Sukses

IHSG 2025 Diramal Tembus 8.150, Sektor-Sektor Ini Bakal Bersinar

Mandiri Sekuritas menilai IHSG saat ini menghadapi tekanan strategi bottom-up lantaran meningkatnya ketidakpastian global dan domestik.

Liputan6.com, Jakarta - Mandiri Sekuritas memberikan pandangan optimistis terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) pada tahun depan.

Head of Equity Market Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menjelaskan, IHSG saat ini menghadapi tekanan strategi bottom-up lantaran meningkatnya ketidakpastian global dan domestik. Sehingga pasar saham akan mengalami ‘The Waiting Game’, menunggu kondisi lebih pasti.

Pada kondisi demikian, menurut Adrian sangat penting bagi investor untuk berfokus pada sektoral saat memasuki 2025. Dia mendorong para investor untuk berkonsentrasi pada area di mana perputaran uang akan meningkat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan menghadapi kondisi likuiditas yang masih ketat, dan volatilitas yang besar mungkin akan terus terjadi sampai adanya kepastian yang lebih besar.

"Kami memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2025 ada level 8.150 dengan kisaran 8.590/7.140 dengan sektor-sektor yang disukai, seperti: konsumsi, pangan, properti, telekomunikasi, transportasi, dan retail Sementara di Kuartal II 2025, sektor-sektor yang disukai adalah: perbankan, automotif, dan retail,” kata Adrian, dikutip Sabtu (23/11/2024).

Untuk pasar obligasi, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan pihaknya percaya bahwa pasar obligasi akan memberikan positif return pada 2024 dan 2025 dengan dukungan beberapa katalis positif. Antara lain yang pertama, prospek penurunan suku bunga acuan BI Rate yang masih terbuka dengan tekanan inflasi yang relatif masih rendah dan ekspektasi suku bunga Fed akan terus turun sampai dengan 2025.

 

2 dari 3 halaman

Katalis Lainnya

Kedua, tekanan supply SBN juga masih manageable karena pemerintah masih bisa menggunakan Saldo Anggaran Lebih, optimalisasi loan program, dan investment financing, transisi ke pemerintahan baru yang mulus. Terakhir atau ketiga, valuasi masih cukup menarik jika dibandingkan dengan yield yang ditawarkan oleh negara-negara berkembang dengan rating yang sama.

"Sementara dari sisi risiko, masih akan dipengaruhi dari global yaitu hasil Pemilu di AS dan eskalasi konflik geopolitikal. Kebijakan fiskal Trump seperti pemangkasan pajak dan kenaikan tarif impor barang dan jasa dari luar diperkirakan dapat berdampak terhadap kenaikan inflasi serta perlambatan ekspektasi penurunan suku bunga Fed Fund Rate," jelas Handy.

 Namun demikian, Handy mencermati ada perkembangan menarik di pasar obligasi Indonesia. Di mana korelasi imbal hasil US Treasury dan yield obligasi pemerintah Indonesia yang menurun, seiring dengan makin besarnya dominasi investor domestik, tidak hanya dari investor institusi tetapi juga dari ritel. Bahkan Handy mencatat tahun ini ritel adalah pembeli terbesar pasar obligasi pemerintah. 

3 dari 3 halaman

Prediksi Makro Ekonomi

Secara makro, Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran 5,1% di tahun 2025.

Pertumbuhan tersebut didukung oleh membaiknya permintaan domestik atau konsumsi rumah tangga, kinerja ekspor yang terpengaruh perlambatan ekonomi global, dan potensi tariff impor Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk barang-barang dari Tiongkok dan negara-negara lain.

Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta memproyeksikan konsumsi rumah tangga yang akan kembali pulihk, siklus modal yang akn kembali dimulai yang didukung oleh investasi langsung dalam dan luar negeri akan menjadi faktor-faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia pada 2025.

Sementara inflasi diproyeksikan rata-rata 2,6% di tahun depan, naik dari 2,3% di tahun 2024 ini. Kenaikan inflasi tersebut sebagian disebabkan oleh efek asar yang rendah dari inflasi inti yang lemah dan tarif PPN yang lebih tinggi hingga 12% pada 2025.

"Nilai tukar Rupiah pada tahun 2025 diproyeksikan rata-rata Rp15.700 per dolar AS yang mencerminkan sedikit apresiasi dari tahun 2024. Terbatasnya ruang apresiasi Rupiah mencerminkan dolar AS yang terjaga berkat kekuatan kebijakan Trump yang ke arah inflasi, namun tetap protektif baik secara fiskal maupun perdagangan internasional,” jelas Rangga.

Video Terkini