Sukses

Meneropong Prospek Pasar Saham Indonesia pada 2025

Dalam hal aliran modal, Schroder menilai pasar Indonesia masih memiliki potensi untuk mendapatkan manfaat dari sentimen lemah terhadap China.

Liputan6.com, Jakarta - Schroder Investment Management Indonesia optimistis tetapi hati-hati terhadap pasar saham Indonesia pada 2025. Schroder melihat ada risiko dan gangguan pada semester I 2025.

Adapun kejelasan mengenai kebijakan domestic dan asing adalah faktor kunci. "Pada dasarnya, kami berpikir bahwa ekspektasi pemerintah terhadap pertumbuhan PDB YoY sebesar 5,2% dan ekspektasi konsensus terhadap pertumbuhan EPS YoY sekitar 10% untuk tahun 2025 akan membuat Indonesia menjadi salah satu pasar yang tangguh secara global,” demikian seperti dikutip Kamis, 2 Januari 2025.

Schroder melihat, program-program pemerintah yang terlihat pro-konsumsi dan pertumbuhan secara teori positif untuk pasar saham. "Sementara itu, kami masih mengharapkan pertumbuhan laba perusahaan yang sehat dari sektor-sektor seperti perbankan dan konsumen,” demikian seperti dikutip dari laporan Schroder bertajuk Outlook Pasar Saham 2025, Kamis (2/1/2025).

Namun, Schroders melihat  gangguan dapat datang baik dari sisi global seperti kembalinya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat maupun dari dalam negeri, di mana investor juga terus mencermati eksekusi kebijakan dari kabinet yang baru.

Valuasi

Schroders juga melihat,  pergerakan mata uang juga sangat penting untuk pasar saham. "Dari sisi valuasi, Indonesia masih diperdagangkan pada valuasi yang menarik sebesar 12,1x PE 2025, yang masih lebih murah dibandingkan dengan peers negara maju seperti AS dan Jepang serta peers negara berkembang seperti India dan Malaysia,”demikian seperti dikutip.

Katalis dan Dampak Global

Dalam hal aliran modal, Schroder menilai pasar Indonesia masih memiliki potensi untuk mendapatkan manfaat dari sentimen lemah terhadap China karena Presiden terpilih Donald Trump kemungkinan akan tetap bersikap keras terhadap China sementara ekonominya masih berjuang untuk pulih.

Oleh karena itu, di pasar negara berkembang Asia, India bersama dengan negara-negara ASEAN seperti Indonesia akan menjadi fokus utama bagi investor saham global.

“Meskipun kami juga telah mulai melihat tren pembalikan pertumbuhan PDB dan laba bersih India, yang jika terus berlanjut, pasar negara berkembang ASEAN termasuk Indonesia kemungkinan akan menarik perhatian investor saham global,”

2 dari 5 halaman

Potensi Perang Dagang

Selain itu, Schroder mungkin terus melihat lebih banyak produsen yang mengalihkan fasilitas mereka dari China ke negara lain termasuk Indonesia, sehingga mendorong lebih banyak aliran foreign direct investment (FDI).

Meskipun demikian, satu risiko negatif dari China adalah dalam hal perdagangan karena negara ini masih menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.

Meskipun berita utama terkait stimulus dapat memberikan dukungan kepada China dari waktu ke waktu, pihaknya berpikir investor ingin melihat perbaikan dalam data makro China terlebih dahulu sebelum pemulihan menjadi struktural.

"Risiko bagi China adalah jika perang dagang dengan AS meningkat pertumbuhan PDB China akan menghadapi tantangan lebih lanjut karena ekspor telah menjadi pendorong pertumbuhannya dalam beberapa tahun terakhir dengan lemahnya permintaan domestik,” demikian seperti dikutip.

Terkait dengan kembalinya Presiden terpilih Trump, Schroders berpikir reaksi spontan setelah pemilihan terjadi mengingat kebijakan Trump yang pro-korporasi AS dan berpotensi reflasioner.

"Namun, kami berpendapat bahwa investor perlu melihat lebih dekat pada kebijakan-kebijakan yang akan diumumkan oleh Trump dan melihat dampak potensialnya terhadap pasar,” demikian seperti dikutip.

3 dari 5 halaman

Kebijakan Trump Bakal Jadi Sorotan

Implementasi akan memakan waktu karena  hanya melihat perang dagang mulai terjadi 1,5 tahun setelah Trump mulai menjabat pada 2017. Selain itu, ada juga yang berpendapat kebijakan reflasioner dapat mengakibatkan premi risiko saham yang lebih tinggi untuk pasar saham AS dan akhirnya menjadi bumerang bagi pasar AS.

“Sikap Trump yang pro-bahan bakar fosil juga dapat meningkatkan pasokan minyak dan terus menekan harga minyak, yang agak positif untuk negara pengimpor bersih seperti Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk membaca dengan teliti dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan Presiden terpilih yang akan datang,”

Di sisi lain, situasi geopolitik tidak dapat dipastikan di seluruh dunia. Sejumlah pihak menilai, Donald Trump mungkin lebih mendukung untuk meredakan perang baik di Rusia-Ukraina dan Timur Tengah.

Jika situasi perang mereda, Schroder melihat dukungan yang lebih sedikit untuk harga komoditas, terutama jika sanksi terhadap Rusia juga dicabut.

"Namun, jika perang terus berlanjut perhatian utama kami akan tertuju pada harga minyak. Saat ini, harga minyak relatif stabil di USD 70-80 per barel karena permintaan masih dibatasi oleh pemulihan China yang lemah sementara pasokan melihat potensi peningkatan dari kenaikan produksi oleh OPEC+ dan mungkin AS jika Trump memang mendorong produksi,”

Risiko terbesar yang dapat menyebabkan harga minyak melonjak, menurut Schroder, adalah jika Israel menyerang kilang minyak di Iran diikuti oleh pembalasan oleh Iran melalui pemblokiran Selat Hormuz.

                                                                                                                              

4 dari 5 halaman

Katalis dan Dampak Domestik

Fokus utama kebijakan pemerintahan yang baru berjanji untuk memberikkan kebijakan yang pro pertumbuhan dan konsisten. Kebijakan-kebijakan itu jadi pendorong utama untuk pasar saham Indonesia.

Adapun fokus utama dari kebijakan itu antara lain kecukupan energi, kecukupan pangan, pembangunan manusia melalui pengembangan sekolah dan program makan siang gratis, reformasi penyediaan layanan kesehatan, dan perumahan yang terjangkau.

“Dari program-program ini, kami pikir fokus utama pemerintah adalah konsumen, energi, pertanian, perawatan kesehatan, dan properti. Meskipun semuanya baik di atas kertas, investor perlu memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan ini,” demikian seperti dikutip.

Pertumbuhan fundamental adalah faktor kunci lainnya yang perlu menjadi fokus. Pemerintah menargetkan pertumbuhan PDB YoY sebesar 5,2% pada 2025. Meskipun berharap ada pemulihan investasi setelah tahun pemilu, daya beli dan konsumsi tetap menjadi perhatian utama.

“Oleh karena itu, kami berharap pelaksanaan belanja pemerintah yang lancar dapat mendukung konsumsi di tahun mendatang untuk mengatasi potensi risiko dari penurunan ekspor terkait komoditas,”

Dalam hal laba perusahaan, Schroder belum melihat banyak dampak dari laba perusahaan terhadap penguatan indeks pada awal tahun 2024 karena laba bersih YTD sebagian besar sesuai harapan dan kurang kejutan positif.

Oleh karena itu, setiap kejutan positif dalam laba  2025 dapat menjadi katalis utama untuk pasar saham pada 2025. Saat ini, konsensus mengharapkan pertumbuhan EPS YoY di sekitar 10% pada 2025.

5 dari 5 halaman

Strategi dan Posisi

Secara keseluruhan, meskipun berhati-hati, Schroder tetap bersikap oportunistik di pasar saham memasuki tahun 2025 dan akan berfokus pada pemilihan saham. Pihak berpikir bahwa kepercayaan dan kenyamanan investor asing terhadap pasar saham Indonesia setidaknya akan mendukung pasar dari penurunan yang berlebihan.

"Oleh karena itu, kami berpikir bahwa ide tematik sangat penting untuk menghasilkan alpha serta mencari nama-nama yang diuntungkan dari kebijakan yang akan datang, baik dari pemerintah Indonesia atau kebijakan luar negeri,”

Meskipun faktor global mungkin terus mempengaruhi sentimen pasar, Schroder berpikir pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia akan menjadi katalis utama bagi pasar saham.

"Kami akan berhati-hati di awal tahun sebelum menginvestasikan lebih banyak di kemudian hari ketika kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan muncul,”

Video Terkini