Korporasi Indonesia belum banyak memanfaatkan pasar keuangan untuk memperoleh tambahan permodalan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, penerbitan surat utang oleh perusahaan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dua negara tetangganya, Malaysia dan Singapura.
Di kedua negara tersebut, penerbitan surat utang korporasi telah mencapai lebih dari Rp 200 triliun.
"Nilai surat utang Indonesia tidak sampai Rp 200 triliun, itu nilai perdagangan surat utang korporasi. Bandingkan dengan surat utang Malaysia dan Singapura dan sudah berkembang dengan nilai lebih dari surat utang milik negara ini," terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Nurhaida mengakui, OJK saat ini tengah melakukan pemetaan upaya pengembangan obligasi termasuk surat utang korporasi. Caranya, OJK membentuk tim guna mengetahui posisi Indonesia dibandingkan negara lain.
"Kami juga sedang melakukan kajian kendala selama ini yang membuat nilai surat utang kita tidak sampai Rp 200 triliun," lanjutnya.
Dari hasil pengkajian tersebut, OJK berharap bisa mencari solusi untuk mengatasi minimnya penerbitan obligasi korporasi di Tanah Air. Sejumlah solusi seperti pemberian insentif juga tengah didalami untuk memacu industri pasar keuangan nasional.
"Kalau masalahnya di pajak, kami bisa kerja sama dengan Dirjen Pajak untuk memberikan insentif perdagangan surat utang. Kami menggandeng Bank Dunia untuk melihat hasilnya karena sekarang baru mulai lakukan kajian," tukasnya.(Fik/Shd)
Di kedua negara tersebut, penerbitan surat utang korporasi telah mencapai lebih dari Rp 200 triliun.
"Nilai surat utang Indonesia tidak sampai Rp 200 triliun, itu nilai perdagangan surat utang korporasi. Bandingkan dengan surat utang Malaysia dan Singapura dan sudah berkembang dengan nilai lebih dari surat utang milik negara ini," terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Nurhaida mengakui, OJK saat ini tengah melakukan pemetaan upaya pengembangan obligasi termasuk surat utang korporasi. Caranya, OJK membentuk tim guna mengetahui posisi Indonesia dibandingkan negara lain.
"Kami juga sedang melakukan kajian kendala selama ini yang membuat nilai surat utang kita tidak sampai Rp 200 triliun," lanjutnya.
Dari hasil pengkajian tersebut, OJK berharap bisa mencari solusi untuk mengatasi minimnya penerbitan obligasi korporasi di Tanah Air. Sejumlah solusi seperti pemberian insentif juga tengah didalami untuk memacu industri pasar keuangan nasional.
"Kalau masalahnya di pajak, kami bisa kerja sama dengan Dirjen Pajak untuk memberikan insentif perdagangan surat utang. Kami menggandeng Bank Dunia untuk melihat hasilnya karena sekarang baru mulai lakukan kajian," tukasnya.(Fik/Shd)