Liputan6.com, Jakarta - Mengawali 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau berada di zona hijau. IHSG ditutup naik 1,18 persen ke posisi 7.163,20 pada perdagangan perdana Kamis, 2 Januari 2025. Mempertimbangkan beberapa faktor, analis memperkirakan IHSG bisa tembus level 8.000 pada 2025.
"Target IHSG berdasarkan Enterprise Value per Share yang saya dapat untuk 2025 di kisaran level 8.296.79 dengan PER 14.05x," ulas Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).
Baca Juga
Beberapa faktor yang dapat mendukung kinerja IHSG tahun ini, antara lain target pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 5–5,3%, di mana konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama. Selain itu, Proyek Ibu Kota Negara (IKN) berlanjut sebagai katalis positif, meningkatkan sektor konstruksi, properti, dan material dasar.
Advertisement
"Tahun 2025 menjadi awal pemerintahan baru pasca Pilpres dan Pilkada serentak 2024. Stabilitas politik dan kejelasan arah kebijakan ekonomi akan memberikan kepercayaan kepada investor domestik maupun asing," kata Lanjar.
Dia menambahkan, emiten dengan posisi pasar yang kuat, profitabilitas stabil, dan manajemen risiko yang baik akan lebih menarik terutama yang telah terkoreksi signifikan jelang akhir 2024.
Bersamaan dengan itu, diperkirakan terjadi pemulihan ekonomi dunia, terutama di Tiongkok, AS, dan Eropa, akan mempengaruhi permintaan ekspor Indonesia, khususnya komoditas utama seperti batu bara, nikel, dan CPO.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana mencermati IHSG kemungkinan akan menghadapi tekanan pada awal tahun ini, terutama karena sentimen kenaikan PPN 12% diperburuk oleh pelemahan nilai tukar rupiah di level Rp 16.300 per USD.
"Sentimen negatif ini dapat terlihat dari aksi jual bersih investor asing selama bulan November, yang tercatat net sell sebesar Rp 11,2 triliun," kata Hendra saat dihubungi secara terpisah.
Kebijakan Pro Pasar
Namun, jika pemerintah berhasil memberikan kebijakan pro-pasar yang mendukung stabilitas makroekonomi dan daya beli masyarakat, tekanan ini dapat berkurang.
"Dengan pendekatan yang bijak, seperti menjaga stabilitas rupiah dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, target optimis IHSG berada di level 7.800, bahkan 8.000 pada akhir 2025," imbuh Hendra.
Menurut dia, keberhasilan ini akan menjadi penanda bahwa kebijakan yang berorientasi pada stabilitas pasar dan perekonomian mampu memulihkan kepercayaan investor serta menopang pertumbuhan pasar modal Indonesia.
Advertisement
IHSG Jadi Indeks Terboncos di ASEAN, Susut 2,65 Persen pada 2024
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu pada perdagangan 2024. Bahkan kinerja IHSG di Asia alami penurunan terbesar sepanjang 2024.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup naik 0,62 persen ke posisi 7.079,90 pada Senin, 30 Desember 2024. Indeks saham LQ45 menguat 0,18 persen ke posisi 826,64. Kapitalisasi pasar saham Rp 12.336 triliun.
Namun, jika melihat sepanjang 2024, IHSG melemah 2,65 persen year to date (ytd). Indeks LQ45 susut 14,83 persen. Pada 2024, IHSG pernah sempat sentuh level tertinggi sepanjang masa di level 7.905,39 pada 19 September 2024 dengan rekor kapitalisasi pasar tertinggi yang mencapai Rp 13.475 triliun. Sepanjang 2024, aksi beli investor asing mencapai Rp 16,52 triliun.
Di kawasan ASEAN, kinerja IHSG berada di posisi enam alias paling bawah. Selain itu, di posisi lima ditempat bursa saham Thailand dengan SET Index yang susut 1,1 persen.
Adapun kinerja bursa saham terbaik di ASEAN dipegang oleh bursa saham Singapura yakni Strait Times Index (STI). STI melambung 17,14 persen. Disusul bursa saham Vietnam dengan indeks VN-Index yang meroket 12,95 persen dan bursa saham Malaysia dengan indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI Index yang meroket 12,58 persen. Sementara itu, bursa saham Filipina dengan PSEi Index naik 1,22 persen.
Sepanjang 2024, sektor saham energi pimpin penguatan. Sektor saham energi naik 28,01 persen. Selain itu, sektor saham properti dan real estate melonjak 5,97 persen. Sektor saham consumer siklikal bertambah 1,64 persen dan sektor saham consumer nonsiklikal melesat 0,98 persen.
Sementara itu, sektor saham transportasi dan logistic turun 18,78 persen dan catat koreksi terbesar. Sektor saham teknologi susut 9,87 persen, sektor saham infrastruktur melemah 5,81 persen. Lalu sektor saham keuangan tergelincir 4,51 persen, sektor saham industri terpangkas 5,32 persen dan sektor saham basic materials merosot 4,25 persen.
Sentimen yang Bayangi IHSG
Mengutip riset Schroders.com, pasar saham Indonesia melewati tahun yang penuh gejolak pada 2024. “Mengingat tahun 2024 merupakan tahun politik tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global, tidak mengherankan jika pasar mengalami banyak gejolak sepanjang tahun,” demikian seperti dikutip.
Pasar memulai 2024 dengan investor lokal yang lebih berhati-hati karena adanya pemilihan umum pada 14 Februari 2024, sementara investor asing lebih optimis dan membeli saham Indonesia selama kuartal I 2024 karena mereka memperkirakan kemenangan Prabowo-Gibran pada pemilihan umum yang kebijakannya dianggap pro-pertumbuhan sambil meyakinkan investor akan konsistensi kebijakan dengan pemerintahan Jokowi sebelumnya.
“Investor asing berbondong-bondong masuk ke saham-saham unggulan dan konsumen sebelum aksi jual besar-besaran terjadi pada kuartal II 2024 yang didorong oleh meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah serta peningkatan perkiraan suku bunga yang lebih tinggi dari the Federal Reserve,” demikian seperti dikutip.
Namun demikian, Schroders menilai kuartal III 2024 tampaknya mengulangi pola kuartal I 2024 di mana asing sekali lagi melampaui lokal dalam membeli saham Indonesia karena sektor teknologi AS mengalami aksi jual karena lemahnya laba bersih dari magnificent seven (7 perusahaan teknologi terkemuka)
Advertisement
IHSG Sempat Sentuh Rekor
Sementara Asia Utara termasuk China juga mengalami rotasi aliran ke India, Indonesia, dan Malaysia. IHSG mencapai mencapai rekor tertinggi baru di 7.900 pada September sebelum turun kembali karena pengumuman stimulus China dan kemenangan Trump pada pemilu AS 2024 saat memasuki kuartal IV 2024. Rotasi kembali ke AS terlihat dari hampir semua pasar global yang juga mendorong penguatan DXY.
“Pemerintah baru Indonesia juga telah dilantik dengan kabinet baru yang mulai bertugas. Oleh karena itu, investor mengamati dengan cermat kebijakan dan eksekusinya dari pemerintah baru,” demikian seperti dikutip.
Laba bersih perusahaan secara YTD sebagian besar sesuai dengan ekspektasi konsensus, sementara pertumbuhan ekonomi dipertahankan di sekitar 5,0% YoY dengan sedikit penurunan menjadi 4,95% YoY pada kuartal ketiga 2024 karena konsumsi swasta yang lebih lambat.
“Kami meyakini investor sekarang menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah Indonesia tentang kebijakan domestik dan juga dari Trump mengenai kebijakan AS ketika presiden terpilih mulai menjabat pada Januari 2025,”