Sukses

Bursa Saham Asia Lesu Setelah Inflasi AS Memanas

Bursa saham Asia Pasifik melemah pada Jumat, 15 Maret 2024 mengikuti wall street. Adapun investor akan cermati rilis upah di Jepang.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Jumat (15/3/2024) setelah harga produsen di Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih cepat dari perkiraan sebesar 0,6 persen pada Februari.

Dikutip dari CNBC, tidak termasuk harga pangan dan energi, producer price index (PPI) inti naik 0,3 persen pada Februari. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan 0,3 persen untuk PPI utama dan kenaikan 0,2 persen untuk inflasi inti.

Investor di Asia akan mewaspadai berita apaun dari negosiasi upah musim semi di Jepang dengan perkiraan awal diprediksi keluar pada hari ini.

Indeks Nikkei 225 di Jepang melemah 0,4 persen saat pembukaan perdagangan, sedangkan indeks Topix naik tipis 0,3 persen. Indeks Kospi Korea Selatan merosot hampir 1 persen, sedangkan indeks Kosdaq tergelincir 0,9 persen.

Selain itu, Bank Sentral China juga akan menjadi fokus dengan Bank Sentral China akan mempertahankan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah satu tahun tidak berubah pada 2,5 persen, menurut laporan Reuters.

Indeks Hang Seng berjangka di Hong Kong berada di posisi 16.798 juga menunjukkan pembukaan lebih rendah dibandingkan dengan penutupan terakhir di 16.961,66. Di Australia, indeks ASX 200 merosot 1,55 persen dan mencapai level terendah dalam tiga minggu.

Di wall street, indeks saham acuan merosot seiring laporan inflasi yang memanas sehingga menyebabkan imbal hasil obligasi lebih tinggi. Selain itu, imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun bertambah 10 basis poin menjadi 4,29 persen.

Indeks Dow Jones turun 0,35 persen. Lalu indeks Nasdaq terpangkas 0,3 persen dan indeks S&P 500 susut 0,29 persen.

2 dari 4 halaman

Penutupan Bursa Saham Asia 14 Maret 2024

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Kamis, 14 Maret 2024 setelah reli di wall street mereda.

Dikutip dari CNBC, investor fokus pada negosiasi upah di Jepang dan data inflasi grosir di India.

Negosiasi upah di Jepang selesai Rabu pekan ini, dan hasilnya akan dirilis pada Jumat. Laporan dari media lokal indikasikan perusahaan besar tawarkan kenaikan upah yang besar.

Kenaikan upah yang kuat dapat membuka jalan bagi Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk mulai melonggarkan kebijakan moneternya yang sangat longgar, dan bank sentral tersebut akan mengadakan pertemuan pada Senin dan Selasa depan.

Indeks Nikkei di Jepang naik 0,29 persen. Sedangkan indeks Topix bertambah 0,30 persen yang didukung saham utilitas.

Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan melesat 0,94 persen ke posisi 2.718,76. Sedangkan indeks Kosdaq tergelincir 0,27 persen ke posisi 887,52.

Di sisi lain, indeks Hang Seng melemah 0,83 persen setelah menguat pada awal sesi perdagangan. Sementara itu, indeks CSI 300 melemah 0,28 persen ke posisi 3.562,22.

 

3 dari 4 halaman

Mata Uang Asia Diramal Melemah Meski Suku Bunga The Fed Turun, Kok Bisa?

Sebelumnya diberitakan, mata uang Asia diperkirakan akan semakin melemah tahun ini meskipun ada sinyal penurunan suku bunga Federal Reserve AS.

Perkiraan itu diungkapkan oleh Julia Wang, direktur eksekutif dan ahli strategi pasar global di JPMorgan Private Bank.

Umumnya, mata uang negara berkembang sering kali mendapat keuntungan ketika The Fed memangkas suku bunga dan dolar AS melemah.

Namun, menurut Wang, hal ini mungkin tidak akan terjadi pada tahun 2024 karena dolar AS diperkirakan akan mendapatkan keuntungan dari perkiraan yang beralih ke kondisi ekonomi yang lemah dibandingkan resesi.

"Dolar mungkin bisa tetap tangguh," kata Wang, dikutip dari CNBC International, Kamis (14/3/2024).

Adapun Saktiandi Supaat, kepala strategi FX di Maybank menyoroti Amerika Serikat yang akan menyambut pemilihan presiden tahun ini dan ketidakpastian dalam perekonomian China mungkin akan terus mendukung dolar AS hingga akhir 2024.

 

4 dari 4 halaman

Perkiraan Sebelumnya

"Mata uang Asia tidak terapresiasi, sebenarnya dolar berkorelasi positif dengan kinerja pasar ekuitas AS karena ini adalah narasi soft landing, bukan narasi resesi seputar pertaruhan penurunan suku bunga," ungkap Wang kepada Squawk Box Asia CNBC.

Namun, Supaat, menunjukkan bahwa mata uang Asia memang menguat tahun lalu ketika ada ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya.

Wang mengakui bahwa hal ini adalah pandangan yang sedikit lebih bertentangan, mengatakan mata uang Asia dapat tetap berada dalam "kekurangan" dan permintaan domestik di wilayah tersebut mungkin lebih lemah dibandingkan siklus pelonggaran pada umumnya.

Sebelumnya, beberapa analis mengatakan mata uang Asia seperti yuan China dan rupee India bisa menguat dari penurunan suku bunga AS pada akhir tahun ini, dengan won Korea mungkin menjadi salah satu penerima manfaat terbesar.

Simon Harvey​​​​, kepala analisis FX di Monex, memperkirakan bahwa won bisa naik antara 5 persen dan 10 persen jika siklus pelonggaran AS dalam, namun hanya 3 persen jika siklusnya dangkal.

 

Video Terkini