Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten rokok telah melaporkan kinerja keuangan perusahaan untuk tahun buku 2023 yang berakhir pada 31 Desember 2023. Pada periode tersebut, emiten rokok kompak bukukan kenaikan laba meski dari sisi pendapatan bervariasi.
PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) memimpin dari sisi pertumbuhan laba. Perseroan membukukan laba bersih yag dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 494,31 triliun pada 2023. Laba itu naik 98,26 persen dibanding Rp 249,33 triliun pada 2022. Raihan laba tersebut sejalan dengan penjualan perseroan pada 2023 yang sebesar Rp 4,87 triliun, naik 31,60 persen dari Rp 3,7 triliun pada 2022.
Baca Juga
Selanjutnya ada PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dengan kenaikan laba 91,55 persen menjadi Rp 5,32 triliun dari Rp 2,78 triliun pada 2022. Meski dari sisi pendapatan mengalami penurunan 4,60 persen menjadi Rp 118,95 triliun dari Rp 124,68 triliun pada 2022.
Advertisement
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) di posisi selanjutnya dengan perolehan laba Rp 8,1 triliun pada 2023. Laba itu naik 28,04 persen dari laba yang dicatatkan pada 2022 sebesar Rp 6,32 triliun. Sejaan, penjualan perseroan pada 2023 tercatat sebesar Rp 115,98 triliun atau naik 4,29 persen dari Rp 111,21 triliun yang dicatatkan pada 2022.
Sementara PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp 26,96 miliar pada 2023. Laba itu naik 12,57 persen dari laba tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 23,95 miliar. Dari sisi penjualan sepanjang 2023 tercatat sebesar Rp 303,93 miliar, naik 8,87 persen dari penjualan pada 2022.
Industri Rokok Ketar Ketir Gulung Tikar, Ada Apa?
Sebelumnya, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengusulkan pengaturan produk-produk industri hasil tembakau (IHT) dipisahkan dari pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dengan pertimbangan mempunyai ekosistem yang berbeda signifikan dengan sektor kesehatan.
Ketua Umum Gappri Henry Najoan berpendapat pasal-pasal terkait produk industri hasil tembakau seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sebagaimana mandat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Kami mengusulkan untuk dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan dengan pertimbangan mempunyai ekosistem yang berbeda signifikan dengan sektor kesehatan," katanya dikutip dari Antara, Selasa (2/4/2024).
Selain mengatur sektor kesehatan, sektor farmasi, RPP Kesehatan juga mengatur sektor IHT. Sejumlah pasal yang diatur di antaranya jumlah kemasan, gambar peringatan kesehatan, pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan bahan tambahan, pelarangan iklan, dan pemajangan produk.
Â
Advertisement
Lindungi Tenaga Kerja
Menurut dia, banyaknya larangan terhadap IHT seperti bahan tambahan atau pembatasan tar dan nikotin, akan membuat anggota Gappri gulung tikar.
"Kretek yang menjadi produk anggota kami, menggunakan bahan tambahan rempah sebagai penggenap rasa. Anggota kami juga menggunakan tembakau dalam negeri yang berkadar nikotin tinggi dalam pembuatan rokok. Kalau dibatasi dan dilarang, kita lah yang terkena dampak terlebih dahulu," katanya.
Dari 446 regulasi yang mengatur IHT, sebanyak 400 (89,68 persen) berbentuk kontrol, 41 (9,19 persen) lainnya mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya 5 (1,12 persen) regulasi yang mengatur isu ekonomi/kesejahteraan.
Karena itu, lanjutnya, Gappri memohon pemerintah memprioritaskan upaya perlindungan industri rokok yang menjadi tempat bergantung bagi 6,1 juta jiwa.
"Kami mengusulkan untuk tidak dilakukan perubahan pengaturan terhadap industri produk tembakau yang berpotensi semakin memberatkan kelangsungan usaha IHT nasional," demikian Henry.