PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengaku tertarik menggelar aksi korporasi pembelian kembali (buyback) saham di tengah tertekannya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, aksi korporasi itu hanya akan terjadi jika ketentuan yang mengatur buyback saham tak ada yang dilanggar.
Wacana tersebut disampaikan Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja ketika ditemui dalam Siskusi Panel Eksklusif Channel News Asia Business Insight 2013 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
"Kami lihat rambu-rambunya dahulu, apa lagi perbankan ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). OJK yang memperkenankan dari peraturan bursanya, tapi kita akan selalu cek mengenai insentif buyback saham," ujarnya.
Jahja mengapresiasi keputusan OJK yang memperbolehkan emiten menggelar buyback saham tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di saat kondisi pasar tengah tak stabil. Kebijakan ini bisa menjadi semacam insetif khusus yang diberikan OJK kepada pelaku pasar modal.
Kemudahan emiten menggelar buyback juga memberikan kesempatan bagi emiten untuk memilikinya kembali saham perusahaan. Hal ini lebih baik daripada saham emiten dimiliki oleh pemodal asing. "Kalau dimiliki orang asing, nanti dividennya keluar semua dan akhirnya nggak kebagian dividen," kata Jahja.
Namun Jahja mengaku untuk saat ini perusahaan belum dapat menentukan persentase saham yang akan dibeli kembali perusahaan. Persoalan tersebut masih harus menunggu analisa dan pengkajian yang lebih mendalam dari manajemen.
Sebagai informasi, OJK terhitung telah resmi memberlakukan kebijakan buybach saham dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Pemicunya, OJK menilai kondisi pasar telah berfluktuasi secara signifikan.
Dengan resmi berlakunya ketentuan ini, emiten dapat membeli kembali sahamnya sampai batas maksimal 20% dari modal disetor tanpa persetujuan RUPS. (Dis/Shd)
Wacana tersebut disampaikan Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja ketika ditemui dalam Siskusi Panel Eksklusif Channel News Asia Business Insight 2013 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
"Kami lihat rambu-rambunya dahulu, apa lagi perbankan ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). OJK yang memperkenankan dari peraturan bursanya, tapi kita akan selalu cek mengenai insentif buyback saham," ujarnya.
Jahja mengapresiasi keputusan OJK yang memperbolehkan emiten menggelar buyback saham tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di saat kondisi pasar tengah tak stabil. Kebijakan ini bisa menjadi semacam insetif khusus yang diberikan OJK kepada pelaku pasar modal.
Kemudahan emiten menggelar buyback juga memberikan kesempatan bagi emiten untuk memilikinya kembali saham perusahaan. Hal ini lebih baik daripada saham emiten dimiliki oleh pemodal asing. "Kalau dimiliki orang asing, nanti dividennya keluar semua dan akhirnya nggak kebagian dividen," kata Jahja.
Namun Jahja mengaku untuk saat ini perusahaan belum dapat menentukan persentase saham yang akan dibeli kembali perusahaan. Persoalan tersebut masih harus menunggu analisa dan pengkajian yang lebih mendalam dari manajemen.
Sebagai informasi, OJK terhitung telah resmi memberlakukan kebijakan buybach saham dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Pemicunya, OJK menilai kondisi pasar telah berfluktuasi secara signifikan.
Dengan resmi berlakunya ketentuan ini, emiten dapat membeli kembali sahamnya sampai batas maksimal 20% dari modal disetor tanpa persetujuan RUPS. (Dis/Shd)