Liputan6.com, Jakarta - Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) di kalangan investor ritel terus menjadi perhatian dalam dunia pasar modal. Khawatir ketinggalan untung besar, banyak investor ritel tergiur membeli saham yang sedang ramai diperbincangkan.
Namun, alih-alih meraih cuan, tidak sedikit yang akhirnya terjebak dalam permainan saham gorengan dan mengalami kerugian besar. Jumlah investor pasar modal naik signifikan bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang berlangsung sekitar 2020-2022 lalu. Sebagai perbandingan, jumlah investor pasar modal pada 2019 hanya sebanyak 2,48 juta SID.
Baca Juga
Pada akhir 2020, angka investor naik menjadi 3,88 SID, dan mencapai 7,5 juta ISD pada akhir 2021. Angka itu terus tumbuh, berdasarkan data Bursa, jumlah investor di pasar modal Indonesia mencapai 14,5 juta SID.
Advertisement
"Saat ini jumlah investor pasar modal kita 14,5 juta investor. 6,2 juta di antaranya adalah investor saham. Investor pasar modal sepanjang tahun 2024 ini bertambah 2,4 juta dan investor saham bertambah 1 juta investor," kata Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik kepada Liputan6.com, Kamis (5/12/2024).
FOMO merupakan kondisi psikologis di mana seseorang takut melewatkan peluang yang dirasa menguntungkan. Di pasar modal, fenomena ini kerap muncul ketika harga saham tertentu melonjak secara signifikan dalam waktu singkat, biasanya akibat euforia di media sosial atau rumor pasar.
Sementara saham gorengan adalah saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan likuiditas rendah, tetapi harganya tiba-tiba melonjak drastis akibat manipulasi pasar. Biasanya, saham gorengan banyak dibahas di media sosial atau grup diskusi.
Untuk melindungi investor ritel dari risiko berlebihan, pemerintah dan otoritas pasar modal telah meningkatkan edukasi dan regulasi. BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rutin mengadakan webinar, kelas online, dan kampanye seperti Yuk Nabung Saham.
"BEI bekerjasama dengan lebih dari 900 Perguruan Tinggi di Indonesia melalui Galeri Investasi, melakukan edukasi dan sosialisasi pasar modal kepada anak muda dan masyarakat agar masyarakat bisa ikut menikmati potensi pertumbuhan pasar modal Indonesia yang terus tumbuh," ungkap Jeffrey.
Kampanye Aku Investor Saham
Kampanye "Aku Investor Saham" memberikan kebanggaan kepada anak muda dan menyampaikan pesan inklusif kalau setiap orang bisa jadi investor.
"Sepanjang tahun 2024 ini sudah lebih dari 20.000 kegiatan edukasi dilakukan," ungkap Jeffrey.
Influencers Incubator
Sejak 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) rupanya telah memiliki program influencers incubator. BEI menilai peran pesohor ini mampu menjadi salah satu corong edukasi mengenai pasar modal kepada khalayak. Mulanya, BEI hanya menggandengan selebriti yang acap munucl di televisi.
Namun, seiring dengan perkembangannya, influencer tersebut mencakup selebriti instagram (selebgram) hingga youtuber. Dalam program ini, BEI terlebih dahulu memberikan edukasi kepada influencer sebelum disebarluaskan dan diterima oleh followers atau pengikut.
"Untuk influencer incubator saat ini kami banyak update dan diskusi produk baru seperti single stock future (SSF)," kata Jeffrey.
Diakui Jeffrey, Bursa tidak bisa memantau satu per satu aktivitas influencer saham. Bursa saat ini juga tidak bisa menindak influencer nakal yang rugikan investor pengikutnya. Namun, bukan berarti tak ada upaya untuk meminimalisir kerugian. BEI juga secara rutin memberikan sosialisasi dan edukasi langsung kepada publik.
Tahun lalu saja, tidak kurang dari 13 ribu kegiatan yang menjangkau lebih dari 5 juta orang dilakukan oleh BEI bersama dengan para stakeholders.
"Jadi Bursa tidak punya kewenangan untuk menindak, untuk menangkap dan lain-lain. Kewenangan itu ada di OJK. Tetapi yang pasti adalah publik harus tahu kalau pihak-pihak yang melakukan pengelolaan dana publik haruslah pihak-pihak yang punya izin," tandas Jeffry.
Advertisement
Fenomena Investor Ritel dan Komunitas Media Sosial
Sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir, investor ritel menjadi kekuatan baru di pasar modal, didukung oleh perkembangan teknologi digital dan maraknya komunitas media sosial. Perubahan ini tidak hanya meningkatkan partisipasi publik dalam investasi, tetapi juga mengubah pola pergerakan harga saham dan strategi para pelaku pasar.
Dulu, pasar modal didominasi oleh investor institusi seperti reksa dana dan perusahaan asuransi. Kini, investor ritel, terutama dari kalangan milenial dan Gen Z, menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor di pasar modal Indonesia mencapai 14,35 juta SID. Di mana 99,69 persen di antaranya merupakan investor individu atau ritel.
Beberapa faktor pendorong peningkatan investor ritel di pasar modal antara lain kemudahan membuka rekening efek secara online. Bersamaan dengan itu, kini modal investasi yang terjangkau, mulai dari Rp 100.000. Tak kalah penting, informasi dan edukasi yang tersebar luas di media sosial juga menjadi salah satu pendukung kesadaran investor untuk melakukan investasi.
Peran Media Sosial sebagai “Pusat Informasi” Investor
Komunitas di platform seperti X (Twitter), Instagram, TikTok, dan Telegram menjadi pusat diskusi aktif bagi para investor ritel, melahirkan fenomena “Stock Influencer”. Investor pemula sering mengandalkan rekomendasi dari influencer yang membagikan analisis saham atau berbagi pengalaman pribadi.
Grup diskusi saham seperti di Telegram atau Facebook menjadi tempat berbagi informasi, mulai dari riset pasar hingga rekomendasi saham gorengan. Namun, media sosial juga menghadirkan risiko, seperti informasi yang kurang valid atau manipulasi pasar (pump and dump).
Lindungi Investor Ritel
Untuk melindungi investor ritel dari risiko berlebihan, pemerintah dan otoritas pasar modal telah meningkatkan edukasi dan regulasi. BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rutin mengadakan webinar, kelas online, dan kampanye seperti Yuk Nabung Saham.
"BEI bekerjasama dengan lebih dari 900 Perguruan Tinggi di Indonesia melalui Galeri Investasi, melakukan edukasi dan sosialisasi pasar modal kepada anak muda dan masyarakat agar masyarakat bisa ikut menikmati potensi pertumbuhan pasar modal Indonesia yang terus tumbuh," ungkap Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik kepada Liputan6.com, Kamis (5/12/2024).
Kampanye "Aku Investor Saham" memberikan kebanggan kepada anak muda dan menyampaikan pesan inklusif kalau setiap orang bisa jadi investor. Bursa juga memiliki program Sekolah Pasar Modal.
Sekolah Pasar Modal (SPM) adalah program edukasi dan sosialisasi pasar modal yang diselenggarakan secara berkala oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Jenis Sekolah Pasar Modal yang diselenggarakan adalah Sekolah Pasar Modal Reguler (SPM Rutin dan SPM Syariah), Sekolah Pasar Modal Online dan Sekolah Pasar Modal Institusi dan Komunitas.
Dalam menyelenggarakan SPM Reguler dan SPM Online, BEI bekerja sama dengan The Indonesia Capital Market Institute (TICMI). Seluruh masyarakat umum dapat menjadi peserta SPM apabila telah melakukan pendaftaran sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Advertisement