Sukses

Bursa Saham Asia-Pasifik Turun di Awal Pekan Menantikan Data Ekonomi Utama dari China

Bursa saham Asia-Pasifik turun pada hari Senin karena wilayah tersebut menantikan data ekonomi utama dari China.

Liputan6.com, Jakarta Bursa saham Asia-Pasifik turun pada hari Senin karena wilayah tersebut menantikan data ekonomi utama dari China.

Dikutip dri CNBC, Senin (17/6/2024), China sebegai negara ekonomi terbesar kedua di dunia akan merilis angka-angka untuk penjualan ritel, output industri, dan tingkat pengangguran perkotaan untuk bulan Mei.

Secara terpisah, Bank Rakyat China mempertahankan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah satu tahun pada 2,5% untuk pinjaman senilai 182 miliar yuan (USD 25,09 miliar), sesuai dengan ekspektasi.

Bank sentral juga menginjeksi 4 miliar yuan melalui operasi pembelian kembali dan menjaga suku bunga tujuh hari tetap stabil di 1,8%.

Di Hong Kong, Indeks saham Hang Seng turun 0,34% setelah pengumuman MLF. Sementara CSI 300 di daratan China turun 0,45%.

Nikkei 225 Jepang merosot 2% pada perdagangan awal, terbebani oleh saham energi dan real estat. Sementara Topix juga mengalami penurunan serupa sebesar 1,71%.

Kospi di Korea Selatan turun 0,23%, dan Kosdaq berkapitalisasi kecil naik 0,17%, menjadi satu-satunya indeks yang berada di wilayah positif. S&P/ASX 200 di Australia turun 0,1%. Para pedagang akan bersiap untuk keputusan suku bunga Reserve Bank of Australia pada hari Selasa.

Pada hari Jumat di Wall Street AS, Nasdaq Composite mencatatkan sesi kemenangan kelima berturut-turut, naik 0,12%. Sementara S&P 500 turun tipis sebesar 0,04%, menghentikan kemenangan beruntun selama empat hari.

Indeks saham Dow Jones Industrial Average turun 0,15%, menandai penurunan selama empat hari berturut-turut. 

2 dari 3 halaman

IHSG Tersungkur 1,4% ke Posisi 6.700, Ini Penyebabnya

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada perdagangan Jumat (14/6/2024). Bahkan IHSG meninggalkan posisi 6.800 dan seluruh sektor saham tertekan.

Mengutip data RTI, IHSG merosot 1,42 persen ke posisi 6.734,83. Indeks LQ45 anjlok 1,53 persen ke posisi 845,50. Seluruh indeks saham acuan tertekan.

Menjelang akhir pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.840,19 dan level terendah 6.713,27. Sebanyak 451 saham tertekan sehingga bebani IHSG. 140 saham menguat dan 180 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 888.139 kali dengan volume perdagangan 21,8 miliar saham.

Nilai transaksi harian Rp 10,1 triliun. Investor asing menjual saham Rp 729,87 miliar. Dengan demikian, sepanjang 2024, investor asing lepas saham Rp 8,56 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.394.

Seluruh sektor saham tertekan. Sektor saham teknologi anjlok 2,23 persen, dan catat penurunan terbesar. Sektor saham energi melemah 1,93 persen, sektor saham basic turun 1,74 persen, dan sektor saham industri merosot 1,08 persen.

Selain itu, sektor saham nonsiklikal tergelincir 0,69 persen, sektor saham siklikal terpangkas 1,21 persen, sektor saham kesehatan turun 0,26 persen.

Selanjutnya sektor saham keuangan merosot 1,63 persen, sektor saham properti melemah 0,41 persen, sektor saham infrastruktur susut 2,03 persen dan sektor saham transportasi terpangkas 1,31 persen.

Menjelang akhir pekan ini, saham GOTO stagnan di posisi Rp 52 per saham. Saham GOTO dibuka di posisi Rp 52 per saham. Harga saham GOTO berada di level tertinggi Rp 53 dan terendah Rp 51 per saham. Total frekuensi perdagangan 18.530 kali dengan volume perdagangan 48.020.096 saham. Nilai transaksi Rp 228,1 miliar.

 

3 dari 3 halaman

Apa Sentimen yang Tekan IHSG?

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG masih dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dolar AS sentuh 16.394. Selain itu, ada penurunan rating saham di Indonesia.

“Di sisi lain, stance the Fed yang masih higher for longer untuk suku bunga-nya menjadi concern tersendiri bagi investor. Hal-hal tersebut yang diperkirakan menjadi pemicu masih munculnya outflow pada IHSG,” kata Herditya saat dihubungi Liputan6.com.

Herditya menuturkan, rupiah melemah diakibatkan penguatan dolar Amerika Serikat  yang disebabkan oleh stance the Federal Reserve (the Fed) yang masih tetap mempertahankan suku bunga acuannya.  “Pelemahan rupiah ini berdampak dengan timbulnya outflow di pasar modal Indonesia, karena iklim investasi yang dapat dikatakan kurang kondusif,” kata dia.