Pemerintah Indonesia kembali melepas obligasi dengan dominasi dolar AS senilai US$ 1 miliar. Obligasi bertenor 10 tahun tersebut memberikan yield tertinggi sejak 2010 sebagai aksi spekulasi menghadapi rencana Bank Sentral Amerika (The Fed) membatasi permintaan untuk aset-aset negara berkembang.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, seperti dikutip laman Bloomberg, Kamis (11/7/2013) mengatakan, pemerintah mengeluarkan kupon obligasi yang akan jatuh tempo pada Oktober 2023 dengan yield 5,45%, atau 2,87% (287 basis poin/bps) lebih tinggi dari surat utang Amerika Serikat (AS) yang bertenor 10 tahun.
Nilai obligasi negara-negara berkembang anjlok sejak 22 Mei, merespon pernyataan The Fed soal rencananya akan menarik pembelian obligasi sebesar US$ 85 miliar per bulan yang mendorong biaya pinjaman ke level terendah. Negara-negara berkembang saat ini memberikan yield yang lebih tinggi pada surat obligasi dibandingkan kondisi April lalu kala, saat negara menjual kupon obligasi syariah untuk memperoleh yield 3,5% atau level tingkat terendah Indonesia untuk tawaran non-syariah.
Pakpahan mengungkapkan, pemerintah memilih menjual sekarang karena ketidakpastian kondisi pasar tahun ini. Indonesia mengalokasikan 49% kupon obligasi untuk para investor Amerika Serikat (AS), 25% untuk Asia, dan 26% untuk Eropa, dengan total penawaran US$ 1,9 miliar.
Return Negatif
Dari penelusuran HSBC Holdings Plc, tingkat yield obligasi dolar Indonesia telah anjlok 13% sepanjang tahun ini. Posisi ini menempatkannya sebagai penurunan tertinggi di antara 11 negara berkembang lain di kawasan Asia.
Yield untuk kupon yang jatuh tempo pada 2023 tercatat merosot menjadi 5,28% di hari pertama perdagangan Kamis. Sementara itu, menurut data yang dihimpun Bloomberg, nilai kupon obligasi bertenor 10 tahun yang di jual pada April merosot 7 basis poin (bps) menjadi 5,07%.
"Yield obligasi akan naik di berbagai daerah, dan bahkan Indonesia yang memiliki fundamental kuat pun tetap tak akan ada yang kebal menghadapinya," ujar ahli strategi di Societe Generale SA, Wee-Khoon Chong di Hong Kong sebelum perdagangan di mulai.
Standard & Poor’s memberikan rating BB+ b agi Indonesia, atau satu tingkat di bawah nilai investasi, mengingat lingkungan kebijakan yang lemah di dalam negeri dan margin eksternal yang terus meningkat dan semakin tinggi. Investors Service and Fitch Ratings Moody menyatakan Indonesia memiliki grade investasi terendah.
Menurut indeks JPMorgan Emerging Markets Bond, rata-rata yield pada kupon obligasi dolar negara berkembang yang dikeluarkan para pemerintahnya menyentuh level 6,17% pada 24 Juni. Jumlah tersebut meruapakan yang tertingi sejak Oktober 2011, sebelum akhirnya jatuh ke level 5,89% kemarin. Namun masih 137 bps lebih tinggi dibanding perdagangan akhir April.
Indonesia menjual obligasi dolar bertenor 10 dan 30 tahun pada April lalu. Kini pemerintah berharap bisa menawarkan surat utang berjangka 10 tahun untuk menangkap peluang tingginya permintaan untuk jenis surat utang ini.
Lebih kanjut, Pakpahan mengatakan, Indonesia juga akan menjual global sukuk pada semester kedua pada 2013. Tawaran US$ 500 juta obligasi berdenominasi dolar di dalam negeri juga akan diumumkan pada Oktober mendatang.
Pemerintah Indonesia dilaporkan telah menunjuk Standard Chartered Plc, JPMorgan Chase & Co. dan Barclays Plc untuk mengelola penjualan obligasi dolarnya.(Sis/Shd)
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, seperti dikutip laman Bloomberg, Kamis (11/7/2013) mengatakan, pemerintah mengeluarkan kupon obligasi yang akan jatuh tempo pada Oktober 2023 dengan yield 5,45%, atau 2,87% (287 basis poin/bps) lebih tinggi dari surat utang Amerika Serikat (AS) yang bertenor 10 tahun.
Nilai obligasi negara-negara berkembang anjlok sejak 22 Mei, merespon pernyataan The Fed soal rencananya akan menarik pembelian obligasi sebesar US$ 85 miliar per bulan yang mendorong biaya pinjaman ke level terendah. Negara-negara berkembang saat ini memberikan yield yang lebih tinggi pada surat obligasi dibandingkan kondisi April lalu kala, saat negara menjual kupon obligasi syariah untuk memperoleh yield 3,5% atau level tingkat terendah Indonesia untuk tawaran non-syariah.
Pakpahan mengungkapkan, pemerintah memilih menjual sekarang karena ketidakpastian kondisi pasar tahun ini. Indonesia mengalokasikan 49% kupon obligasi untuk para investor Amerika Serikat (AS), 25% untuk Asia, dan 26% untuk Eropa, dengan total penawaran US$ 1,9 miliar.
Return Negatif
Dari penelusuran HSBC Holdings Plc, tingkat yield obligasi dolar Indonesia telah anjlok 13% sepanjang tahun ini. Posisi ini menempatkannya sebagai penurunan tertinggi di antara 11 negara berkembang lain di kawasan Asia.
Yield untuk kupon yang jatuh tempo pada 2023 tercatat merosot menjadi 5,28% di hari pertama perdagangan Kamis. Sementara itu, menurut data yang dihimpun Bloomberg, nilai kupon obligasi bertenor 10 tahun yang di jual pada April merosot 7 basis poin (bps) menjadi 5,07%.
"Yield obligasi akan naik di berbagai daerah, dan bahkan Indonesia yang memiliki fundamental kuat pun tetap tak akan ada yang kebal menghadapinya," ujar ahli strategi di Societe Generale SA, Wee-Khoon Chong di Hong Kong sebelum perdagangan di mulai.
Standard & Poor’s memberikan rating BB+ b agi Indonesia, atau satu tingkat di bawah nilai investasi, mengingat lingkungan kebijakan yang lemah di dalam negeri dan margin eksternal yang terus meningkat dan semakin tinggi. Investors Service and Fitch Ratings Moody menyatakan Indonesia memiliki grade investasi terendah.
Menurut indeks JPMorgan Emerging Markets Bond, rata-rata yield pada kupon obligasi dolar negara berkembang yang dikeluarkan para pemerintahnya menyentuh level 6,17% pada 24 Juni. Jumlah tersebut meruapakan yang tertingi sejak Oktober 2011, sebelum akhirnya jatuh ke level 5,89% kemarin. Namun masih 137 bps lebih tinggi dibanding perdagangan akhir April.
Indonesia menjual obligasi dolar bertenor 10 dan 30 tahun pada April lalu. Kini pemerintah berharap bisa menawarkan surat utang berjangka 10 tahun untuk menangkap peluang tingginya permintaan untuk jenis surat utang ini.
Lebih kanjut, Pakpahan mengatakan, Indonesia juga akan menjual global sukuk pada semester kedua pada 2013. Tawaran US$ 500 juta obligasi berdenominasi dolar di dalam negeri juga akan diumumkan pada Oktober mendatang.
Pemerintah Indonesia dilaporkan telah menunjuk Standard Chartered Plc, JPMorgan Chase & Co. dan Barclays Plc untuk mengelola penjualan obligasi dolarnya.(Sis/Shd)