Sukses

Persiapan Window Dressing, Investor Harus Bagaimana?

Pasar modal biasanya akan memasuki musim window dressing jelang akhir tahun. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.

Liputan6.com, Jakarta Pasar modal biasanya akan memasuki musim window dressing jelang akhir tahun. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mencermati, secara statistik memang indeks harga saham gabungan (IHSG) lebih sering naik daripada turun saat akhir tahun. Hal itu salah satunya didorong laporan kinerja emiten yang positif.

"Jika mau antisipasi window dressing berarti spekulasi beli beberapa bulan sebelumnya. Kalau beli di akhir tahun saat window dressing terjadi ya sudah terlambat. Saya katakan spekulasi, karena window dressing tidak jamin pasti terjadi," kata Desmond kepada Liputan6.com, Senin (30/9/2024).

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina menjelaskan, masih ada potensi window dressing. Namun melihat IHSG sudah mencatatkan kenaikan cukup signifikan, kemungkinan window dressing tidak terlalu ramai.

"Kalau dari Mirae Asset target IHSG-nya 7.915, mungkin sudah dekat. Jadi kalau dalam dua bulan ini (laju IHSG) masih kencang, mungkin window dressing-nya enggak akan terlalu banyak, karena memang kenaikan (IHSG) juga sudah cukup besar," kata Martha kepada wartawan di Gedung Bursa, Selasa (24/9/2024).

Martha menambahkan, sentimen lain yang bisa dicermati adalah transisi pemerintah baru pada Oktober-November 2024. Bersamaan dengan itu, pasar juga bisa mencermati pemilu di Amerika Serikat (AS). Jika ada gejolak signifikan, maka potensi windows dressing besar. Sebaliknya, jika pasar relatif resilien maka potensi windows dressingnya minim.

"Kalau memang market bergejolak, potensi window dressing-nya ada. Kalau lancar, atau ada guncangan tapi tidak terlalu lama, market itu konsisten dan IHSG konsisten di level yang tinggi, window dressing-nya mungkin tidak akan terlalu besar," jelas Martha.

2 dari 4 halaman

Transisi Pemerintah Jokowi ke Prabowo, IHSG Bisa Tembus 8.000?

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pergerakan menarik belakangan ini. IHSG sempat beberapa kali sentuh rekor all time high (ATH), sebelum terkoreksi imbas penurunan pada saham BREN.

Sebelumnya, analis memperkirakan IHSG berpotensi menembus level 8.000 pada akhir tahun, seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga acuan, baik oleh The Fed maupun Bank Indonesia (BI). Chief Retail Officer Syailendra Capital, Victor Teja mencermati, sinyal IHSG ke 8.000 akan terlihat lebih jelas usai pergantian presiden pada Oktober mendatang.

"Kita tunggu adalah Oktober, Oktober tanggal 20, di mana ada pelantikan presiden, dan kita tunggu kabinetnya seperti apa disitu ya, dan disitu baru bisa kita ukur," kata Victor kepada wartawan, Kamis (26/9/2024).

Pasar memang menanti susunan kabinet pada pemerintahan Prabowo. Pasalnya, beredar wacana Prabowo hendak menambah jumlah menterinya menjadi 44–54 menteri. Ada kementerian yang dipecah, ada kemenko baru, dan ada badan baru. Namun apapun rencananya, pelaku pasar berharap pihak yang ditunjuk berasal dari kalangan profesional.

"Mungkin pembagian kue pasti ada, tapi kalau bisa yang seprofesional mungkin. Dan sepertinya wacana tanpa oposisi juga bisa terjadi. Tapi ada atau tidaknya oposisi bukan berarti buruk atau enggak. Dengan kata lain, yang paling penting kestabilan politik, keamanan," kata Victor.

Lebih lanjut, Victor mencermati pemilihan presiden AS pada November. Dalam perhitungannya, IHSG pada Oktober relatif stagnan dan akan mulai rally pada November yang berlanjut pada Desember. Untuk saat ini, Victor mencermati sektor yang menarik dicermati antara lain ada perbankan.

"Yang sekarang sudah mulai terlihat pasti banking sektor, terus consumer. Kemudian telco, tapi gak terlalu banyak. Telekom carilah yang memang ada corporate action. Sedangkan properti mungkin agak lagging ya, agak lambat. Pada saat penurunan suku bunga akan diuntungkan, tapi masih belum (untuk sekarang)," ulas Victor.

 

3 dari 4 halaman

IHSG Terpangkas 0,48%, Investor Asing Jual Saham Rp 1,8 Triliun

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot pada perdagangan Rabu, 25 September 2024. Koreksi IHSG itu didorong sektor saham keuangan.

Mengutip Antara, Kamis (26/9/2024), IHSG turun  37,59 poin atau 0,48 persen ke posisi 7.740,89. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 8,26 poin atau 0,84 persen ke posisi 977,15. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing lepas saham Rp 1,8 triliun. Dengan demikian, sepanjang 2024, aksi beli saham oleh investor asing mencapai Rp 55,50 triliun.

Dalam kajian tim riset PT Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, bursa regional Asia bergerak mixed (variatif) yang tampaknya di topang paket stimulus ekonomi dari bank sentral China (PBoC).

"PBoC meluncurkan paket stimulus moneter yang komprehensif untuk menghidupkan kembali ekonomi dan memulihkan kepercayaan pasar," sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu sebagai upaya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi China sekitar 5 persen pada 2024 sehingga bank sentral China (PBoC) meluncurkan langkah-Langkah baru untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Langkah-langkah tersebut termasuk pemotongan rasio persyaratan cadangan sebesar 50 bps dan menurunkan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah sebesar 30 basis poin menjadi 2 persen.

 

4 dari 4 halaman

Biaya Pinjaman

PBoC juga akan untuk menurunkan biaya pinjaman hingga 5,3 triliun dolar AS dalam hipotek dan melonggarkan aturan untuk pembelian rumah kedua, yang bertujuan menopang ekonomi yang sedang sakit terus meningkatkan sentimen.

Dari Jepang, di mana pasar juga fokus atas pernyataan dari Gubernur Bank of Japan (BoJ) Kazuo Ueda yang mengungkapkan punya waktu untuk menilai perkembangan pasar dan ekonomi sebelum menyesuaikan kebijakan moneter dan BOJ tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut.

"Risiko eksternal seperti meningkatnya volatilitas di pasar keuangan dan ketidakpastian apakah ekonomi AS dapat mencapai soft landing. Sementara dari dalam negeri, indeks IHSG mengalami koreksi,"

Video Terkini