Sukses

Peluang Pertumbuhan Kinerja Saham di Tengah Tantangan Harga Komoditas

Inflasi dapat menjadi katalis positif untuk pasar saham Indonesia. Namun, harga komoditas dan rantai pasokan global jadi tantangan.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 2,6 persen ke posisi 7.253 pada periode 1-5 Juli 2024. Penguatan IHSG didorong sektor saham industri dan energi.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (8/7/2024), sektor saham industri dan energi masing-masing berkontribusi 6,17 persen dan 5,86 persen terhadap IHSG.Pada pekan lalu, meski hadapi tantangan ekonomi global, pasar saham Indonesia mampu bertahan.

Pada pekan lalu, pelaku pasar hadapi rilis data ekonomi Amerika Serikat antara lain data services PMI yang melemah, dan sentuh level terendah dalam empat tahun. The ISM Services PMI di Amerika Serikat turun menjadi 48,8 pada Juni 2024, dibandingkan prediksi 52,5. Pada Mei 2024, the ISM Services PMI di Amerika Serikat tercatat 53,8.

Selain itu, Eropa mencatat data inflasi yang melemah. Tingkat inflasi di zona Euro tercatat turun menjadi 2,5 persen pada Juni 2024 dari posisi Mei 2024 sebesar 2,6 persen dan sesuai prediksi pasar. Inflasi di Jerman juga turun menjadi 2,2 persen pada Juni 2024 dari sebelumnya 2,4 persen pada Mei 2024. Angka inflasi ini di bawah prediksi 2,3 persen.

Demikian juga inflasi di Indonesia merosot tetapi masih level nyaman sesuai target Bank Indonesia sekitar 1,5 persen-3,5 persen pada 2024. Inflasi di Indonesia pada Juni 2024 turun menjadi 2,51 persen dari posisi Mei 2024 di kisaran 2,84 persen. Inflasi Juni 2024 juga di bawah harapan pasar sekitar 2,7 persen. Inflasi tersebut terendah sejak September 2023.

Inflasi Lebih Lemah?

Pekan lalu, indeks harga konsumen Indonesia menunjukkan penurunan inflasi yang signifikan didorong turunnya harga makanan, minuman dan tembakau. Tingkat inflasi turun menjadi 2,51 persen YoY pada Juni 2024, turun dari 2,84 persen YoY pada Mei menandakan perlambatan tekanan harga dalam ekonomi.

 

 

2 dari 4 halaman

Faktor Kunci

“Faktor kunci dibalik tren ini adalah penurunan signifikan di makanan, minuman dan rokok yang melambat dari 6,18 persen menjadi 4,95 persen YoY,” demikian dikutip.

Di sisi lain, kondisi cuaca yang menguntungkan dan peningkatan panen telah dongkrak pasokan pangan terutama beras dan sayuran sehingga menyebabkan harga lebih rendah. Selain itu, inflasi tembakau juga merosot seiring melemahnya permintaan produk tembakau, seiring kampanye kesehatan masyarakat yang berkelanjutan dan cukai lebih tinggi.

"Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk atasi dampak merokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga secara bertahap kembali membentuk perilaku konsumen,” demikian dikutip.

Adapun inflasi moderat secara keseluruhan dinilai perkembangan positif bagi ekonomi Indonesia. Hal ini memungkinkan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif, mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa tekanan langsung untuk menaikkan suku bunga. Hal ini bisa menjadi pertanda baik bagi sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman antara lain real estate dan konsumsi.

 

3 dari 4 halaman

Waspadai Harga Komoditas

Meski demikian, investor tetap harus waspadai potensi volatilitas harga komoditas dan gangguan rantai pasokan global akibat ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung. Adapun inflasi yang terkendali menghadirkan kondisi yang lebih menguntungkan untuk prospek pasar saham Indonesia terutama sektor yang mendapatkan keuntungan dari inflasi yang rendah.

“Secara keseluruhan kami terus melihat peluang pertumbuhan di pasar Indonesia, mengingat valuasi yang murah saat ini terutama saham blue chip yang punya potensi besar bertumbuh,” demikian dikutip.

Selain itu, Ashmore juga tetap optimistis dengan obligasi bertenor jangka panjang. Hal ini didorong penerbitan terbatas obligasi oleh pemerintah di tengah skenario tingkat bunga sudah mencapai puncak. “Diversifikasi adalah strategi utama untuk memitigasi risiko dan memastikan portofolio investasi yang lebih aman,” demikian dikutip.

4 dari 4 halaman

Kinerja IHSG pada 1-5 Juli 2024

Sebelumnya, data perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 1-5 Juli 2024 ditutup bervariasi. Hal ini ditunjukkan dari kinerja IHSG dan kapitalisasi pasar.

Melansir data Bursa, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan sebesar 2,69% pekan ini, menjadi pada level 7.253,372 dari 7.063,577 pada penutupan pekan lalu. Frekuensi transaksi selama sepekan, yaitu sebesar 24,44% menjadi 947 ribu kali transaksi dari 761 ribu kali transaksi pada penutupan pekan lalu.

Peningkatan turut terjadi pada kapitalisasi pasar Bursa sepekan ini, yaitu sebesar 2,8% menjadi Rp 12.431 triliun dari Rp 12.092 triliun.

Dari sisi rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini mengalami perubahan 18,79%, menjadi 15,55 miliar lembar saham dari 19,147 miliar lembar saham pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian Bursa pekan ini mengalami perubahan sebesar 34,09% menjadi Rp 10,65 triliun dari Rp 16,16 triliun pada pekan lalu.

Pergerakan investor asing per Jumat, 5 Juli 2024, mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp 558,44 miliar. Investor asing beli saham Rp 2,6 triliun pada 1-5 Juli 2024. Sepanjang 2024, investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 5,092 triliun.

Selama sepekan terdapat pencatatan saham, serta beberapa obligasi dan sukuk di BEI. Pada Rabu, 3 Juli 2024,  perdagangan BEI dibuka dalam rangka pencatatan perdana saham PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) di papan akselerasi BEI. SPRE merupakan perusahaan tercatat ke-26 yang tercatat di BEI pada 2024.

Pada hari yang sama, obligasi berkelanjutan V WOM Finance Tahap I Tahun 2024 oleh PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk dan Obligasi Berkelanjutan IV MNC Kapital Indonesia Tahap II Tahun 2024 oleh PT MNC Kapital Indonesia Tbk mulai dicatatkan di BEI. Nilai keduanya masing-masing adalah Rp 1 triliun dan Rp 399 miliar. Hasil pemeringkatan PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) untuk obligasi ini adalah idAA+ (Double A Plus) dan idBBB+ (Triple B Plus).