Sukses

Larangan Ekspor Mineral Bikin Obligasi Antam Berpotensi Negatif

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memberikan peringkat idAA- kepada PT Aneka Tambang Tbk.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), telah menempatkan peringkat idAA- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Selain itu, Pefindo memberikan peringkat obligasi I/2011 sebesar Rp 3 triliun pada credit watch dengan implikasi negatif.

Credit watch ini merupakan kredit yang harus diawasi karena kredit dapat saja berubah peringkatnya menjadi naik, dan turun, serta bisa saja tetap.

Analis Pefindo, Yogie Perdana, peringkat itu diberikan dipicu oleh pelaksanaan larangan ekspor bijih mineral sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1/2014 yang efektif pada 12 Januari 2014.

"Kami meyakini peraturan itu memiliki dampak negatif terhadap PT Aneka Tambang Tbk mengingat penjualan nikel dan bijih bauksi menyumbang lebih dari 33% dari total pendapatan perusahaan untuk sembilan bulan berakhir pada 30 September 2013," ujar Yogie, dalam keterangan tertulis, Senin (20/1/2014).

Hal ini secara signifikan dapat mengurangi laba dan arus kas perusahaan di tengah meningkatnya posisi leverage perusahaan untuk membiayai proyek ekspansi pabrik pengolahan Feronikel (FeNi).

Pefindo akan terus memantau kinerja perusahaan selama bulan ke depan. Peringkat akan diturunkan jika larangan tersebut berlanjut dalam periode tersebut yang secara signifikan dapat menurunkan profitabilitas dan arus kas perusahaan.

"Peringkat tersebut juga bisa berada di bawah tekanan jika harga komoditas terus menurun, dan jika proyek ekspansi perusahaan yang dibiayai dengan hutang lebih tinggi dari yang diproyeksikan," kata Yogie.

Sebelumnya Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk, Tri Hartono menuturkan, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 2,87 triliun pada 2014. Belanja modal itu akan digunakan untuk menyelesaikan proyek Feni di Pomala. Pihaknya masih mengevaluasi untuk menggunakan obligasi dan pinjaman eksternal untuk membiayan proyek Pomala itu.

PT Aneka Tambang Tbk perusahaan tambang milik negara yang menghasilkan bijih nikel dan feronikel, emas, bauksit, dan batu bara. Pada 30 September 2013, pemegang saham perusahaan terdiri dari Pemerintah Indonesia sebesar 65% dan publik sebesar 35%.

Larangan ekspor mineral mulai diberlakukan pada 12 Januari 2014. Hal itu seiring ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 mengenai pertambangan mineral dan batu bara. (Ahm)