Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan inflasi Amerika Serikat (AS) tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah (PR) untuk The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat.
Dalam pertemuan Federal Reserve pada 9 Oktober 2024, para pejabat menyatakan sikap hati-hati terhadap inflasi, yang menunjukkan bank sentral mungkin tidak yakin dengan kemampuannya untuk mengatasi kenaikan harga.
Baca Juga
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, inflasi AS dapat mempengaruhi pengambilan keputusan bank sentral AS terhadap pemangkasan suku bunga acuan. Era suku bunga tinggi telah berlangsung cukup lama sejak pandemi Covid-19. Sementara itu, pasar sudah berharap era suku bunga tinggi berakhir sejak tahun lalu tetapi baru terealisasi belakangan ini.
Advertisement
"Kalau suku bunga itu turun, impact positif ke pasar modal pasti ada. Kalau ternyata itu akan terhenti pasti pasar akan mengkalkulasi," kata Jeffrey, dikutip Sabtu (12/10/2024).
Inflasi tahunan AS melambat dari 2,5 persen year on year (yoy) menjadi 2,4 persen yoy pada September 2024, tetapi sedikit di atas yang diperkirakan 2,3 persen yoy. Tingkat inflasi inti secara tak terduga naik dari 3,2 persen yoy menjadi 3,3 persen yoy.
Pengangguran awal AS melonjak ke level tertinggi 14 bulan sebesar 258 ribu. Hal itu telah menyebabkan investor mengantisipasi penurunan suku bunga yang lebih kecil sebesar 25 bps pada November, dengan kemungkinan meningkat dari 67,9% menjadi 83,7%.
Risalah Fed terbaru menunjukkan prospek yang kurang optimistis terhadap inflasi karena perjuangan bank sentral melawan inflasi terus berlanjut.
Prediksi IHSG
"Belum lagi digabung dengan tensi geopolitik yang tadinya cuma Rusia, Ukraina terus meluas Israel dengan beberapa negara yang terus bertambah. Jadi itu pasti akan dikalkulasi dan diperhitungkan oleh investor," imbuh Jeffrey.
Kendati begitu, Bursa masih cukup optimistis IHSG bisa mencatatkan pertumbuhan mengesankan pada akhir tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif terjaga di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia. Di samping itu, data bursa juga menunjukkan pertumbuhan positif baik dari sisi penambahan investor maupun transaksi.
"Jadi kita masih optimis menuju 2025 karena kita sudah terbiasa. Sudah berpengalaman menghadapi tantangan-tantangan yang bermacam-macam. Jadi kita juga mulai terbiasa dengan pola-pola yang berbeda," kata Jeffrey.
Advertisement
Kinerja IHSG Sepekan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada posisi 7.520,602 pada Jumat, 11 Oktober 2024, naik 0,33 persen dari penutupan pekan lalu di posisi 7.496,091. Kapitalisasi pasar Bursa selama periode 7-11 Oktober 2024, juga mengalami kenaikan sebesar 0,01% menjadi Rp 12.532 triliun dari Rp 12.531 triliun pada pekan lalu.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), rata-rata nilai transaksi harian bursa turun 43,29% menjadi Rp 11,08 triliun dari Rp 19,53 triliun pada pekan sebelumnya. Kemudian rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa selama sepekan mengalami penurunan 7,26% menjadi 1,78 juta kali transaksi dari 1,27 juta kali transaksi pada pekan yang lalu.
Sedangkan rata-rata volume transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 8,50% menjadi 23,1 miliar lembar saham dari 25,25 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya. Dalam sepekan, asing mencatatkan net sell Rp 4,99 triliun di seluruh pasar.
Mirae Asset Turunkan Target IHSG ke 7.585 hingga Akhir 2024, Saham-Saham Ini Jadi Pilihan
Sebelumnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia merevisi target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke 7.585 hingga akhir tahun 2024. Sehingga masih ada ruang penguatan dibandingkan posisi sekarang di kisaran 7.100, seiring dengan penyesuaian suku bunga acuan oleh pelaku bisnis dan emiten.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto mengatakan, prediksi IHSG tersebut terutama didasari pertimbangan makroekonomi terkini terkait ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang lebih terbatas dan posisi nilai tukar Rupiah.
"Di tahun 2024 ini sebetulnya kita expect di 8.100. Tapi memang kondisinya yang kita semua ketahui mungkin tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya, jadi kita menurunkan target IHSG dari 8.100 ke 7.585," kata Rully dalam Investor Network Summit 2024 by Mirae Asset, Rabu (3/2024).
Dengan prediksi tersebut, Tim Riset Mirae Asset memiliki 9 saham pilihan (top picks) yaitu ACES, ASII, BBRI, BBCA, BMRI, CPIN, MAPI, MYOR, dan TLKM. Terkait makroekonomi, Rully masih optimistis kondisi Indonesia akan positif dan prediksi ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia masih akan dipengaruhi oleh posisi nilai tukar rupiah yang semakin stabil dan potensi penurunan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR).
Di tengah situasi yang penuh tantangan, dia juga memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan akan sesuai target pertumbuhan BI sebesar 10%-12%. Kebijakan BI yang diambil saat ini berfungsi untuk mendukung stabilitas, dan Mirae Asset memperkirakan hal ini akan bertahan lebih lama dengan pengaruh dari volatilitas Rupiah yang semakin terjaga.
Advertisement
Ekonomi Global pada Semester II 2024
"Maka dari itu, kami memprediksi pertumbuhan PDB (pertumbuhan ekonomi) Indonesia menjadi 5,01% pada 2024 dan 5,02% pada 2025, karena kebijakan penurunan suku bunga yang kurang agresif dibanding perkiraan sebelumnya.”
Perekonomian global pada semester II/2024, lanjut Rully, diprediksi ditopang oleh AS dan India sebagai mesin pertumbuhan hingga tahun depan. Untuk AS, dia juga meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi negara Paman Sam akan moderat, didorong oleh dampak lambat dari pengetatan kebijakan moneter yang sangat agresif sejak 2022.
Sebagai faktor lain, dia meyakini ketidakpastian masih sangat tinggi dan sulit memprediksi berlanjutnya ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel. Ketegangan geopolitik di daerah lain, menurut dia, dapat mendorong volatilitas jangka pendek, tetapi angka permintaan global masih lemah terutama karena lemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok.