Liputan6.com, Jakarta - Pasokan nikel dunia alami gangguan pada kuartal II 2024, dipicu kondisi geopolitik terkini. Di antaranya, meluasnya sanksi Amerika Serikat (AS) dan Inggris kepada Rusia terhadap ekspor bahan mentah dan larangan penjualan di London Metal Exchange (LME) dan Chicago Mercantile Exchange (CME).
Selain itu, insiden di Kaledonia Baru yang mempengaruhi operasional perusahaan pertambangan nikel. Terjadi gangguan aktivitas produksi beberapa pertambangan nikel di Australia lantaran faktor biaya.
Akibat beberapa sentimen tersebut, pasokan bijih nikel dunia terutama di Kaledonia Baru dan Australia tidak normal, yang diperkirakan dapat menjadi katalis positif untuk kenaikan harga dalam rantai industri nikel kedepannya. Tercermin dengan meningkatnya harga acuan nikel di akhir April 2024 sudah meningkat 8,76% menjadi 17.424,52 USD per dmt dibandingkan dengan periode Maret 2024 yang berada pada level 16.021,67 USD per dmt.
Advertisement
Direktur Utama PT PAM Mineral Tbk (NICL) Rudy Tjanaka mengatakan, kondisi tersebut menjadi sentimen positif bagi perseroan, setelah sempat mengalami tekanan pada kuartal sebelumnya,
"Perseroan meyakini bahwa adanya beberapa sentimen positif tersebut, dan telah disetujuinya RKAB untuk tahun 2024, Perseroan akan menggenjot produksi dan penjualan yang kemudian akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan Perseroan," kata Manajemen PT PAM Mineral Tbk dalam keterangan resmi, Jumat (31 per 5 per 2024).
Seiring dengan adanya penambahan kapasitas produksi dan keluarnya RKAB, diharapkan dapat meningkatkan harga jual yang berkelanjutan. Pada akhirnya, hal itu akan meningkatkan Average Selling Price (ASP) Perseroan di tengah gangguan pasokan nikel dunia. Untuk tahun ini, perseroan menargetkan pencapaian penjualan sebesar Rp 1,29 triliun, dengan target Laba Sebelum Pajak sebesar Rp 352 miliar.
"Perseroan berkeyakinan dengan iklim usaha industri yang kondusif, Perseroan dapat mencapai target kinerja keuangan tersbeut," lanjut Rudy.
Kinerja Kuartal I 2024
Pada kuartal pertama tahun ini, terdapat tekanan oversupply atas komoditas nikel yang terjadi di Indonesia. Hal itu menyebabkan penurunan harga yang signifikan.
Berdasarkan data dari Ditjen Minerba, harga acuan nikel sejak periode September 2023 hingga Maret 2024 telah mengalami penurunan sebesar 23,08%. Hal ini berdampak negatif bagi Emiten pertembangan nikel di Indonesia, tak terkecuali emiten produsen nikel yakni PT.PAM Mineral Tbk (NICL).
Dari segi kinerja keuangan, pada kuartal I 2024 perseroan mencatatkan penjualan sebesar Rp 116,7 miliar, mengalami penurunan sebesar 54,98% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023 sebesar Rp 259,4 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan volume produksi nikel karena RKAB Perseroan (NICL) baru terbit pada Mei 2024 (kuartal II).
Namun, Perseroan berhasil melakukan efisiensi beban pokok pendapatan dengan meningkatkan marjin laba kotor pada kuartal I 2024 menjadi 37,07% dari 36,92% pada kuartal I 2023. Namun seiring dengan menurunnya penjualan, perseroan hanya berhasil mengantongi laba Rp 12,2 miliar atau turun 78,92% dibandingkan dengan kuartal I 2023.
"Penurunan tersebut disebabkan karena Persetujuan RKAB Entitas anak (IBM), yang baru disetujui pada akhir bulan Februari sehingga total penjualan yang tercatat pada kuartal I-2024 hanya merupakan penjualan selama bulan Maret," jelas Rudy.
Advertisement
Konsesi Tambang Nikel
Dari sisi neraca, perseroan mencatatkan total aset pada kuartal I-2024 sebesar Rp 881,7 miliar, tumbuh signifikan dibandingkan dengan total aset pada kuartal I 2023 yaitu sebesar Rp 692,1 miliar.
Di sisi lain, total hutang pada kuartal I 2024 tercatat sebesar Rp 123,9 miliar atau tidak berubah signifikan dari periode sebelumnya sebesar Rp 119,9 miliar. Sementara, untuk total ekuitas Perseroan mengalami peningkatan yaitu dari Rp 572,1 miliar menjadi Rp 757,7 miliar pada kuartal I 2024. Hal ini disebabkan oleh peningkatan saldo laba Perseroan.
Hingga kuartal I-2024, Perseroan memiliki lahan konsesi pertambangan nikel yang berlokasi di Desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali. Lahan tersebut merupakan lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi produksi seluas 198 Hektar dengan area tertambang seluas 47 Hektar. Cadangan terkira daerah IUP Perseroan sebesar 3,7 juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,51%.
Untuk Entitas anak (PT IBM), memiliki lahan konsesi pertambangan nikel yang berlokasi kecamatan Langgikima, kabupaten Konawe Utara, provinsi Sulawesi Tenggara. Lahan tersebut merupakan lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi produksi seluas 576 Hektar dengan area tertambang seluas 60,72 Hektar, dimana cadangan terkira dan terbukti sebesar 9,42 juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,30%.