisis finansial global 2008 dan pandemi Covid-19 pada 2020," kata dia.

Dari sektor barang konsumsi non-siklikal beberapa saham di antaranya adalah UNVR, ICBP, MYOR, AMRT, dari sektor barang konsumsi siklikal ada ACES dan MAPI, serta dari sektor keuangan ada BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI.

Dengan pertimbangan sektor-sektor tersebut dan dengan pertimbangan kinerja operasional dan finansial yang solid, Robert mengatakan pilihan saham (stockpick) masih pada BBCA, BBRI, HOKI, AMRT, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII. Prediksi nilai wajar IHSG juga masih ditetapkan pada 8.100 untuk tahun ini yang mencerminkan valuasi 14x P/E ratio dengan prediksi pertumbuhan laba per saham (EPS) 5 persen-6 persen.