Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) diprediksi memangkas suku bunga acuan pada pertemuan Desember 2024. Hal ini seiring data tenaga kerja menunjukkan tren pelemahan.
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, ditulis Minggu (15/12/2024), seiring pergeseran politik secara global dengan banyak pemilihan presiden yang signifikan di mana penggerak pasar Indonesia adalah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) dan dimulainya masa jabatan Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga
Memasuki 2025, pasar mengantisipasi bagaimana presiden baru ini akan memimpin negara masing-masing, bagaimana kebijakan akan diterapkan dan inisiatif yang dilakukan.
Advertisement
“Selain itu, ketegangan geopolitik terus berkembang antara Rusia-Ukraina serta Timur Tengah sehingga ganggu rute pasokan tradisional dan membuat harga energi tetap tinggi,” demikian seperti dikutip dari Ashmore.
Dengan demikian, konsensus tentang Amerika Serikat tetap mendarat lunak terkait ekonomi dan pemotongan suku bunga terus berlanjut. Pelaku pasar sedang menanti pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan. Pada pertemuan itu dinantikan panduan dot plots dan prediksi ekonomi ke depan.
Hingga kini, data inflasi tetap sejalan dan data tenaga kerja menunjukkan tren pelemahan secara keseluruhan. Seiring hal itu pelaku pasar menempatkan sekitar 97 persen kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.
“Kondisi ekonomi makro global saat ini masih fluktuatif dengan dinamika yang berkaitan erat dengan implementasi kebijakan utama,” demikian seperti dikutip.
Kebijakan Donald Trump
Adapun dinamika itu misalkan dorongan kebijakan yang sangat agresif oleh Donald Trump pada Januari dapat berisiko melihat the Fed mengubah pendiriannya. The Fed dapat menjadi lebih agresif dengan pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit daripada yang diindikasikan dengan biaya pembayaran bunga tetap sangat tinggi.
"Namun, masih menjadi pertanyaan apakah Donald Trump akan mempertahankan tarif sebagai alat tawar menawar untuk negosiasi karena hubungan AS akan memburuk jika implementasi tarif menyeluruh tanpa pandang bulu,” demikian seperti dikutip.
Hal ini tetap menjadi salah satu ketidakpastian terbesar yang akan terjadi pada kuartal berikutnya. “Akan tetapi, Donald Trump lebih menyukai dolar AS melemah (suku bunga rendah) dalam masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS untuk meningkatkan daya tarik ekspor AS,”
Oleh karena itu, indeks dolar AS yang menguat hingga mencapai di atas 107 telah memberikan tekanan pada mata uang Asia dapat mereda terutama ketika suku bunga the Fed terus turun.
Advertisement
Peluang Investasi
Investor global telah menarik harapan lebih tinggi pada pertumbuhan di AS, sebaliknya negara-negara lain di dunia diasumsikan memiliki tingkat pertumbuhan lebih rendah seiring sentimen positif terhadap AS menyusul masa jabatan Trump berikutnya.
Ekspektasi perbedaan antara pertumbuhan negara berkembang dan negara maju telah menyempit menjadi 2,4 persen dan 2,2 persen pada 2025 dan 2026 dibandingkan 2,5 persen pada 2023 dan 2024.
“Dengan demikian, ada lebih banyak potensi kejutan positif bagi negara berkembang, dan pada saat yang sama lebih banyak kejutan negatif bagi negara maju terutama AS,”
Ashmore menilai, pelemahan saat ini tetap menjadi peluang menarik untuk tetap investasi seiring pertumbuhan Indonesia tetap kuat dengan katalis dari sisi permintaan selain jalan menuju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 8 persen yang ditetapkan Presiden Prabowo. Hal ini didukung aliran dana investasi asing dalam proyek utama.
Selain itu, tingkat imbal hasil bergejolak tetapi tetap optimistis pada durasi panjang seiring penerbitan obligasi pada 2025 diantisipasi akan tetap ketat.