Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Senin (29/4/2024) di tengah pelaku pasar menanti pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed). Hal ini di tengah rilis inflasi AS lebih panas dari dugaan.
Mengutip CNBC, pengeluran inti konsumsi pribadi pada Maret 2024, tidak termasuk makanan dan energi naik 2,8 persen dari tahun lalu dan melampaui harapan Dow Jones sebesar 2,7 persen. Belanja pribadi menguat 0,8 persen, lebih tinggi dari perkiraan 0,7 peren.
Baca Juga
Di Asia, indeks manajer pembelian China pada April akan rilis pada Selasa, 30 April 2024 menjelang libur Hari Buruh, bersama dengan data produksi industri dan penjualan ritel Jepang pada Maret 2024.
Advertisement
Indeks ASX 200 di Australia naik 0,55 persen dari sebelum melemah pada akhir pekan lalu. Indeks Kospi Korea Selatan menguat 0,63 persen dan indeks Kosdaq bertambah 0,94 persen.
Sementara itu, indeks Hang Seng berjangka berada di posisi 17.621, lebih lemah dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu di posisi 17.651,15. Sementara itu, bursa saham Jepang libur.
Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat atau wall street melompat akhir pekan lalu. Indeks S&P 500 dan indeks Nasdaq catat kinerja terbaik sejak November seiring reli saham teknologi. Hal tersebut didukung dari kinerja keuangan yang kuat.
Indeks S&P 500 menguat 1,02 persen. Sedangkan indeks Nasdaq melompat 2,03 persen, dan catat kinerja terbaik sejak Februari 2024. Indeks Dow Jones melambung 0,4 persen.
Harga Saham Emiten Teknologi Reli di Wall Street, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, saham-saham teknologi teratas di wall street berhasil membukukan kenaikan terbesarnya dalam lebih dari dua bulan. Kenaikan ini mengurangi kecemasan pasar mengenai perlambatan aktivitas ekonomi setelah pendapatan kuartal pertama yang besar.
Dilansir dari Forbes, Kamis (27/4/2024), Nasdaq, yang merupakan indeks acuan bagi emiten teknologi sempat naik 2% ke posisi 15.927,90 pada Jumat, 26 April 2024, mencapai titik tertinggi sejak 22 Februari, sementara S&P 500 meningkat sebesar 1% ke posisi 5.099,96. Indeks Dow Jones bertambah 0,4 persen ke posisi 38.239,66.
Selama sepekan, indeks S&P 500 menguat 2,7 persen. Indeks Nasdaq bertambah 4,2 persen dan indeks Dow Jones naik 0,7 persen di wall street. Demikian mengutip dari CNBC.
Reli pasar ini terjadi setelah Microsoft dan Alphabet sama-sama melaporkan pendapatan kuartal pertama yang melampaui ekspektasi wall street.Â
Menurut data FactSet, Microsoft mencatat pendapatan USD 61,9 miliar atau setara Rp 1.005 triliun (asumsi kurs Rp 16.241 per dolar AS) dan raksasa mesin pencari tersebut mengakhiri kuartal tersebut dengan penjualan USD 80,5 miliar atau setara Rp 1.307 triliun.
Â
Â
Advertisement
Saham Microsoft Melambung
Saham Microsoft naik 2% menjadi USD 408 atau setara Rp 6,6 juta per saham pada Jumat, sementara harga saham Alphabet melonjak lebih dari 10% menjadi USD 175 per saham dan membukukan rekor penilaian pasar sebesar USD 2,2 triliun atau setara Rp 35,730 triliun.
Alphabet juga meluncurkan dividen tunai sebesar USD 0,20 atau setara Rp 3.248 per saham dan mengumumkan rencana pembelian kembali saham senilai UDS 70 miliar atau setara Rp 1.136 triliun.
Di sisi lain, saham teknologi lain yaitu Amazon mengakhiri penurunan dua hari berturut-turutnya dengan menghasilkan keuntungan sebesar 3,5% pada Jumat,Â
Ini karena tampaknya investor memposisikan diri mereka pada raksasa teknologi tersebut menjelang laporan pendapatan tanggal 30 April yang diperkirakan sebesar 82 sen per saham dari 31 sen per saham per saham. tahun yang lalu.
Adapun jumlah uang yang diperoleh investor dari saham-saham teknologi setelah reli pada Jumat sebesar USD 317 miliar atau setara Rp 5.148 triliun.
Uni Eropa Selidiki Dugaan Monopoli Apple, Meta, hingga Google
Sebelumnya, Uni Eropa tengah menyelidiki perusahaan teknologi terbesar di dunia atas tindakan antipersaingan usaha. Perusahaan-perusahaan yang tengah dipelototi tersebut adalah Meta, Apple dan Alphabet yang merupakan pemilik Google.Â
Perusahaan-perusahaan ini disinyalir melanggar aturan Digital Markets Act (DMA), yang diperkenalkan oleh Uni eropa pada 2022. Jika terbukti melanggar, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menghadapi denda besar hingga 10% dari pendapatan tahunan mereka.
Mengutip BBC, Rabu (27/3/2024). Margrethe Vestager, komisioner antimonopoli Uni Eropa, dan Thierry Breton, pemimpin industri ini, mengumumkan penyelidikan tersebut pada hari Senin.
DMA memberlakukan persyaratan hanya pada enam perusahaan, tetapi mereka termasuk yang terbesar di dunia: Alphabet, Apple, Meta, Amazon, Microsoft, dan ByteDance.
Tidak satu pun dari perusahaan-perusahaan tersebut yang benar-benar berbasis di Eropa. Lima di antaranya berkantor pusat di Amerika Serikat (AS), sementara ByteDance berkantor pusat di Cina.
Tiga di antaranya kini menghadapi pertanyaan kurang dari dua minggu setelah menyampaikan laporan kepatuhan yang dibuat dengan baik.
Hal ini terjadi tiga minggu setelah Uni Eropa mendenda Apple sebesar €1,8 miliar (£1,5 miliar) karena melanggar peraturan persaingan usaha terkait streaming musik.
Sementara itu, Amerika Serikat menuduh Apple memonopoli pasar ponsel pintar dalam sebuah kasus penting yang diajukan minggu lalu.
Â
Advertisement