Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengimbau pada perusahaan tercatat yang dinyatakan pailit, agar melakukan penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting.
Namun, sebagai upaya perlindungan investor, Bursa mendesak emiten berpotensi delisting untuk melakukan pembelian kembali saham perusahaan atau buyback.
Baca Juga
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, agar delisting berhasil perlu ada pihak yang siap melakukan pembelian kembali. Diutamakan dari pihak internal perusahaan yang akan delisting.
Advertisement
"Kita sangat mengharapkan Bahwa pelaksanaan volunteer delisting itu berhasil. Bagaimana biar berhasil, ya proses buybacknya tercapai. Bagaimana buybacknya tercapai, ya yakinkan bahwa ada pihak yang ditunjuk untuk buyback. Nah, mencari pihak yang ditunjuk Ini yang kita komunikasikan," kata Nyoman kepada wartawan, Selasa (8/10/2024).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan delapan perusahaan terbuka sebagai emiten atau perusahaan publik yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan dan pengumuman. Keputusan ini diambil karena perusahaan-perusahaan tersebut telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. "Jadi ini kita speed up proses (delisting)nya," imbuh Nyoman.
Adapun perusahaan-perusahaan atau emiten yang dinyatakan pailit dan dikecualikan dari kewajiban pelaporan dan pengumuman, antara lain:
1. PT Hanson International Tbk
2. PT Grand Kartech Tbk
3. PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk
4. PT Cottonindo Ariesta Tbk
5. PT Steadfast Marine Tbk
6. PT Texmaco Perkasa Engineering Tbk
7. PT Prima Alloy Steel Universal Tbk
8. PT Nipress Tbk
Â
Sesuai Keputusan OJK
Keputusan ini berdasarkan Surat Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-32/D.04/2024 tentang Penetapan Emiten atau Perusahaan Publik yang Dikecualikan dari Kewajiban Pelaporan dan Pengumuman.
Kepala Departemen Pengawasan Emiten dan Perusahaan Publik OJK, Novita Indrianingrum menuturkan, pengecualian ini berlaku untuk kewajiban pelaporan dan pengumuman yang timbul sejak 3 September 2024, hingga OJK mencabut penetapan tersebut.
"Pengumuman ini diberitahukan sesuai dengan amanat Pasal 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.04/2015 tentang Emiten atau Perusahaan Publik yang Dikecualikan dari Kewajiban Pelaporan dan Pengumuman dan agar khalayak ramai mengetahuinya," pungkas Novita dalam keterangannya.
Seperti diketahui, Emiten atau Perusahaan Publik yang memenuhi kondisi tertentu dapat dikecualikan dari kewajiban Pelaporan dan Pengumuman. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Tidak berlakunya seluruh izin usaha dari pihak yang berwenang;
b. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
c. Memenuhi paling sedikit tiga dari enam kondisi sebagai berikut:
- Sudah tidak beroperasi secara penuh selama paling singkat tiga tahun terakhir
- Mendapatkan pembatasan kegiatan usaha dari pihak berwenang yang menyebabkan kelangsungan usaha terganggu selama paling singkat tiga tahun terakhir
- Mendapatkan pembekuan seluruh kegiatan usaha
- Otoritas Jasa Keuangan tidak dapat melakukan korespondensi dengan Emiten atau Perusahaan Publik selama paling singkat tiga tahun terakhir;
- Tidak terdapat anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham utama yang dapat dihubungi selama paling singkat tiga tahun terakhir; dan
- Telah efektifnya penghapusan pencatatan Efek Emiten atau Perusahaan Publik di Bursa Efek.
Advertisement
BI, OJK, BEI Gandeng 8 Bank di Indonesia Hadirkan Central Counterparty
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI), bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan lembaga baru yakni Central Counterparty (CCP) pada Senin, 30 September 2024.Â
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa serta Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmojo. Peluncuran tersebut juga dihadiri oleh 8 perusahaan perbankan yang menjadi peserta dan penyetor modal awal CCP.
Gubernur BI, Perry Warjiyo melihat, Indonesia tidak memiliki CCP SBNT secara close out netting sejak krisis keuangan global. Namun, dengan ada CCP, Indonesia kini bisa melakukan pendalaman pasar uang dan valas derivatif dalam negeri.Â
"Hari ini insyallah beroperasi CCP SBNT," ujar Perry, dalam Peluncuran Central Counterparty (CCP) yang disiarkan secara daring pada Senin (30/9/2024).
"Dengan CCP SBNT ini Insyaalah, volume derivatif pasar uang dan pasar valas akan melonjak cepat," katanya.
Dengan hadirnya central counterparty, Perry mengungkapkan, risiko transaksi pasar valas dan uang yang OTC menjadi tersentralisasi.Â
"Karena tersentralisasi dengan close out netting, maka risiko antar partynya bisa kita minimalkan. Ini menjadi credit risknya yang sangat tinggi," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga menyampaikan pihaknya mendukung penyertaan modal yang dilakukan oleh delapan bank di Indonesia terhadap PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai CCP.
Â
Â
Pembentukan CCP
"Pembentukan CCP di Indonesia tentu adalah salah satu elemen kunci dalam reformasi pasar derivatif yang tidak hanya meningkatkan stabilitas sistem keuangan, menurunkan counterparty risk, tetapi juga membawa transparansi dan efisiensi yang lebih besar. Keberadaan CCP akan memberi manfaat bagi industri jasa keuangan di Indonesia, terutama dalam memitigasi risiko kredit pihak lawan serta meningkatkan efisiensi dalam proses clearing dan penyelesaian transaksi derivatif," tuturnya.
CCP adalah lembaga yang berperan dalam menjalankan kliring dan pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya. CCP ini dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta amanat Financial Stability Board G20 kepada para anggotanya.
8 bank yang menjadi peserta dan penyetor modal awal CCP yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata dalam CCP ini. Pada Agustus 2024, mereka menyepakati pengembangan Central Counterparty (CCP) di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).
Â
Advertisement