Sukses

Saham di Jepang Jadi Pilihan Utama BlackRock

BlackRock Investment Institute (BII) menilai ada sejumlah faktor yang membuat saham di Jepang menjadi pilihannya, salah satunya sikap hati-hati Bank of Japan.

Liputan6.com, Jakarta - BlackRock Investment Institute (BII) memilih bursa saham Jepang sebagai pilihan investasi saham yang jadi favoritnya. Selain itu, pemilihan parlemen baru-baru ini di Inggris juga telah membuat valuasi saham di Inggris menjadi menarik.

Mengutip Channel News Asia, ditulis Rabu (10/7/2024), Partai Konservatif Inggris menderita kekalahan bersejarah pada pemilihan umum (Pemilu) pekan lalu dengan sejumlah menteri kehilangan kursi.

“Valuasi sangat menarik, dan mengingat stabilitas politik yang dirasakan mengarah pada sentimen yang lebih baik, kami pikir ada peluang taktis untuk saham di Inggris,” ujar Global Chief Investment Strategist BlackRock, Wei Li.

BII, cabang dari perusahaan investasi BlackRock yang berbasis di Amerika Serikat menyediakan penelitian investasi eksklusif mengatakan, prospek suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama membuat obligasi terkait inflasi menjadi menarik. "Di tingkat negara, Meksiko dan India harus mendapat manfaat dari perbaikan rantai pasokan dalam jangka panjang,” BII menambahkan.

Di sisi lain, BlackRock Investment Institute optimistis terhadap saham-saham Amerika Serikat dan kecerdasan buatan. “Saham di Jepang merupakan keyakinan tertinggi kami berkat dukungan dari kembalinya inflasi ringan, reformasi perusahaan yang ramah pemegang saham dan Bank of Japan hati-hati menormalisasi kebijakan, bukan melakukan pengetatan,” ujar BII.

Sehubungan dengan utang pemerintah Amerika Serikat menjelang pemilihan presiden, Li menuturkan, utang jangka panjang tidak cukup mencerminkan prospek pelebaran defisit fiskal Amerika Serikat sehingga mendorong preferensi BlackRock terhadap treasury dalam jangka waktu pendek hingga menengah.

Selain itu, ia mengatakan, baik kandidat terdepan dalam pemilihan presiden AS, Presiden AS Joe Biden dan mantan Presiden AS Donald Trump tidak memprioritaskan pengurangan belanja pemerintah yang dapat menyebabkan premi jangka panjang lebih besar. Ini merujuk pada kompensasi yang dibutuhkan investor untuk memiliki utang jangka panjang.

“Kedua kandidat ini tidak benar-benar berbicara mengenai rencana untuk menurunkan defisit fiskal. Mereka membelanjakan uang dengan cara yang berbeda, tetapi sama-sama ingin melakukan pembelanjaan,” ujar dia.

 

2 dari 5 halaman

Bursa Saham Jepang Catat Kinerja Terbaik di Asia pada 2023

Sebelumnya, Jepang mencatat kinerja terbaik di bursa saham Asia Pasifik pada 2023. Indeks Nikkei 225 naik 28 persen, mencapai level yang belum pernah terlihat sejak 1989.

Dikutip dari CNBC, ditulis Sabtu (30/12/2023), indeks Nikkei 225 membukukan rekor tertinggi pada akhir 1989 seiring gelembung real estate dan saham. Ketika krisis itu terjadi, Jepang terjerumus dalam periode perlambatan ekonomi, yang sering disebut sebagai lost decade di Jepang. Namun, kali ini berbeda.

Harga real estate di seluruh negeri belum melonjak seperti pada akhir 1980-an. Jepang telah mengalami perubahan struktural pada 2023.

Perusahaan-perusahaan telah mencatat kinerja yang lebih baik, sebagian karena melemahnya yen sehingga membuat produk menjadi lebih kompetitif.

Nikkei juga melaporkan, korporasi membelanjakan lebih banyak pada 2023. Investasi modal oleh perusahaan-perusahaan Jepang mencapai rekor 31,6 triliun yen atau sekitar USD 221,03 miliar pada tahun fiskal 2023.

Laporan tersebut mengatakan, investasi ke Jepang yang merupakan dua pertiga dari keseluruhan investasi perusahaan Jepang akan alami persentase pertumbuhan dua digit untuk tahun kedua berturut-turut. Investasi luar negeri juga meningkat 22,6 persen, pertumbuhan dua digit selama tiga tahun berturut-turut.

 

 

3 dari 5 halaman

Minat Investor Asing

Minat investor asing juga berperan mendorong kinerja indeks Nikkei yang lebih baik. Hal ini didukung oleh pandangan bullish investor sekaligus miliarder Warren Buffett terhadap saham di Jepang.

Investor asing telah menemukan peluang di Jepang berkat pelemahan yen dan potensi kenaikan yang lebih tinggi pada saham,

Head of Macroeconomic Pictet, Dong Chen menuturkan pada Juni, perusahaan-perusahaan global melakukan diversifikasi rantai pasokan dari China. Hal ini dapat menguntungkan Jepang terutama di sektor kelas atas yang lebih padat teknologi seperti semikonduktor.

"Semua hal ini mengarah ke arah yang benar, kami pikir ada alasan untuk bersikap lebih positif secara struktural terhadap Jepang dibandingkan sebelumnya,” ia menambahkan.

 

4 dari 5 halaman

Penguatan Yen Bakal Tekan Saham

Yen akan mencatat kinerja lebih baik pada 2024, menurut Research Manager Philip Securities Research, Peggy Mak.

Yen Jepang telah melemah sejak awal 2023, menyentuh 151,67 pada 31 Oktober 2023 yang merupakan level terendah terhadap dolar AS sejak 1990. Sejauh ini, yen telah melemah 7 persen.

Mak sekarang antisipasi yen dapat menguat terhadap dolar AS ketika suku bunga global mulai turun. Hal ini seiring pertumbuhan pariwisata, kenaikan upah riil, dan tingkat tabungan yang tinggi yang mendukung yen.

Head of Active Investments for Japan from Blackrock Investments, Yue Bamba menilai, yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk menguat sekitar tahun depan.

“Pandangan kami terhadap mata uang ini adalah menurut kami yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk terapresiasi dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu tidak merugikan pasar saham,” ujar Bamba.

Ke depan, Bank of Japan akan mengalihkan kebijakan moneternya yang sangat longgar dan melonggarkan langkah-langkah pengendalian kurva imbal hasil. Gubernur Bank of Japan (BoJ) Kazuo Ueda pada Februari telah melonggarkan batas atas kebijakan pengendalian kurva imbal hasil yang akibatkan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang menembus level tertinggi dalam 11 tahun.

Namun, Ueda kembali menegaskan pendiriannya kalau BoJ akan pertahankan kebijakan suku bunga negatifnya hingga target inflasi 2 persen dapat tercapai secara berkelanjutan. Suku bunga acuan BoJ saat ini berada di -0,1 persen.

 

5 dari 5 halaman

Inflasi Jepang

Inflasi nasional Jepang telah melonjak di atas 2 persen selama 19 bulan berturut-turut. Inflasi yang disebut inti, tidak mencakup harga pangan segar dan energi mencapai 4 persen pada Oktober, telah berada di atas target 2 persen selama 13 bulan berturut-turut.

“Upah riil Jepang meningkat, dan pasar tenaga kerja ketat. Mengingat catatan deflasi Jepang, inflasi cukup baik dan sejauh ini tampaknya sehat,” ujar Chief Market Strategist Lazard Asset Management, Ronald Temple.

Temple menuturkan, pasar akan mengamati “akhir formal” pengendalian kurva imbal hasil. “Kemudian fokus akan beralih ke kapan BoJ akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya,” tutur dia.

Ahli Lombard Odier, Homin Lee menilai, ada 2024 akan menjadi tahun yang solid bagi pertumbuhan upah di Jepang. Ia menuturkan, permintaan tenaga kerja di sektor jasa kuat dan kepercayaan pekerja terhadap serikat pekerja meningkat.

Lee menyoroti, the Japanese Trade Union Confederation prediksi kenaikan upah sebesar 5 persen selama negosiasi upah musim semi pada 2024.

“Indikasi untuk 2024 menunjukkan pertumbuhan upah akan cukup bagi BoJ untuk mempertimbangkan akhiri NIRP,” tutur Temple.

Pertumbuhan upah di Jepang juga akan mendukung konsumsi dan investasi bisnis. Lee prediksi, pertumbuhan ekonomi Jepang sebesar 1,2 persen pada 2024.