Sukses

Pefindo Kantongi Mandat Penerbitan Surat Utang Rp 53,17 Triliun hingga Maret 2024

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto menuturkan, dari mandat yang diterima, sektor paling besar dari perbankan.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 53,17 triliun per 31 Maret 2024.

Berdasarkan institusinya, non BUMN mendominasi dengan nilai mencapai Rp 30,22 triliun yang berasal dari 29 perusahaan. Sisanya sekitar Rp 22,95 triliun berasal dari 19 BUMN dan anak perusahaan atau BUMD.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto menjabarkan, mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai Rp 21,67 triliun, obligasi Rp 19,13 triliun, PUB sukuk Rp 8,25 triliun. Kemudian MTN dan sukuk masing-masing Rp 2,53 triliun dan Rp 1,59 triliun.

"Sampai dengan 31 Maret 2024, mandat yang diterima Pefindo nilainya Rp 53,17 triliun. Sektor paling besar dari perbankan sebanyak 5 perusahaan dengan nilai Rp 7,65 triliun, diikuti pertambangan Rp 5,6 triliun, konstruksi dan multifinance masing-masing 4,5 triliun," ujar Suhindarto dalam konferensi pers Pefindo, Kamis (18/4/2024).

Adapun sepanjang Januari hingga Maret 2024, Pefindo telah melakukan pemeringkatan pada 82,4% surat utang korporasi yang diterbitkan. Total penerbitan surat utang korporasi pada periode tersebut secara keseluruhan mencapai Rp 26,4 triliun.

Penerbitan obligasi korporasi dan sukuk tercatat sebesar Rp 25,1 triliun, turun dibandingkan Rp 27,5 triliun periode yang sama tahun sebelumnya.

Penerbitan MTN periode Januari-Maret 2024 juga meningkat yakni mencapai Rp 0,7 triliun dibandingkan Rp 0,3 triliun periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara penerbitan efek yang lainnya (perpetual dan SBK) menunjukkan tren peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana pada 2023 adalah Rp 0 menjadi Rp 545,2 miliar pada 2024. Sementara untuk Sekuritisasi hingga Maret 2024 belum ada penerbitan. Adapun sekuritisasi pada 2023 tercatat sebesar Rp 924,3 miliar.

2 dari 4 halaman

Pefindo Kantongi Mandat Penerbitan Surat Utang Rp 42,28 Triliun hingga Januari 2024

Sebelumnya diberitakan, Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 42,28 triliun hingga Januari 2024.

Berdasarkan institusinya non BUMN mendominasi dengan nilai mencapai Rp 23,31 triliun. Sisanya sekitar Rp 18,96 triliun berasal dari BUMN dan anak perusahaan atau BUMD.

Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito menuturkan, mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai Rp 20,71 triliun, obligasi Rp 14,15 triliun, sukuk Rp 2,67 triliun, dan PUB sukuk Rp 2,54 triliun.

Kemudian MTN sebesar Rp 2,20 triliun. Sedangkan penerbitan surat utang berkaitan dengan sektor, pertambangan yang masih mendominasi dengan nilai Rp 6,60 triliun dan perbankan sebesar Rp 5,50 triliun

Per Januari 2024, penerbitan surat utang nasional mencapai Rp 7,1 triliun dan Pefindo menangani Rp 5,6 triliun penerbitan surat utang rating. 

Danan menjelaskan, penerbitan surat utang secara nasional alami penurunan pada 2023 hanya mencapai Rp 130,81 triliun dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 163,63 triliun. Namun, Danan berharap 2024 pasar penerbitan surat utang kembali pulih.

"Kalau kita lihat 2024 ini cukup bagus pada Januari dan Februari dibandingkan Januari dan Februari tahun lalu. Harapannya ke depan akan pulih kembali di pasar penerbitan surat utang ini,” kata Danan dalam konferensi pers Pefindo, Selasa (13/2/2024).

Perusahaan non BUMN masih mendominasi penerbitan surat utang dengan menyumbang penerbitan surat utang sebesar Rp 104,58 triliun sepanjang 2023, dibandingkan perusahaan BUMN yang hanya Rp 26,22 triliun.

 

3 dari 4 halaman

Pefindo Sebut Prospek Surat Utang Korporasi Masih Menarik pada 2024

Sebelumnya diberitakan, surat utang korporasi masih menjadi opsi menarik sebagai alternatif pembiayaan. Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, Suhindarto menuturkan, kupon pada 2023 meningkat seiring dengan lingkungan bunga yang lebih tinggi.

Hal itu mendorong kenaikan biaya pendanaan dan menjadi risiko bagi kinerja penerbitan surat utang korporasi 2023. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan likuiditas yang semakin ketat.

"Surat utang korporasi dapat menjadi pilihan menarik untuk diversifikasi pendanaan karena menerbitkan surat utang korporasi relatif lebih murah daripada mengambil pinjaman bank, terutama untuk emiten dengan kualitas kredit yang lebih tinggi," beber Suhindarto dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).

Hingga November 2023, Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 148,3 triliun. Paling banyak dari sektor multifinance senilai Rp 26,3 triliun dan perbankan 24,7 triliun.

Sementara, penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun. Beberapa faktor pendorong proyeksi penerbitan surat utang korporasi tahun depan, antara lain kebutuhan refinancing yang lebih tinggi. Terjaganya aktivitas sektor riil seiring gelaran pemilu serentak.

Bersamaan dengan itu, kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung. Suhindarto menambahkan, korporasi juga melakukan adaptasi strategi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek.

 

4 dari 4 halaman

Likuiditas Makin Ketat

"Likuiditas lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang," kata dia.

Meski begitu, ada pula beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai utamanya terkait suku bunga. Seperti lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dengan periode yang lama seiring narasi higher for longer.

Kemudian risiko geopolitik yang tinggi membuat yield bertahan tinggi. Konsumsi mungkin akan melemah dibandingkan perkiraan seiring dengan suku bunga yang lebih tinggi, Bersamaan dengan itu, premi risiko naik karena leverage naik akibat bunga lebih tinggi, meningkatkan spread yield obligasi korporasi. "Potensi keluar arus modal, mendorong penyerapan penerbitan lebih rendah," pungkas Suhindarto.