Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menaikan biaya pembatalan perusahaan tercatat (delisting). Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, kenaikan biaya delisting itu agar perusahaan tercatat bisa mempertimbangkan dan berupaya agar perusahaannya tidak delisting.
Kenaikan biaya delisting diatur dalam Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting). Adapun biaya delisting ini dikenakan pada perusahaan yang mengajukan delisting, atau delisting sukarela (voluntary delisting), bukan merupakan perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga
"Biaya delisting kita atur dari 2 kali Annual Listing Fee (ALF) atau biaya tahunan, menjadi 5 kali. Bukan untuk pendapatan bursa, tapi bagaimana bursa memberikan emphasizing agar perusahaan-perusahaan itu menghindari delisting," kata Nyoman dalam edukasi wartawan pasar modal, Senin (3/6/2024).
Advertisement
Dengan mempertimbangkan kenaikan biaya delisting, Nyoman berharap emiten bisa mempertahankan status perusahaan tercatat di Bursa.
Sementara untuk delisting paksa yang merupakan perintah OJK, tidak ada biaya yang dikenakan. Selain perubahan biaya delisting, Peraturan BEI Nomor I-N juga melakukan penyesuain terhadap aksi pembelian kembali saham (buyback) bagi perusahaan berpotensi delisting.
Pada beleid ini, Bursa tidak lagi mengatur harga buyback jika perusahaan melakukan voluntary delisting. Sebaliknya, bursa dapat mengakomodasi buyback ketika terjadi forced delisting.
"Tujuan utama kita bukan agar perusahaan delisting. Tapi adalah untuk mereka lakukan perubahan. Untuk itu, kita beri disclosure lebih awal dan ini yang jadikan perusahaan itu dapat kontrol sosial, karena kita umumkan secara periodik," kata Nyoman.
Kondisi Tertentu
Sebelumnya, Nyoman mengatakan emiten terancam delisting masih memiliki kesempatan untuk tetap tercatat di Bursa. Syaratnya, perusahaan memiliki upaya untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam tenggat waktu yang diberikan setelah pengumuman potensi delisting.
"Untuk kondisi-kondisi tertentu, ada perusahaan setelah kita sampaikan pengumuman potensi delisting, mereka melakukan perubahan. Mereka ada progres yang signifikan. Nah kalau ada progres yang signifikan tentu kita berikan kesempatan," kata Nyoman.
Dia menambahkan, delisting perusahaan tercatat tidak dilakukan secara serta merta, melainkan secara bertahap. Mula-mula, Bursa akan melakukan pengumuman potensi delisting saat saham perusahaan disuspensi selama 6 bulan. Pengumuman potensi delisting dilakukan pada 6 bulan kedua, hingga 6 bulan keempat alias mencapai 24 bulan.
Advertisement
41 Emiten Berisiko Delisting, Investor Saham Retail Harus Apa?
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan daftar 41 emiten yang berisiko dihapus pencatatannya dari bursa saham atau delisting. Sebanyak 41 emiten telah disuspensi lebih dari 6 bulan.
Selain itu, masuk pertengahan 2024, terdapat beberapa perusahaan melakukan banyak aksi korporasi yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham, mulai dari merger dan akuisisi, pembagian dividen, buyback saham, delisting, hingga rights issue.
Rights issue sendiri merupakan langkah bagi beberapa emiten agar bisa mendapat pendanaan murah untuk menunjang kebutuhan ekspansi di tengah era suku bunga yang cukup tinggi pada 2024. Investor retail diingatkan agar bijak memperhatikan tujuan dari right issue, karena right issue memberikan sentimen yang cenderung negatif berupa delusi kepemilikan saham. Penurunan kepemilikan saham ini menyebabkan penurunan porsi dividen yang akan diterima nantinya.
Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas (SimInvest), Ike Widiawati menggarisbawahi pentingnya para investor retail untuk jeli dalam memantau berbagai aksi korporasi atau potensi terjadinya delisting terhadap saham yang mereka miliki.
Cermati Aksi Korporasi
“Kami mengingatkan pentingnya para investor retail untuk melihat saham-saham yang tengah memiliki agenda untuk melakukan rights issue, pantau bagaimana kondisi sahamnya sebelum dan setelah aksi korporasi tersebut.” jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5/2024).
“Selain itu investor retail juga bisa cermat melihat berbagai emiten yang tengah hangat diperbincangkan antara lain peluang merger dan akuisisi. Seperti perkembangan negosiasi FREN dan EXCL ataupun PTRO-CUAN. Serta tidak ketinggalan isu NCKL yang berencana mengakuisisi tambang nikel baru,” pungkas Ike.
Sinarmas Sekuritas menyarankan agar investor retail tetap up-to-date dengan informasi tentang saham-saham yang berisiko delisting. Ini akan membantu para investor untuk merencanakan investasi mereka dengan lebih bijaksana sesuai dengan tujuan dan risiko yang mereka hadapi.
Advertisement