Liputan6.com, Jakarta Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat puluhan emiten berpotensi delisting. Melansir laman Bursa, saat ini terdapat 41 emiten yang telah disuspensi lebih dari 6 bulan.
Adapun perusahaan berpotensi delisting jika masa suspensi telah mencapai lebih dari 24 bulan. Dari daftar 41 saham yang disuspensi lebih dari 6 bulan itu, ada satu emiten pelat merah yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) yang telah disuspensi sejak 8 Mei 2023.
Baca Juga
Tim dari Divisi Penilaian Perusahaan BEI, Indita Azisia Risqi menjelaskan, masa suspensi WSKT saat ini belum mencapai 24 bulan. Sehingga perusahaan masih memiliki waktu untuk melakukan perbaikan agar sahamnya kembali diperdagangkan di Bursa.
Advertisement
"Kalau dilihat dari data yang sudah disampaikan di website, untuk yang suspensinya lebih dari 24 bulan, saat ini (BUMN) belum ada yang berpotensi delisting," kata Indita dalam edukasi wartawan pasar modal, Senin (3/6/2024).
Kepala Divisi Peraturan dan Layanan Perusahaan Tercatat BEI Teuku Fahmi Ariandar menjelaskan, kondisi 41 emiten yang mengalami suspensi lebih dari 6 bulan itu cukup bervariasi. Artinya, masih ada kemungkinan perusahaan melakukan perbaikan hingga suspensi dibuka. Sehingga tak sampai mengalami delisting.
"Jadi 41 emiten ini memang kondisinya sangat bervariatif sekali, berbeda-beda. Memang nanti harus dilihat lagi di terbukaan informasi yang sudah disampaikan," kata Fahmi.
Daftar Emiten
Lebih lanjut, berikut daftar lengkap saham perusahaan tercatat yang telah disuspensi lebih dari 6 bulan:
- PLAS - PT Polaris Investama Tbk, suspensi sejak 28 Desember 2018
- TRIL - PT Triwira Insanlestari Tbk, suspensi sejak 2 Mei 2019
- LCGP - PT Eureka Prima Jakarta Tbk, suspensi sejak 2 Mei 2019
- JKSW - PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk, suspensi sejak 2 Mei 2019
- HDTX - PT Panasia Indo Resources Tbk, suspensi sejak 29 Mei 2019
- SUGI - PT Sugih Energy Tbk, suspensi sejak 1 Juli 2019
- NIPS - PT Nipress Tbk Consumer, suspensi sejak 1 Juli 2019
- ARMY - PT Armidian Karyatama Tbk, suspensi sejak 2 Desember 2019
- MYRX - PT Hanson International Tbk, suspensi sejak 16 Januari 2020
- TRAM - PT Trada Alam Minera Tbk, suspensi sejak 23 Januari 2020
- SMRU - PT SMR Utama Tbk, suspensi sejak 23 Januari 2020
- IIKP - PT Inti Agri Resources Tbk, suspensi sejak 23 Januari 2020
- HOME - PT Hotel Mandarine Regency Tbk, suspensi sejak 3 Februari 2020
- RIMO - PT Rimo International Lestari Tbk, suspensi sejak 11 Februari 2020
- SKYB - PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk, suspensi sejak 17 Februari 2020
- SIMA - PT Siwani Makmur Tbk, suspensi sejak 17 Februari 2020
- POOL - PT Pool Advista Indonesia Tbk, suspensi sejak 10 Juni 2020
- COWL - PT COWELL DEVELOPMENT Tbk, suspensi sejak 13 Juli 2020
- NUSA - PT Sinergi Megah Internusa Tbk, suspensi sejak 31 Agustus 2020
- MTRA - PT Mitra Pemuda Tbk, suspensi sejak 31 Agustus 2020
- KRAH - PT Grand Kartech Tbk, suspensi sejak 31 Agustus 2020
- OCAP - PT ONIX CAPITAL Tbk, suspensi sejak 1 September 2020
- TRIO - PT Trikomsel Oke Tbk , suspensi sejak 5 Oktober 2020
- POSA - PT Bliss Properti Indonesia Tbk, suspensi sejak 24 November 2020
- ENVY - PT Envy Technologies Indonesia Tbk, suspensi sejak 1 Desember 2020
- UNIT - PT Nusantara Inti Corpora Tbk, suspensi sejak 1 Maret 2021
- TDPM - PT Tridomain Performance Materials Tbk, suspensi sejak 27 April 2021
- SRIL - PT Sri Rejeki Isman Tbk, suspensi sejak 18 Mei 2021
- MAMI - PT Mas Murni Indonesia Tbk, suspensi sejak 30 Agustus 2021
- KPAL - PT Steadfast Marine Tbk, suspensi sejak 30 Agustus 2021
- FORZ - PT Forza Land Indonesia Tbk, suspensi sejak 30 Agustus 2021
- DUCK - PT Jaya Bersama Indo Tbk, suspensi sejak 30 Agustus 2021
- DEFI - PT Danasupra Erapacific Tbk, suspensi sejak 6 Januari 2022
- MAGP - PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk, suspensi sejak 18 Juli 2022
- PURE - PT Trinitan Metals and Minerals Tbk, suspensi sejak 1 Agustus 2022
- LMAS - PT Limas Indonesia Makmur Tbk, suspensi sejak 1 Agustus 2022
- JSKY - PT Sky Energy Indonesia Tbk, suspensi sejak 1 Agustus 2022
- HOTL - PT Saraswati Griya Lestari Tbk, suspensi sejak 1 Agustus 2022
- MTFN - PT Capitalinc Investment Tbk, suspensi sejak 16 Februari 2023
- WSKT - PT Waskita Karya (Persero) Tbk, suspensi sejak 8 Mei 2023
- HKMU - PT HK Metals Utama Tbk, suspensi sejak 3 Juli 2023
IHSG Kembali ke Posisi 7.000, Mayoritas Sektor Saham Menghijau
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona hijau pada perdagangan saham Senin (3/6/2024). Mayoritas sektor saham menghijau di tengah penguatan IHSG.
Mengutip data RTI, IHSG dibuka naik tipis ke posisi 6.971,14. Pada pukul 09.59 WIB, IHSG melesat 1 persen ke posisi 7.040. Indeks LQ45 bertambah 1,75 persen ke posisi 887. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.
Pada awal sesi perdagangan, IHSG berada di level tertinggi 7.054,59 dan terendah 6.993,09. Sebanyak 242 saham menguat dan 236 saham melemah. 247 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 297.887 kali dengan volume perdagangan 5,3 miliar saham. Nilai transaksi Rp 3,3 triliun.
Mayoritas sektor saham menghijau kecuali sektor saham industri turun 0,25 persen dan sektor saham infrastruktur merosot 0,52 persen. Sementara itu, sektor saham energi melesat 0,80 persen, sektor saham basic naik 0,20 persen, sektor saham nonsiklikal bertambah 0,87 persen.
Selain itu, sektor saham siklikal mendaki 0,05 persen, sektor saham kesehatan melesat 1,13 persen, dan catat penguatan terbesar. Sektor saham keuangan naik 0,69 persen, sektor saham properti mendaki 0,16 persen, dan sektor saham transportasi dan logistic bertambah 0,43 persen.
Review IHSG
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, IHSG merosot 0,9 persen ke posisi 6.970 pada Jumat, 31 Mei 2024. IHSG merosot ke level di bawah 7.000 terakhir terlihat pada 23 November. Adapun tercatat arus dana keluar sekitar USD 820 juta. IDX30 turun 8 persen pada Mei 2024, sedangkan IHSG melemah 3,6 persen.
"Terlihat aksi jual pada Mei 2024 lebih sedikit tetapi pembeli juga jauh lebih sedikit, yang mengindikasikan habisnya aktivitas beli saat turun. Peningkatan NIM BMRI pada April dapat menjadi bukti mendasar, koreksi harga saham ytd tidak menjadi hal mendasar ditambah dengan pertumbuhan pinjaman dan CASA yang kuat,” lanjutnya.
Advertisement