Sukses

Transaksi Saham Kena PPN 12% pada 2025

BEI menginformasikan mulai 1 Januari 2025, semua invoice dan faktur pajak untuk layanan akan disesuaikan, dengan tarif PPN meningkat dari 11 % menjadi 12%.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyesuaikan terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12% mulai Januari 2025.

Ketentuan itu tertuang dalam surat resmi BEI No.: S-13561/BEI.KEU/12-2024.Perubahan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a, dinyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% , dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

BEI menjelaskan semua invoice dan faktur pajak yang diterbitkan untuk layanan Bursa Efek Indonesia setelah 1 Januari 2025 akan mengalami penyesuaian tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Hal ini bertujuan untuk mematuhi ketentuan yang baru ditetapkan.

Sementara itu, untuk invoice dan faktur pajak yang dikeluarkan sebelum 1 Januari 2025, tarif PPN yang berlaku tetap 11% sesuai dengan ketentuan yang lama. Dengan demikian, perubahan tarif ini hanya akan berlaku untuk dokumen yang diterbitkan setelah tanggal tersebut.

"Ketentuan lebih lanjut atas penyesuaian besaran tarif PPN dari yang sebelumnya 11% menjadi 12% akan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan diterbitkan kemudian oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak," ungkap BEI dalam suratnya, sebagaimana dikutip pada Senin, 30 Desember 2024, ditulis Selasa (31/12/2024).

BEI juga mengingatkan agar semua pembayaran untuk tagihan yang diterbitkan sebelum 1 Januari 2025 dapat diselesaikan segera. Langkah ini diharapkan dapat mencegah dampak dari perubahan tarif PPN yang akan mulai berlaku pada 2025.

2 dari 4 halaman

PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025, Bursa Beberkan Dampaknya ke Transaksi Saham

Pemerintah berencana untuk menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di sektor pasar modal, kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi biaya transaksi yang ada.

Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia (BEI), Verdi Ikhwan menyatakan secara historis, perubahan tarif PPN tidak banyak berdampak pada aktivitas transaksi di Bursa. Namun, terkait penerapan PPN 12 persen pada tahun 2025, Verdi menegaskan bahwa Bursa masih menunggu rincian lebih lanjut mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut.

"Kalau berkaca pada  2022, saat PPN 10% ke 11%, ya ada ramai-ramai di market. Bahkan pada saat itu bersamaan dengan kenaikan bea materai dari Rp 6.000 ke Rp 10.000. Tapi faktanya transaksi pada saat itu tidak menunjukkan penurunan," ujar dia dalam sesi edukasi untuk wartawan pasar modal pada Kamis (19/12/2024).

Pada 2021, Presiden ke-7 Joko Widodo telah menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada tanggal 29 Oktober 2021. Undang-undang ini menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

UU HPP sendiri terdiri dari sembilan bab dengan enam ruang lingkup pengaturan yang berbeda. Di antara ruang lingkup tersebut terdapat Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Setiap ruang lingkup memiliki waktu pemberlakuan kebijakan yang berbeda-beda. Untuk UU PPN, kenaikan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen telah diberlakukan sejak 1 April 2022, dan tarif akan meningkat lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

"Jadi untuk kenaikan di 2025, harus kita lihat dulu. Tapi kalau kita berkaca dari yang pernah ada, sejauh ini investor baik-baik saja. Maksudnya transaksi di bursa masih tetap ramai. Tentu kita berharap nantinya kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan berdampak signifikan hingga menurunkan aktivitas transaksi dan minat investor di kita," tutur dia.

Dengan demikian, harapan untuk stabilitas transaksi di pasar modal tetap terjaga meskipun ada perubahan tarif pajak yang akan datang.

3 dari 4 halaman

Peluang Pasar Modal

Verdi menguraikan berbagai peluang yang ada di pasar modal pada 2025. Ia menilai, perekonomian Indonesia menunjukkan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain, meskipun terdapat volatilitas di tingkat global.

Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 4,9%-5%, serta inflasi yang tetap terkendali sepanjang tahun. Selain itu, terdapat peluang lain yang berkaitan dengan program-program baru dari Pemerintah.

Kabinet baru saat ini sedang mempersiapkan pelaksanaan berbagai terobosan, termasuk pemberian tanah secara gratis dan pembangunan tiga juta unit rumah. Program-program ini diharapkan dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian, dengan target pertumbuhan ekonomi yang mencapai 8%.

Dari perspektif global, pelonggaran kebijakan moneter oleh The Federal Reserve (the Fed) juga dapat menjadi kesempatan tersendiri bagi pasar modal Indonesia. The Fed mengambil keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada bulan November dan diperkirakan akan melanjutkan kebijakan pelonggaran ini hingga akhir tahun.

"Kebijakan ini diharapkan memberikan dorongan positif bagi pasar dalam beberapa bulan mendatang," ungkap Verdi.

Di sisi permintaan, jumlah investor di pasar modal diperkirakan akan terus meningkat, yang berpotensi memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan investasi dan pasar secara keseluruhan. Selain itu, pengembangan produk investasi yang lebih beragam juga diproyeksikan akan terus mendorong iklim investasi yang lebih kondusif di Indonesia.

4 dari 4 halaman

Tantangan 2025

Seiring dengan kesempatan yang ada, Verdi juga menguraikan beberapa tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2025. Salah satu isu penting yang diangkat adalah hasil pemilu di Amerika Serikat.

Kemenangan Donald Trump dalam pemilu yang baru saja berlangsung diperkirakan akan berdampak pada prospek ekonomi Indonesia serta aliran dana di seluruh dunia. Hal ini sangat terkait dengan kebijakan perdagangan, lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), pergerakan modal ke pasar kripto, serta fluktuasi nilai tukar.

Di sisi lain, terdapat juga perlambatan dalam ekonomi Tiongkok. Proyeksi menunjukkan ekonomi Tiongkok akan mengalami penurunan pada tahun 2024 akibat berbagai faktor, termasuk krisis di sektor properti dan tingginya angka pengangguran.

Mengingat Indonesia merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi Tiongkok, negara ini kemungkinan akan merasakan dampak yang cukup signifikan. Selain itu, volatilitas harga komoditas global, yang disertai dengan penurunan permintaan secara global, diperkirakan akan memberikan tekanan pada perdagangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih jauh, ketegangan geopolitik yang berkepanjangan, khususnya di wilayah Timur Tengah dan Eropa, akan berpengaruh pada stabilitas ekonomi di tingkat global.

"Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan PPN di awal tahun depan diperkirakan akan menekan daya beli masyarakat," ungkap Verdi. Dengan demikian, tantangan-tantangan ini perlu dihadapi dengan strategi yang matang agar dampak negatifnya dapat diminimalkan.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

  • Saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagai dalam pe

    Saham

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa.

    PPN

  • Bursa Efek Indonesia atau BEI adalah salah satu tempat yang memperjualbelikan saham, obligasi, dan sebagainya di Indonesia.

    BEI

  • Pajak adalah pungutan yang diwajib dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

    Pajak

  • PPN 12%

Video Terkini