Liputan6.com, Jakarta - Laba bersih bank besar kompak tumbuh positif hingga kuartal III 2024. Hingga september 2024, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA dan entitas anak membukukan laba bersih Rp 41,1 triliun atau tumbuh 12,8% yoy.
Disusul Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang sukses membukukan laba bersih Rp 42 triliun pada kuartal III 2024, atau tumbuh 7,56% yoy. Selanjutnya, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI yang mencatatkan laba bersih Rp 16,3 triliun untuk periode sembilan bulan 2024, atau naik 3,52% yoy.
Baca Juga
Di posisi terakhir, ada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI dengan pertumbuhan laba 2,6% yoy menjadi Rp 45,36 triliun per September 2024.
Advertisement
"Ke depannya, kami mengantisipasi likuiditas akan membaik lebih lanjut pada kuartal IV 2024 karena potensi penurunan suku bunga dan persyaratan cadangan wajib yang lebih rendah dari BI," ulas Head of Research Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi, dikutip Minggu (10/11/2024).
Likuiditas yang lebih baik dapat terus menurunkan Cost of Fund (CoF), sehingga meningkatkan net interest margin (NIM). Selain itu, tren positif kualitas aset di antara bank-bank besar diperkirakan akan terus berlanjut, memastikan laba yang stabil hingga kuartal IV 2024.
"Kami memproyeksikan harga saham sektor perbankan akan tetap tertekan dalam jangka pendek menyusul pengumuman program penghapusan utang UMKM yang menargetkan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan," kata Prasetya.
Rasio CASA Tinggi
Menurut pandangan Samuel Sekuritas, program tersebut tidak akan berdampak finansial langsung, karena bank-bank telah membukukan 100% cakupan untuk pinjaman yang dihapuskan dan menghapusnya dari neraca.
Namun demikian, jika bank tidak berhati-hati, kualitas aset mereka mungkin akan mengalami beberapa dampak dalam jangka panjang, karena debitur akan memenuhi syarat untuk mengajukan kembali pinjaman baru.
"Kami terus memprioritaskan bank-bank dengan rasio CASA tinggi dan kualitas aset tinggi, karena mereka memiliki posisi yang lebih baik untuk mempertahankan CoC rendah dalam lingkungan saat ini. Oleh karena itu, pilihan utama kami untuk sektor perbankan adalah BMRI buy Rp 8.500 dan BBCA buy Rp 12.500," tulis Prasetya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Jurus Serok Cuan di Pasar Modal Ala Lo Kheng Hong
Sebelumnya, investor kawakan, Lo Kheng Hong berbagi jurus jitu serok cuan lewat investasi di pasar modal. Pertama, Lo mengatakan yang paling diperhatikan adalah pengendali perusahaan.
Menurut Lo, perusahaan menarik dicermati ketika dikelola oleh manajemen yang bertanggung jawab. Lo menegaskan, dirinya tidak tertarik dengan perusahaan dengan manajemen yang tidak baik.
"Lihat siapa pengendali perusahaan. Siapa direksi dan komisaris. Apakah orang baik dan orang jujur. Kalau bukan orang baik dan jujur, orang yang suka ambil uang perusahaan untuk perkaya diri, saya tidak mau beli," kata Lo dalam Seminar Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2024, Kamis (7/11/2024).
Selain itu, Lo mempertimbangkan dari sisi bidang usaha. Alih-alih membaca prospek di masa mendatang, Lo lebih memilih emiten atau perusahaan yang sudah jelas laba besar. Menurut Lo, dalam investasi itu penting untuk memastikan tidak membeli kucing dalam karung.
"Saya beli perusahaan yang cuannya besar. Perusahaan rugi dan cuan kecil saya tidak mau beli. Saya hanya beli perusahaan yang cuannya besar. Perusahaan bukan hanya untung besar, tapi juga tumbuh. Nikmat sekali kalau punya perusahaan untung besar dan tiap tahun tambah besar untungnya. Seperti memiliki mesin pencetak uang," imbuh Lo.
Selanjutnya, Lo mencermati dari sisi valuasi. Asal tahu saja, Lo memiliki rumus bahwa price earning ratio (PER) maksimal 9x dan price to book ratio (PBV) maksimal 1x. Terakhir, adalah dividen. Pada tahun lalu, Lo mengantongi dividen Rp 1 miliar.
"Dapat dividen besar enak, seperti mendapatkan uang tunggu. Tahun lalu dapat dividen dari emiten-emiten yang saya miliki Rp 100 miliar. Lumayan (besar), enak. Itung-itung saya dapat uang tunggu," kata Lo.