Sukses

Bursa AS Terbakar, Saham Nike Anjlok 7%

Sementara itu, indeks semikonduktor naik tajam selama sepekan di tengah berlanjutnya optimisme terhadap Artificial Intelligence (AI).

Liputan6.com, Jakarta Saham-saham perusahaan di Amerika Serikat sebagian besar berakhir turun pada perdagangan hari Jumat 22 Maret 2024. Mengutip MarketScreener, Sabtu (23/3/2024), indkes Dow Jones merosot tiga perempat persen, indeks S&P merosot lebih dari sepersepuluh persen dan Nasdaq naik lebih dari sepersepuluh.

Indeks semikonduktor naik tajam selama sepekan di tengah berlanjutnya optimisme terhadap perkembangan Artificial Intelligence (AI).

"Hal ini memberikan peluang bagi sebagian perhatian dan sejujurnya, sebagian kinerja, untuk disebarkan ke industri dan sektor lain di luar AI generatif," kata Keith Buchanan, Manajer Portofolio Senior di GLOBALT Investments.

"Sekarang teknologi dan gerakan itu, jika Anda mau, bukanlah sesuatu yang kami rasa belum mendapat imbalan yang pantas dari pasar. Namun kinerja di luar teknologi, serta industri, keuangan, sudah mulai membaik dan kami rasa menunjukkan optimisme untuk sisa tahun ini," ujarnya.

Berlanjut perusahaan lainnya, saham Nike turun sekitar 7%, sehari setelah pembuat pakaian olahraga terbesar di dunia itu memperingatkan bahwa pendapatan pada paruh pertama tahun fiskal 2025 akan menyusut sebesar persentase satu digit.

Adapun saham Lululemon Athletica yang juga turun hampir 16% setelah perusahaan memperkirakan pendapatan dan laba tahunan di bawah ekspektasi.

Di sisi lain, saham FedEx melonjak sekitar 7,5% sehari setelah perusahaan tersebut mengalahkan ekspektasi Wall Street untuk laba kuartalan.

2 dari 4 halaman

Saham Kesehatan dan Bahan Dasar Topang IHSG pada 18-22 Maret 2024

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat ke posisi 7.350 pada periode 18-22 Maret 2024. IHSG naik tipis selama sepekan didorong sektor saham kesehatan dan bahan dasar.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, ditulis Sabtu (22/3/2024), sektor saham kesehatan dan bahan dasar masing-masing berikan kontribusi 2,98 persen dan 1,8 persen terhadap IHSG.

Adapun pekan ini ada sejumlah agenda penting salah satunya keputusan bank sentral. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mempertahankan suku bunga acuan sesuai yang diharapkan. Selain itu, the Fed juga merevisi panduan suku bunga ke depan.

Di sisi lain, bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) akhiri kebijakan suku bunga negatifnya yang dimulai pada 2016. Sementara itu, Swiss National Bank secara tidak terduga menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun.

"Kami juga melihat kabar baik dengan inflasi lebih rendah dari perkiraan di Inggris, dan level produksi industri China lebih tinggi dari konsensus,” tulis Ashmore.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) pertahankan suku bunga acuan 6 persen sesuai yang diharapkan. Hal ini seiring inflasi tetap berada dalam kisaran target dan rupiah stabil di kisaran 15.500-15.800.

 

3 dari 4 halaman

Sikap The Fed Dovish

Dengan dirilis dot plot terbaru, pasar memiliki panduan lebih baik mengenai potensi penurunan suku bunga the Fed. “Sementara itu, pasar sudah perkirakan penurunan suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun ini seperti yang dipandu dot plot media. Kita lihat pergeseran dari dot plot pada Desember. Di mana suku bunga pada 2025 dan 2026 direvisi lebih tinggi,”

4 dari 4 halaman

The Fed Fokus Target Inflasi

Hal ini mengindikasikan the Fed bersedia menurunkan suku bunga dengan kecepatan yang melambat. Pertumbuhan ekonomi yang melambat dan pasar tenaga kerja yang lebih lemah akan memperkuat alasan penurunan suku bunga.

"Sementara itu, Ketua the Fed Jerome Powell terus menekankan the Fed akan tetap pertahankan kebijakannya dengan fokus pada pencapaian inflasi 2 persen. Dengan demikian, inflasi ke depan akan sangat penting menentukan arah the Fed," tulis Ashmore.

Ashmore merekomendasikan untuk tetap diversifikasi pada saham dan pendapatan tetap untuk mengantisipasi suku bunga seiring investor global mencari aset berisiko di pasar negara berkembang.

"Saham Indonesia tetap menarik karena semakin semakin besarnya kepercayaan terhadap kebijakan yang mendukung pertumbuhan dari pemerintahan baru," tulis Ashmore.