Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyatakan pembagian dividen akan naik tiap tahun dari sisi nominal. Sekretaris Perusahaan BCA, Raymon Yonarto menjelaskan, pembagian dividen perusahaan mempertimbangkan kecukupan modal.
"Intinya kita terus mereview kebutuhan capital kita ke depan. Jadi kita dari waktu ke waktu komit untuk memberikan dividen yang terus meningkat," kata dia dalam public expose live, Rabu (28/8/2024).
Baca Juga
Untuk tahun depan, Raymon mengatakan, perseroan belum memutuskan besaran dividen yang akan dibagikan. Namun, memperhatikan rasio keuangan BCA saat ini, dia memastikan nominal dividen yang dibagikan akan naik dibanding tahun ini.
Advertisement
"Dan kita juga melihat ROI kita masih tinggi. Saat ini 24% posisinya. Jadi, komitmen dari BCA, kita akan terus menunjukkan performance yang baik ke depan. Dan dengan sendirinya akan nge-translate kepada pembagian dividen yang lebih besar dari waktu ke waktu," imbuh Raymon.
Di sisi lain, BCA mencatat kebutuhan modal ke depan masih cukup banyak. Di mana kredit masih bertumbuh dengan cepat dan anak usaha BCA juga masih memerlukan modal. Hingga paruh pertama tahun ini, laba bersih BCA dan entitas anak tumbuh 11,1% yoy menjadi Rp 26,9 triliun.
Pertumbuhan ini ditopang ekspansi pembiayaan secara berkualitas, serta peningkatan volume transaksi dan pendanaan. Kredit untuk bisnis tercatat tumbuh dengan solid, baik di segmen korporasi maupun UMKM. Peningkatan juga terjadi di segmen kredit konsumer, ditopang pelaksanaan BCA Expoversary 2024.
Event yang diselenggarakan sekitar dua bulan tersebut berhasil mengumpulkan total aplikasi KPR dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sekitar Rp 50 triliun. Kami berterima kasih atas kepercayaan nasabah, serta dukungan dari pemerintah dan otoritas, sehingga BCA dapat melalui paruh pertama 2024 dengan baik.
Kredit korporasi menjadi segmen dengan pertumbuhan tertinggi per Juni 2024, naik 19,9% yoy mencapai Rp 388,6 triliun. Kredit komersial  tumbuh 7,9% yoy menjadi Rp 127,8 triliun, dan kredit UKM naik 12,7% yoy hingga menyentuh Rp 114,4 triliun.
Â
Kredit Konsumer
Portofolio kredit konsumer meningkat 13,6% yoy menjadi Rp210,2 triliun, didorong penyaluran KPR yang tumbuh 10,8% yoy mencapai Rp 126,9 triliun serta pertumbuhan KKB sebesar 18,4% yoy menjadi Rp 62,1 triliun. Kenaikan outstanding pinjaman konsumer lainnya (sebagian besar kartu kredit) tercatat sebesar 20,2% yoy mencapai Rp 17,8 triliun.
Perbaikan kualitas pinjaman BCA mengiringi solidnya pertumbuhan kredit. Rasio loan at risk (LAR) tercatat sebesar 6,4% pada semester I 2024, turun dibandingkan angka setahun lalu yaitu 9%. Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di angka 2,2%.
Rasio pencadangan NPL dan LAR berada pada level yang memadai, masing-masing sebesar 190,2% dan 71,2%. Di sisi pendanaan, total dana pihak ketiga (DPK) naik 5% yoy menyentuh Rp1.125 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) berkontribusi 82% lebih dari total DPK, tumbuh 5,8% mencapai Rp915 triliun.
Solidnya pertumbuhan CASA selaras dengan total frekuensi transaksi BCA yang naik 21% yoy mencapai 17 miliar pada semester I 2024, tumbuh 4 kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Khusus di kanal digital, frekuensi transaksi mobile banking dan internet banking mencapai 14,8 miliar, naik 24% yoy.
Advertisement
Pembayaran Cicilan KPR BCA Capai Rp 2,6 Triliun per Bulan
Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat adanya run-off atau pembayaran cicilan dan pelunasan KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) hingga Rp 6 triliun lebih tiap bulan.Â
"Karena tiap bulannya itu ada nasabah yang melakukan pembayaran dan pelunasan KP dan KKB. Untuk KPR itu Rp 2.5 miliar sampai Rp 2,6 triliun per bulan, kalau di KKB bahkan di atas Rp 3 triliun, yakni Rp 3,2 triliun," ungkap Direktur BCA Haryanto Budiman, di BCA Expo 2024, ICE BSD, Jumat (16/8/2024).
Untuk itu, agar angka tetap terjaga double digit hingga akhir tahun, BCA harus memiliki booster-booster program yang bisa membantu para nasabah memiliki keinginan dan kebutuhannya. Salah satunya dengan gelaran expo ini yang diharapkan bisa tumbuh hingga akhir 2024.
Terlebih khususnya untuk KPR, di Indonesia sendiri, menyumbang 16 persen dari total Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini, lanjut Haryanto, dinilai sangat baik dan ideal untuk menyumbang peningkatan penjualan di sektor domestik lainnya di Indonesia.
Â
Â
Â
Harga Rumah
"Angka ini bagus, karena tidak terlalu tinggi. Bagusnya adalah, kalau KPR tumbuh, artinya industri-industri penunjang lainnya, seperti furniture, itu juga akan ikut tumbuh, sehingga bisa terus menggerakan perekonomian nasional,"ungkap Haryanto.
Hingga saat ini sendiri, segmentasi pengajuan untuk KPR di BCA, masih dibanjiri oleh harga-harga rumah di kisaran ratusan juta rupiah. Seperti 19,9 persen yang melakukan pembelian rumah, didominasi di harga rumah di bawah Rp 500 juta.
"Lalu, dari harga ratusan juta sampai harga Rp 1 miliar itu 31,14 persen. Sementara untuk harga rumah Rp 1 miliar sampai Rp 1.5 miliar sebanyak 17 persen, Rp 1.5 miliar sampai Rp 2 miliar itu 11 persen,"ungkap Haryanto.
Sehingga, dengan melihat angka pembelian baru di tahun ini, mayoritas pembelian rumah masih di bawah Rp 2 miliar. Haryanto pun melihatnya ini transaksi yang sangat sehat.
"Kenapa begitu, jadi pembeli rumah yang kita biayai ini untuk ditempati, bukan untuk hal-hal lain,"katanya.
Â
Advertisement