Sukses

The Fed Berpotensi Pangkas Suku Bunga, Sektor Saham Ini Jadi Pertimbangan

Di tengah sentimen suku bunga, JP Morgan Indonesia sejumlah sektor yang sensitif terhadap suku bunga akan mendapatkan keuntungan dari potensi pelanggaran moneter.

Liputan6.com, Jakarta - JP Morgan Indonesia menegaskan pandangan positif terhadap pasar saham Indonesia. Hal tersebut juga didukung dari sentimen kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed).

"IHSG saat ini mencapai level tertinggi sepanjang masa, dibantu oleh rupiah yang menguat,"  ujar Head of Research & Strategy, J.P. Morgan Indonesia, Henry Wibowo, dalam keterangan resmi dikutip Jumat (6/9/2024).

Ia menambahkan, sejak Juni JP Morgan Indonesia melihat kembalinya aliran dana investor asing yang menggembirakan mencapai USD 600 juta.

Namun, aliran dana asing itu masih lebih kecil dari total arus keluar dana asing sekitar USD 1,7 miliar dari April-Mei 2024. "Oleh karena itu, mungkin akan ada lebih banyak aliran dana yang akan datang,” ujar dia.

Adapun katalis jangka pendek yang bayangi pasar saham yakni pemangkasan suku bunga the Fed. Ia menuturkan, pemangkasan suku bunga the Fed pada September akan menguntungkan Indonesia dari sisi arus modal dan likuiditas.

"JP Morgan memperkirakan Bank Indonesia akan memangkas 50 bps pada September-Desember tahun ini dan 50 bps lagipada semester satu 2025,” ujardia.

Di tengah sentimen suku bunga, JP Morgan percaya sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga antara lain bank, properti, dan otomotif akan mendapatkan keuntungan dari potensi pelonggaran moneter.

"Meskipun sebagian besar bank di Indonesia tidak akan mengalami ekspansi Net Interest Margin (NIM) selama siklus penurunan suku bunga," kata dia.

JP Morgan meyakini bank-bank tersebut dapat memperoleh manfaat dari peningkatan likuiditas dan arus modal.

Mengutip Antara, JP Morgan menilai, hal ini seiring sektor bank memiliki porsi sebesar 60 persen dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

“JP Morgan juga percaya aset-aset berdurasi panjang seperti perusahaan berbasis internet dan bank digital dapat menjadi penerima manfaat dari tren suku bunga yang lebih rendah,” kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sektor Lainnya

JP Morgan Indonesia juga tertarik terhadap dua sektor consumer yakni staples dan discretionary. Hal ini karena Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia diprediksi melewati 5.000 dolar Amerika Serikat per kapita pada akhir 2024.

"GDP (Gross Domestic Product/PDB) per capita of 5 ribu dolar AS itu sebenarnya magic number, itu powerful. Karena, setiap kita lihat negara berkembang, emerging market, negara ketika GDP per kapitanya melewati 5.000 dolar AS itu akan menimbulkan new wave of discretionary spending (pengeluaran konsumen untuk barang dan jasa diskresioner). Jadi, mereka bisa belanja lebih banyak, menimbulkan sektor-sektor baru," ujar dia seperti dikutip dari Antara.

Bila produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai 5 ribu dolar AS, kondisi ini seperti China pada 2011 yang pertama kali menembus 5 ribu dolar AS dan terus meningkat hingga 2020.

"Makanya saya sering bilang, the next decade is very interesting for Indonesia, 10 tahun ke depan, karena ini kita akan masuk ke masa di mana PDB per kapita kita itu akan melewati angka 5 ribu dolar AS," tutur Henry.

 

3 dari 4 halaman

Sektor Properti

Terakhir, sektor properti juga diminati oleh JP Morgan Indonesia, karena harga properti cukup stagnan atau tak terlalu meningkat di daerah Jabodetabek. Misalnya, harga properti di daerah Serpong (Tangerang Selatan, Banten) bisa naik 2-3 kali lipat selama periode 2010-2015, tetapi kemudian harga berjalan stagnan atau sedikit naik dari 2015 hingga tahun ini.

"Kita melihat ini ada catalyst for reversal. Kenapa? Karena dengan suku bunga yang sudah mulai turun, affordability (kemampuan untuk membayar) dari mortgage (pinjaman jangka panjang untuk membeli properti) juga akan bisa ngebantu. Kedua, kalau kita pantau ini proyek-proyek marketing sales property, sudah mulai bangkit kembali. Jadi, sepertinya appetite (keinginan) untuk investasi di properti sudah mulai kembali, dan valuasinya juga cukup murah,” tutur dia.

4 dari 4 halaman

Meneropong IHSG Usai Sentuh Rekor Tertinggi Baru

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada perdagangan Kamis, 22 Agustus 2024, setelah mencapai beberapa rekor all time high (ATH) baru. IHSG ditutup turun 0,87 persen ke posisi 7.448,676. Pelemahan IHSG terjadi bersamaan dengan aksi demonstrasi Peringatan Darurat - tolak revisi UU Pilkada.

Pengamat Pasar Modal yang juga founder Traderindo.com, Wahyu Laksono menilai, pelemahan IHSG saat itu lebih dipengaruhi aksi ambil untung atau profit taking investor setelah IHSG menukik ke rekor ATH.

"Tanpa demo, IHSG wajar koreksi. Kata kuncinya ATH, jadi wajar saat di ATH koreksi. Proyeksi IHSG ke depan masih mantap," kata Wahyu kepada Liputan6.com, Jumat (23/8/2024).

Terbukti, pada perdagangan Jumat, 23 Agustus 2024, IHSG tampak berada di zona hijau. Hingga penutupan sesi I, IHSG naik 0,74 persen ke posisi 7.543,762. IHSG dibuka pada posisi 7.488,676 dan bergerak pada rentang 7.507,738-7.567,514.

Secara historis, Wahyu mencermati pergerakan kapital biasa terjadi sesuai sentimen pasar terkait fundamental global. Misalnya, saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di mana terjadi krisis global, tetapi IHSG cenderung resilien.

"Saat masa SBY, selain menurunkan beberapa kali BBM, Rupiah dan IHSG kita diuntungkan oleh krisis ekonomi subprime mortgage AS, global crisis 2008-2009, serta krisis ekonomi Eropa 2010-2012," beber Wahyu.

Selain itu, saat pandemi Covid-19 yang meluluh lantakkan ekonomi hampir seluruh dunia, IHSG juga sentuh ATH saat Eropa dan AS mengalami bear market anjlok lebih dari 20%.

Baru-baru ini, sentimen yang berembus adalah kebijakan suku bunga The Fed yang diyakini akan ada pemangkasan pada sisa paruh kedua 2024.

"Saat ini, saat the Fed ingin cut rate, data inflasi dan tenaga kerja AS melemah, terancam krisis ekonomi AS. Yield differential juga menguntungkan kita. Kapital inflow ke Indonesia hal yang wajar. Apalagi selama AS recovery. Selama 2022-2024, rupiah tertekan dan IHSG sempat konsolidasi korektif," kata Wahyu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini