Sukses

Terapkan CRST, Cara BNI Ikut Atasi Tantangan Iklim

Uji stres risiko iklim (CRST) adalah pengujian untuk menilai dampak potensial perubahan iklim terhadap lembaga keuangan.

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menegaskan transisi hijau menjadi suatu keharusan untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan. Ini menjadi komitmen perusahaan pada penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) terutama pada pelaksanaan transisi hijau.

Langkah ini dibuktikan dengan menerapkan Climate Risk Stress Test (CRST) sebagai upaya untuk menilai dampak risiko perubahan iklim terhadap portofolio bank, yang telah diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Uji stres risiko iklim (CRST) adalah pengujian untuk menilai dampak potensial perubahan iklim terhadap lembaga keuangan.

Uji ini bertujuan untuk memahami risiko terkait perubahan iklim dan lingkungan. Kemudian mengidentifikasi kebutuhan data untuk mengidentifikasi risiko tersebut.

CRST juga dapat membangun kerangka kerja untuk pengelolaan risiko hingga membangun inisiatif untuk menanamkan risiko perubahan iklim dalam perencanaan bisnis.

Dengan melakukan praktik ini, diharapkan dapat menciptakan kesadaran dini akan dampak risiko perubahan iklim dan lingkungan pada kinerja keuangan Bank.

Hal ini juga dapat membantu OJK dalam melakukan pengawasan atas dampak risiko tersebut terhadap tingkat kesehatan Bank ke depan.

CRST ini telah mencakup 50% dari total portofolio kredit BNI, pada tujuh kategori industri. Ketujuh kategori tersebut termasuk sumber daya alam, kelistrikan, transportasi dan pergudangan, konstruksi, agrikultur, manufaktur dan perumahan. Proses ini menjadi langkah awal dalam penilaian risiko debitur dari aspek lingkungan.

BNI juga telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan termasuk pembiayaan hijau sebesar Rp 188 triliun atau 26% dari total loan perusahaan.

BNI juga menjadi pioner di industri perbankan yang mempromosikan ekosistem kendaraan listrik. Selain itu perusahaan juga menginisiasi Green Office Culture (BNI Go Green) dan Waste Management.

Hingga September 2024, bank pelat merah ini mencatat penyaluran pembiayaan hijau naik 17% menjadi Rp 70,9 triliun, dibandingkan tahun lalu senilai Rp 60,6 triliun.

Penyaluran kredit hijau BNI telah mencakup berbagai sektor, termasuk Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, dan biogas, dengan total pembiayaan mencapai Rp10,2 triliun.

Selain itu, pembiayaan untuk sektor penanggulangan polusi udara sebesar Rp3,4 triliun, serta pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan sebesar Rp31,9 triliun.

BNI juga memberikan dukungan kepada debitur untuk melaksanakan upaya transisi, melalui pemberian Sustainability Linked Loan yang pada bulan September 2024 mencapai Rp 5,5 triliun

 

2 dari 2 halaman

Komitmen Bank

Menanggapi langkah yang telah dilakukan BNI, Analis Lotus Andalan Sekuritas Sharlita Malik mengatakan CSRT sebenarnya merupakan framework yang menjadi patokan dalam memberikan pinjaman dari sudut pândang manajemen risiko.

“Adopsi CSRT oleh BNI menunjukkan komitmen kuat bank untuk mendorong bisnis ke arah yang sustainable terutama mewujudkan net zero emissions, sesuai arahan dari OJK,” kata dia.

Sharlita menambahkan, untuk ada panduan atau pedoman besar dalam mengatasi perubahan iklim. Pedoman ini menjadi semacam strategi untuk dijalankan di bisnis perseroan.

Untuk itu, upaya-upaya BNI menjawab tantangan lingkungan serta iklim dapat terlihat dari banyak sisi, seperti adanya Sustainable Link Loan (SLL) dari sisi lending, penerbitan green bond dari sisi funding dan berbagai inisiatif lain secara operasional, sehingga lebih komprehensif.

Agar implementasi ESG bisa berjalan dengan baik dia menyebutkan pentingnya mework dan strategi, kemudian program konkret yang berbasis impact/results oriented, specific task-force, evaluasi secara berkala serta SDM yang paham serta terampil.

“Saya Melihat BNI menjadi salah satu bank domestik yang punya ini semua dan menjadi preseden baik untuk tata kelola ESG,” tegasnya.