Liputan6.com, Jakarta Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menilai bahwa perkembangan perekonomian dan geopolitik dunia lebih berdampak terhadap geliat pasar modal Indonesia dibandingkan hasil pelaksanaan Pemilu 2024.
“Sebetulnya tantangan yang masih sangat besar di tahun 2024 dan 2025 adalah kinerja pasar kita, IHSG, dan rupiah akan sangat dipengaruhi secara signifikan oleh arah suku bunga di Amerika Serikat,” ujar Rully Arya Wisnubroto dikutip dari Antara, Rabu (21/2/2024).
Selain suku bunga bank federal AS, menurutnya tingkat inflasi serta proyeksi perlambatan ekonomi di negara-negara maju juga amat berpengaruh terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia.
Baca Juga
Ia mencatat bahwa kondisi perekonomian global tersebut juga berpotensi menurunkan harga komoditas sehingga akan memengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
Advertisement
Selain itu, Rully menuturkan bahwa situasi kondisi geopolitik dunia yang semakin memanas serta banyaknya kekuatan ekonomi dunia yang juga melaksanakan pemilu tahun ini dapat meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.
Ia mengatakan bahwa IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 dan 2025 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata 20 tahun terakhir sebelum pandemi.
"Jadi, kalau rata-rata 20 tahun terakhir sebelum pandemi itu di kisaran 3,5 sampai 4 persen, selama dua tahun mendatang mungkin hanya akan tumbuh 3,1, hingga 3,2 persen,” ucapnya.
Fundamental Saham
Head of Research Team Mirae Asset Robertus Hardy menyatakan bahwa setelah pemilu usai, kini fundamental saham domestik kembali menjadi perhatian utama para investor.
Ia menyatakan bahwa hal ini terlihat ketika IHSG mengalami rally pada dua hari pasca pemilu, namun terkoreksi pada hari kelima pascapemilu karena respons pasar terhadap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang digelar mulai hari ini.
“Dengan terangkatnya ketidakpastian terkait pemilu (karena sudah ada hasil quick count), maka para investor, terutama investor asing akan kembali lagi melihat fundamental saham,” katanya.
OJK: Pasar Saham Indonesia Masih Kuat Meski Ekonomi Global Melambat
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pasar saham Indonesia sampai dengan 16 Februari 2024 masih menunjukkan penguatan di tengah perlambatan ekonomi global.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Korban OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan, hal itu terbukti dari IHSG menguat 0,86 persen ytd ke level 7.335,55, serta membukukan net buy sebesar Rp20,05 triliun ytd. Pada 5 Januari 2024, IHSG menyentuh all time high di level 7.403,08.
"Beberapa sektor di IHSG pada Februari 2024 (s.d. 16 Februari 2024) masih menguat di antaranya sektor kesehatan dan sektor konsumsi primer," kata Inarno dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan OJK 2024, Selasa (20/2/2024).
Lebih lanjut, Inarno mengatakan, dilihat dari sisi pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar saham per 16 Februari 2024 tercatat Rp11.603 triliun atau secara ytd turun tipis sebesar 0,61 persen. Pada 4 Januari 2024, nilai kapitalisasi pasar menyentuh all time high kapitalisasi pasar sebesar Rp11.810 triliun. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham sampai dengan 16 Februari 2024 tercatat Rp10,66 triliun ytd.
Advertisement
Pasar Obligasi
Sementara, di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI pada 16 Februari 2024 menguat 0,60 persen ytd ke level 376,87. Secara ytd (13 Februari 2024), yield SBN naik rata-rata sebesar 4,73 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp3,30 triliun ytd.
"Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident juga tercatat net sell sebesar Rp1,59 triliun ytd," ujarnya.
Kemudian, di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 15 Februari 2024 tercatat sebesar Rp800,30 triliun (turun 2,96 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp477,28 triliun atau turun 4,82 persen dan tercatat net redemption sebesar Rp5,29 triliun.
Menariknya, kata Inarno, antusiasme penghimpunan dana di pasar modal juga masih terlihat, tercatat nilai Penawaran Umum sebesar Rp12,34 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 11 emiten hingga 16 Februari 2024.