Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) akan memberatkan biaya operasional perusahaan. Oleh karena itu, mau tak mau perusahaan akan membebani kenaikan tarif listrik kepada konsumen.
Perusahaan gerai ritel 7 Eleven, PT Modern Internasional Tbk menyatakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun depan akan mengerek beban operasional perseroan. Namun emiten berkode MDRN ini belum berniat menaikkan harga jual produk makanan dan minuman.
Direktur Keuangan PT Modern Internasional Tbk, Donny Sutanto mengatakan, penyesuaian tarif listrik hingga 64,7% di 2014 akan menyumbang biaya beban operasi perusahaan.
"Biaya listrik berkontribusi 4%-5% dari total beban perseroan. Tapi karena kami masih baru beroperasi, jadi bisa di-improve dengan melakukan efisiensi," ungkap dia usai Paparan Publik di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2013).
Meski begitu, Donny mengaku, belum berniat menaikkan harga jual produk makanan dan minuman di 7 Eleven dalam waktu dekat. Hal itu karena, perseroan masih akan fokus pada produk dengan harga terjangkau.
"Tiga tahun ini kami belum menaikkan harga, karena kenaikan harga menjadi opsi terakhir kami. Apalagi keadaan ekonomi ke depan cukup memberikan tantangan sehingga bisa mengetatkan daya beli masyarakat," ujar Donny.
Dia mencontohkan, harga jual makanan Jepang seperti mie udon masih dibanderol sekitar Rp 12 ribu-Rp 13 ribu karena menyesuaikan dengan daya beli konsumen.
Di sisi lain, Donny menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang menyentuh Rp 12.100 per dolar AS tak berpengaruh terhadap bisnis maupun kinerja keuangan perseron.
Alasannya, 7 Eleven sudah dibanjiri produk-produk lokal dengan porsi lebih besar ketimbang impor.
"Kami melakukan pembelian semua produk di dalam negeri dan produk makanan serta minuman pun mayoritas lokal. Transaksi menggunakan rupiah, jadi pendapatan maupun utang dalam denominasi rupiah," ujarnya.
Hingga akhir tahun ini, Donny menargetkan penjualan perseroan dari bisnis 7 Eleven, imaging dan telekomunikasi mampu meraup Rp 1,2 triliun-Rp 1,3 triliun. Sedangkan target laba bersih di 2013 mencapai Rp 50 miliar.
"Dari total penjualan ini diperkirakan sekitar 65% berasal dari bisnis 7 Eleven, sedangkan sisanya imaging dan bisnis telekomunikasi. Kontribusi bisnis 7 Eleven juga akan meningkat seiring dengan penambahan gerai," paparnya.
Modern Internasional membukukan penjualan bersih sebesar Rp 896 miliar di periode sembilan bulan ini. Angka tersebut tumbuh 21,7% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 736,5 miliar. Sedangkan laba komprehensif periode berjalan sebesar Rp 42,8 miliar atau naik sebelumnya Rp 39,6 miliar.
Dari penjualan tersebut, kontribusi 7 Eleven di Januari-September 2013 mencapai Rp 573,53 miliar, bisnis imaging Rp 313,51 miliar dan telekomunikasi Rp 9,01 miliar. (Fik/Ahm)
Baca Juga:
Induk Usaha 7 Eleven, Labanya Naik Tipis
7 Eleven Cari Mitra untuk Waralabakan Tokonya
Perusahaan gerai ritel 7 Eleven, PT Modern Internasional Tbk menyatakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun depan akan mengerek beban operasional perseroan. Namun emiten berkode MDRN ini belum berniat menaikkan harga jual produk makanan dan minuman.
Direktur Keuangan PT Modern Internasional Tbk, Donny Sutanto mengatakan, penyesuaian tarif listrik hingga 64,7% di 2014 akan menyumbang biaya beban operasi perusahaan.
"Biaya listrik berkontribusi 4%-5% dari total beban perseroan. Tapi karena kami masih baru beroperasi, jadi bisa di-improve dengan melakukan efisiensi," ungkap dia usai Paparan Publik di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2013).
Meski begitu, Donny mengaku, belum berniat menaikkan harga jual produk makanan dan minuman di 7 Eleven dalam waktu dekat. Hal itu karena, perseroan masih akan fokus pada produk dengan harga terjangkau.
"Tiga tahun ini kami belum menaikkan harga, karena kenaikan harga menjadi opsi terakhir kami. Apalagi keadaan ekonomi ke depan cukup memberikan tantangan sehingga bisa mengetatkan daya beli masyarakat," ujar Donny.
Dia mencontohkan, harga jual makanan Jepang seperti mie udon masih dibanderol sekitar Rp 12 ribu-Rp 13 ribu karena menyesuaikan dengan daya beli konsumen.
Di sisi lain, Donny menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang menyentuh Rp 12.100 per dolar AS tak berpengaruh terhadap bisnis maupun kinerja keuangan perseron.
Alasannya, 7 Eleven sudah dibanjiri produk-produk lokal dengan porsi lebih besar ketimbang impor.
"Kami melakukan pembelian semua produk di dalam negeri dan produk makanan serta minuman pun mayoritas lokal. Transaksi menggunakan rupiah, jadi pendapatan maupun utang dalam denominasi rupiah," ujarnya.
Hingga akhir tahun ini, Donny menargetkan penjualan perseroan dari bisnis 7 Eleven, imaging dan telekomunikasi mampu meraup Rp 1,2 triliun-Rp 1,3 triliun. Sedangkan target laba bersih di 2013 mencapai Rp 50 miliar.
"Dari total penjualan ini diperkirakan sekitar 65% berasal dari bisnis 7 Eleven, sedangkan sisanya imaging dan bisnis telekomunikasi. Kontribusi bisnis 7 Eleven juga akan meningkat seiring dengan penambahan gerai," paparnya.
Modern Internasional membukukan penjualan bersih sebesar Rp 896 miliar di periode sembilan bulan ini. Angka tersebut tumbuh 21,7% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 736,5 miliar. Sedangkan laba komprehensif periode berjalan sebesar Rp 42,8 miliar atau naik sebelumnya Rp 39,6 miliar.
Dari penjualan tersebut, kontribusi 7 Eleven di Januari-September 2013 mencapai Rp 573,53 miliar, bisnis imaging Rp 313,51 miliar dan telekomunikasi Rp 9,01 miliar. (Fik/Ahm)
Baca Juga:
Induk Usaha 7 Eleven, Labanya Naik Tipis
7 Eleven Cari Mitra untuk Waralabakan Tokonya