Liputan6.com, Jakarta Pada 25 Juni 2009, lima tahun lewat satu hari, sang raja musik pop mangkat. Michael Jackson pergi meninggalkan kita terlalu cepat di usia 50 tahun. Gone too soon.
Lima tahun setelah kepergiannya kita masih mengenang Michael sebagai salah satu ikon budaya pop yang tiada bandingannya. Kita seakan tak rela dunia telah kehilangan sosoknya. Sang raja telah tiada, dan kita tak kunjung menemukan penggantinya.
Kenapa bisa demikian?
Advertisement
Mungkin tak banyak yang masih ingat, sesungguhnya memasuki dekade 2000-an, Michael menghadapi momen terpuruk dalam kariernya. Dia bukan lagi Michael Jackson yang melegenda dengan "moonwalk"-nya ataupun bernuansa epik kolosal, citra yang dibangunnya sepanjang 1980-an dan 1990-an.
From Jacko to Wacko
"From Jacko to Wacko"
Memasuki 2000-an, Michael dihadapkan pada masalah pribadi dan masalah hukum yang membuat kariernya nyaris terpuruk dan sosoknya bahkan dilecehkan. Anda mungkin samar-samar masih ingat pada 2002, Michael pernah membahayakan salah satu anaknya, Prince Michael III, yang ketika itu berusia 9 bulan, menggendong sambil bercanda di balkon hotel seolah hendak menjatuhkannya.
Dia kemudian juga terlibat persoalan hukum yang panjang dan melelahkan atas tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap seorang bocah. Kasus hukum ini bergulir dari mulai penyelidikan polisi di tahun 2003 hingga persidangan di tahun 2005 yang memakan waktu enam bulan. Persidangan Michael kala itu bagai arena sirkus media dengan pelantun hit Thriller sebagai pusat tontonan.
Saat itulah reputasi Michael Jackson menyentuh titik terendah. Meski akhirnya ia bebas dari segala tuduhan, nama Michael sebagai penjahat kelamin yang punya orientasi seksual menyimpang tak pernah bisa diperbaiki. Saat itu orang lupa ia adalah pelantun single-single legendaris seperti Beat It, Billy Jean, Bad, Smooth Criminal, Man In The Mirror dan The Way You Make Me Feel. Sebutan Jacko pun diplesetkan jadi Wacko alias si gila.
Advertisement
Tak Tergantikan
Tak Tergantikan
Syahdan, bulan Maret 2009 Michael mengumumkan akan menggelar konser akbar di O2 Arena di London, Inggris. Saat itu Michael tampaknya berniat ingin kembali meneguhkan posisinya di jagad budaya pop. Tapi takdir berkata lain. Maut keburu menjemputnya.
Saat Michael tiada barulah dunia tersadar: kita telah kehilangan seseorang yang dianugerahi bakat bermusik yang tak terperi dan telah meninggalkan warisan karya-karya abadi.
Saat Michael tiada pula, seluruh dunia tersadar, ternyata tak ada lagi yang layak disebut Raja Musik Pop selain dia. Tidak Prince. Tidak Celine Dion. Tidak Mariah Carey. Atau bahkan tidak pula Madonna.
Apalagi ketika kita menengok nama-nama populer di dunia musik hari ini: Lady Gaga, Justin Bieber, Beyonce dan Jay Z, Rihanna, atau Justin Timberlake. Tidak satupun di antara mereka rasanya bakal kita sebut raja atau ratu baru dunia musik pop.
Michael, hingga kini, setelah lima tahun kau pergi, kami tak kunjung juga menemukan penggantimu.
We miss you, Michael.*** (Ade/Mer)