Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu pada perdagangan 2024. Bahkan kinerja IHSG di Asia alami penurunan terbesar sepanjang 2024.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup naik 0,62 persen ke posisi 7.079,90 pada Senin, 30 Desember 2024. Indeks saham LQ45 menguat 0,18 persen ke posisi 826,64. Kapitalisasi pasar saham Rp 12.336 triliun.
Baca Juga
Namun, jika melihat sepanjang 2024, IHSG melemah 2,65 persen year to date (ytd). Indeks LQ45 susut 14,83 persen. Pada 2024, IHSG pernah sempat sentuh level tertinggi sepanjang masa di level 7.905,39 pada 19 September 2024 dengan rekor kapitalisasi pasar tertinggi yang mencapai Rp 13.475 triliun. Sepanjang 2024, aksi beli investor asing mencapai Rp 16,52 triliun.
Advertisement
Di kawasan ASEAN, kinerja IHSG berada di posisi enam alias paling bawah. Selain itu, di posisi lima ditempat bursa saham Thailand dengan SET Index yang susut 1,1 persen.
Adapun kinerja bursa saham terbaik di ASEAN dipegang oleh bursa saham Singapura yakni Strait Times Index (STI). STI melambung 17,14 persen. Disusul bursa saham Vietnam dengan indeks VN-Index yang meroket 12,95 persen dan bursa saham Malaysia dengan indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI Index yang meroket 12,58 persen. Sementara itu, bursa saham Filipina dengan PSEi Index naik 1,22 persen.
Sepanjang 2024, sektor saham energi pimpin penguatan. Sektor saham energi naik 28,01 persen. Selain itu, sektor saham properti dan real estate melonjak 5,97 persen. Sektor saham consumer siklikal bertambah 1,64 persen dan sektor saham consumer nonsiklikal melesat 0,98 persen.
Sementara itu, sektor saham transportasi dan logistic turun 18,78 persen dan catat koreksi terbesar. Sektor saham teknologi susut 9,87 persen, sektor saham infrastruktur melemah 5,81 persen. Lalu sektor saham keuangan tergelincir 4,51 persen, sektor saham industri terpangkas 5,32 persen dan sektor saham basic materials merosot 4,25 persen.
Sentimen yang Bayangi IHSG
Mengutip riset Schroders.com, pasar saham Indonesia melewati tahun yang penuh gejolak pada 2024. “Mengingat tahun 2024 merupakan tahun politik tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global, tidak mengherankan jika pasar mengalami banyak gejolak sepanjang tahun,” demikian seperti dikutip.
Pasar memulai 2024 dengan investor lokal yang lebih berhati-hati karena adanya pemilihan umum pada 14 Februari 2024, sementara investor asing lebih optimis dan membeli saham Indonesia selama kuartal I 2024 karena mereka memperkirakan kemenangan Prabowo-Gibran pada pemilihan umum yang kebijakannya dianggap pro-pertumbuhan sambil meyakinkan investor akan konsistensi kebijakan dengan pemerintahan Jokowi sebelumnya.
“Investor asing berbondong-bondong masuk ke saham-saham unggulan dan konsumen sebelum aksi jual besar-besaran terjadi pada kuartal II 2024 yang didorong oleh meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah serta peningkatan perkiraan suku bunga yang lebih tinggi dari the Federal Reserve,” demikian seperti dikutip.
Namun demikian, Schroders menilai kuartal III 2024 tampaknya mengulangi pola kuartal I 2024 di mana asing sekali lagi melampaui lokal dalam membeli saham Indonesia karena sektor teknologi AS mengalami aksi jual karena lemahnya laba bersih dari magnificent seven (7 perusahaan teknologi terkemuka)
Advertisement
IHSG Sempat Sentuh Rekor
Sementara Asia Utara termasuk China juga mengalami rotasi aliran ke India, Indonesia, dan Malaysia. IHSG mencapai mencapai rekor tertinggi baru di 7.900 pada September sebelum turun kembali karena pengumuman stimulus China dan kemenangan Trump pada pemilu AS 2024 saat memasuki kuartal IV 2024. Rotasi kembali ke AS terlihat dari hampir semua pasar global yang juga mendorong penguatan DXY.
“Pemerintah baru Indonesia juga telah dilantik dengan kabinet baru yang mulai bertugas. Oleh karena itu, investor mengamati dengan cermat kebijakan dan eksekusinya dari pemerintah baru,” demikian seperti dikutip.
Laba bersih perusahaan secara YTD sebagian besar sesuai dengan ekspektasi konsensus, sementara pertumbuhan ekonomi dipertahankan di sekitar 5,0% YoY dengan sedikit penurunan menjadi 4,95% YoY pada kuartal ketiga 2024 karena konsumsi swasta yang lebih lambat.
“Kami meyakini investor sekarang menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah Indonesia tentang kebijakan domestik dan juga dari Trump mengenai kebijakan AS ketika presiden terpilih mulai menjabat pada Januari 2025,”