Liputan6.com, Jakarta Perhelatan olahraga SEA Games 2017, Kuala Lumpur, Malaysia, akan berakhir. Ajang multievent dua tahunan itu secara resmi bakal ditutup Rabu (30/8/2017) malam.
Hampir dua pekan, sekitar 8 ribu atlet dari 11 negara berjuang membela negaranya untuk meraih prestasi tertinggi. Sebanyak 405 medali emas, 405 perak, dan 529 perunggu, mereka perebutkan dari total 38 cabang.
Baca Juga
Hasilnya, tuan rumah Malaysia dipastikan jadi juara umum SEA Games 2017. Hingga tulisan ini dibuat Malaysia sudah meraih 145 emas, 92 perak dan 86 perunggu
Kontingen Indonesia, yang mengirim 533 atlet, ditambah 170 pelatih, 55 ofisial, dan 122 peserta mandiri, dipastikan hanya menempati urutan kelima klasemen perolehan medali. Tim Merah Putih hanya mengumpulkan 38 emas, 63 perak dan 90 perunggu.
Raihan kontingen Indonesia, yang datang ke Kuala Lumpur dipimpin Chief de Mission Aziz Syamsudin ini, gagal memenuhi target yang dicanangkan sebelum keberangkatan ke SEA Games 2017.
Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) menargetkan total 55 medali emas. Dengan perolehan ini, Indonesia diproyeksikan bisa menduduki urutan keempat, lebih baik daripada prestasi di SEA Games 2015 Singapura, sebagai posisi kelima.
Pada edisi SEA Games ke-28 di Singapura 2015 lalu, Indonesia juga finis di peringkat lima. Kontingen ini mengoleksi 47 emas, 61 perak, dan 74 perunggu.
Advertisement
Minta Maaf
Ketua Satlak Prima, Achmad Sutjipto, menjelaskan target empat besar dan memperbaiki torehan emas dari SEA Games sebelumnya adalah yang paling realistis. Sebab, selain faktor teknis, sisi non teknis juga sangat menentukan.
Namun, kenyataan di lapangan jauh berbeda dengan harapan. Catatan medali Indonesia jauh meleset dari target. Kekecewaan pun muncul dari berbagai kalangan.
Bahkan, ada yang meminta Menpora Imam Nahrawi, yang dianggap paling bertanggungjawab atas prestasi ini, mundur dari jabatannya. Ketua Gerakan Suporter Indonesia (GSI), Imanuel beranggapan Menpora belum mampu menerapkan sistem pembinaan atlet di berbagai cabang olahraga.
Menpora menilai, wajar bila masyarakat menyatakan kekecewaannya. Dia juga meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Wajar kita semua prihatin dengan hasil ini. Dan saya pun harus mohon maaf, saya bertanggung jawab terhadap ini semua dan sudah barang pasti ini akan menjadi evaluasi total kami," kata Imam di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017 lalu.
Rasa ketidakpuasan juga dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK. Wapres kecewa dengan pencapaian Indonesia di SEA Games 2017, Kuala Lumpur, Malaysia. "Terus terang kita kecewalah karena tidak mencapai target yang dicanangkan semula," kata JK di kantornya, Jakarta.
Karena itu, masih kata dia, ini bisa menjadi bahan acuan bagi Indonesia, untuk bertanding pada laga Asian Games 2018, yang notabenenya sebagai tuan rumah.
"Kalau Asian Games, kita masih ada waktu satu tahunlah untuk meningkatkan latihan," kata JK.
Advertisement
Dukungan Pemerintah
Indonesia memang pernah punya tradisi bagus di ajang SEA Games. Setidaknya, Indonesia masih tercatat sebagai negara yang paling banyak menyabet gelar juara umum SEA Games, yakni 10 kali. Capaian ini jauh meninggalkan rival utama Thailand, yang baru tujuh kali.
Pesta olah raga antar negara-negara di wilayah Asia Tenggara ini, digelar sejak 1959. Indonesia mulai terlibat pada SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, dan saat itu langsung juara umum.
Dalam tiga ajang berikutnya (1979, 1981, 1983), Indonesia berturut-turut menjadi nomor satu..
Terakhir, Indonesia jadi juara umum SEA Games pada tahun 2011. Ketika itu, ajang ini digelar di Indonesia, Jakarta dan Palembang.
Kemenpora berjanji akan melakukan evaluasi mengapa para atlit Indonesia gagal mencapai target yang dicanangkan pemerintah. "Kami harus menyikapi hasil SEA Games 2017 dengan serius jika tidak akan berdampak berbahaya untuk Asian Games yang notabenenya sudah dunia dan internasional," kata Sekretaris Menpora Gatot S Dewa Broto.
Disinggung soal perbandingan prestasi olahraga Indonesia di masa lalu, Gatot menyebut faktor dukungan anggaran dari pemerintah. Dan, yang terjadi sekarang, lanjutnya, tidak ada dukungan anggaran yang signifikan.
Gatot mengakui Indonesia dahulu mampu berjaya karena negara-negara tetangga belum menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan pembinaan olah raganya.
"Dahulu peta kekuatan di negara-negara Asia Tenggara itu, dinamikanya tidak setajam sekarang. Sekarang penggunaan sport sains banyak sekali," kata Gatot.
Faktor lainnya adalah pembangunan infrastruktur olah raga, yang menurut Gatot, Indonesia kini jauh tertinggal dibandingkan dengan sejumlah negara di wilayah Asia Tenggara.
Sebagai jalan keluar, menurut Gatot, pemerintah Indonesia harus menambah anggaran untuk membangun olah raga Indonesia. Dia kemudian mencontohkan kebijakan yang ditempuh pemerintah Malaysia dalam memajukan bidang olah raganya.