Rata-rata imbal hasil reksa dana cenderung mengalami tekanan sepanjang 2013. Sentimen makro seperti kenaikan inflasi dan suku bunga acuan berdampak ke reksa dana.
Berdasarkan data infovesta yang diterima, Senin (2/12/2013), indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana saham turun 3,79%Â dari 28 Desember 2012 hingga 29 November 2013 (year to date). Penurunan imbal hasil reksa dana itu lebih tinggi dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,4%.
Sementara itu, indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana pendapatan tetap turun 5,46%. Sedangkan rata-rata imbal hasil reksa dana campuran cenderung turun tipis. Indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana campuran turun 1,6%.
"Sepanjang tahun ini imbal hasil sebagian besar reksa dana cenderung tertekan didorong kenaikan inflasi dan suku bunga acuan di luar dugaan," ujar pengamat pasar modal Rudiyanto, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (2/12/2013).
Rudiyanto menuturkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan tahun membuat kenaikan harga bahan pokok sehingga inflasi meningkat. Ditambah kebutuhan impor bahan bakar minyak (BBM) begitu besar turut mempengaruhi nilai tukar rupiah dan neraca perdagangan Indonesia.
"Selain itu, faktor utama lainnya pertumbuhan kinerja perusahaan tidak sebaik yang diperkirakan sehingga mempengaruhi pasar," kata Rudiyanto.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi mencapai 0,12% pada November 2013 (MoM), dan 8,37% secara year on year (YoY).
Kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap
Imbal hasil produk reksa dana pendapatan tetap cenderung tertekan pada 2013. Berdasarkan data infovesta, rata-rata imbal hasil reksa dana pendapatan tetap turun 5,46%.
Rudiyanto menuturkan, kenaikan inflasi dan suku bunga acuan tidak terduga telah mempengaruhi harga obligasi. Hal itu berdampak ke reksa dana pendapatan tetap.
"Kenaikan inflasi dan BI Rate di luar dugaan. Dengan kenaikan inflasi dan BI Rate itu membuat imbal hasil naik sehingga harga turun. Reksa dana pendapatan tetap itu berdasarkan harga obligasi," kata Rudiyanto.
Sementara itu, Analis PT Infovesta Utama, Viliawati mengatakan, reksa dana pendapatan tetap mengalami penurunan signifikan karena adanya koreksi cukup dalam pada obligasi yangn menjadi aset dasar portofolio reksa dana itu.
"Koreksi itu terutama dikarenakan tekanan pada harga obligasi akibat kenaikan suku bunga acuan yang terjadi lima kali pada 2013 dari level 5,75% hingga 7,5%," kata Vilia.
Selain itu, sentimen global seperti rencana pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve juga memberikan tekanan.
"Pelemahan nilai tukar rupiah juga memberikan sentimen negatif pada pergerakan harga obligasi yang berpotensi rawan koreksi akibat harganya yang sudah cenderung tinggi pada awla tahun," kata Vilia.
Meski imbal hasil produk reksa dana pendapatan tetap turun, ada sejumlah produk reksa dana pendapatan tetap yang mencatatkan imbal hasil positif secara year to date antara lain Danamas Stabil dengan imbal hasil 6,38%, Batavia Dana Obligasi Ultima sebesar 3,95%, GMT Dana Kencana sebesar 4,92%, dan GMT Dana Obligasi Plus 4,36%. (Ahm)
Berdasarkan data infovesta yang diterima, Senin (2/12/2013), indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana saham turun 3,79%Â dari 28 Desember 2012 hingga 29 November 2013 (year to date). Penurunan imbal hasil reksa dana itu lebih tinggi dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,4%.
Sementara itu, indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana pendapatan tetap turun 5,46%. Sedangkan rata-rata imbal hasil reksa dana campuran cenderung turun tipis. Indeks infovesta untuk rata-rata imbal hasil reksa dana campuran turun 1,6%.
"Sepanjang tahun ini imbal hasil sebagian besar reksa dana cenderung tertekan didorong kenaikan inflasi dan suku bunga acuan di luar dugaan," ujar pengamat pasar modal Rudiyanto, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (2/12/2013).
Rudiyanto menuturkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan tahun membuat kenaikan harga bahan pokok sehingga inflasi meningkat. Ditambah kebutuhan impor bahan bakar minyak (BBM) begitu besar turut mempengaruhi nilai tukar rupiah dan neraca perdagangan Indonesia.
"Selain itu, faktor utama lainnya pertumbuhan kinerja perusahaan tidak sebaik yang diperkirakan sehingga mempengaruhi pasar," kata Rudiyanto.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi mencapai 0,12% pada November 2013 (MoM), dan 8,37% secara year on year (YoY).
Kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap
Imbal hasil produk reksa dana pendapatan tetap cenderung tertekan pada 2013. Berdasarkan data infovesta, rata-rata imbal hasil reksa dana pendapatan tetap turun 5,46%.
Rudiyanto menuturkan, kenaikan inflasi dan suku bunga acuan tidak terduga telah mempengaruhi harga obligasi. Hal itu berdampak ke reksa dana pendapatan tetap.
"Kenaikan inflasi dan BI Rate di luar dugaan. Dengan kenaikan inflasi dan BI Rate itu membuat imbal hasil naik sehingga harga turun. Reksa dana pendapatan tetap itu berdasarkan harga obligasi," kata Rudiyanto.
Sementara itu, Analis PT Infovesta Utama, Viliawati mengatakan, reksa dana pendapatan tetap mengalami penurunan signifikan karena adanya koreksi cukup dalam pada obligasi yangn menjadi aset dasar portofolio reksa dana itu.
"Koreksi itu terutama dikarenakan tekanan pada harga obligasi akibat kenaikan suku bunga acuan yang terjadi lima kali pada 2013 dari level 5,75% hingga 7,5%," kata Vilia.
Selain itu, sentimen global seperti rencana pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve juga memberikan tekanan.
"Pelemahan nilai tukar rupiah juga memberikan sentimen negatif pada pergerakan harga obligasi yang berpotensi rawan koreksi akibat harganya yang sudah cenderung tinggi pada awla tahun," kata Vilia.
Meski imbal hasil produk reksa dana pendapatan tetap turun, ada sejumlah produk reksa dana pendapatan tetap yang mencatatkan imbal hasil positif secara year to date antara lain Danamas Stabil dengan imbal hasil 6,38%, Batavia Dana Obligasi Ultima sebesar 3,95%, GMT Dana Kencana sebesar 4,92%, dan GMT Dana Obligasi Plus 4,36%. (Ahm)