Sukses

The Giver, Ketika Masa Lalu Begitu Berharga

The Giver adalah salah satu contoh film adaptasi novel yang tidak segan-segan mengubah sebagian isinya agar lebih mudah dinikmati.

Liputan6.com, Los Angeles, Amerika Serikat Ketika sebuah novel diadaptasi menjadi tayangan layar lebar, banyak hal yang bisa dijadikan pertimbangan untuk mengukur keberhasilan film tersebut dari segi kualitas. Salah satunya adalah seberapa jauh ceritanya akan berubah.

Nah, ngomong-ngomong soal perubahan, film The Giver garapan sutradara Phillip Noyce adalah salah satu contoh film adaptasi yang tidak segan-segan mengubah sebagian isinya agar lebih mudah dinikmati oleh para penonton yang mungkin belum pernah membaca bukunya.

-

Lalu, apa itu berarti buruk? Mari kita simak sinopsisnya terlebih dahulu

Dikisahkan, di sebuah masa di mana bumi telah mengalami banyak bencana, terdapat sebuah komunitas baru yang begitu mengunggulkan unsur perdamaian serta efisiensi di  dalam  tubuh mereka. 

Di tempat yang mirip kerajaan tersebut, tak ada lagi yang namanya mahkluk superior, semuanya dilahirkan secara acak (tanpa seks) dan diarahkan kepada satu tujuan yakni pelayanan kepada komunitas itu sendiri. Tak heran, bagi Jonas (Brenton Thwaites),  Fiona (Odeya Rush),  dan Asher (Cameron Monaghan), kelulusan adalah hal yang sangat mendebarkan.

Pasalnya, dari situ mereka akan diberi pekerjaan baru yang harus digeluti hingga memasuki masa pelepasan atau yang sering kita sebut dengan kata pensiun.

-

Memasuki hari kelulusan, Fiona mendapat jabatan sebagai perawat yang didapat dari kemampuannya dalam mengurus bayi. Sementara Asher, kebagian pekerjaan sebagai pilot pesawat tempur yang memungkinkannya untuk terbang setiap hari  mengelilingi  wilayah tandus di samping lokasi komunitas mereka.

Yang kasihan, justru Jonas, ia mendapat jabatan sebagai The Receiver yang mengharuskannya untuk menerima memori-memori dari masa lalu yang terkadang sangat menyakitkan. Tapi siapa sangka, dari kehidupan barunya tersebut, Jonas berhasil menemukan  rahasia besar  yang selama ini ditutupi komunitas tersebut. Termasuk sifat dasar manusia yang meliputi amarah,  kegembiraan,  serta  cinta.

Lantas, apa yang akan dilakukan Jonas dengan rahasia besar itu?

The Giver

Seperti diketahui, sejak dirilis pertama kali di Amerika Serikat pada  11  Agustus  2014  lalu, beberapa kritikus film langsung memberikan penilaian yang cukup tajam terhadap film adaptasi novel Lois Lowry ini. Salah satunya adalah kritikus The Chicago Sun-Times, Richard Roeper yang menyebut film ini tersesat dalam proses penerjemahan.

Beruntung, walaupun terasa begitu berbeda dengan versi novelnya, Roeper tetap merasa arah  yang dibawa The Giver sudah terasa benar. Hal itu dibuktikan Roeper dengan nilai C yang dihadiahkannya terhadap film ini.

The Giver

Nah, apa yang salah dengan film ini?

Sebenarnya, kalau boleh jujur, film The Giver tak kalah dengan film-film adaptasi young adults lainnya di tahun ini seperti The Fault in Our Stars, The Maze Runner hingga The Hunger Games sekalipun.

Bahkan, meskipun terdapat banyak plot hole yang cukup mengganggu di pertengahan film, alur cerita yang disajikan tetap mampu membuat kita betah duduk di kursi sembari menebak-nebak  apa yang akan terjadi selanjutnya. Sayangnya, walaupun sangat dibantu dengan  kehadiran  Jeff  Bridges dan Meryl Streep, tingkat kedalaman cerita yang kurang digali sedikit membuat film ini terasa kurang bumbu.

Apalagi, kalau dilihat dari sudut pandang pembaca buku, The Giver sudah terlanjur nekat meninggalkan beberapa pakem yang ada di versi bukunya. Untungnya, dengan gaya bercerita yang tidak dibuat bertele-tele, apa yang berusaha disuguhkan Phillip Noyce tidak lantas jadi sia-sia  atau membosankan seperti akting Katie Holmes di film ini.

Kesimpulannya, walaupun tak terlalu mewakili apa yang ingin disampaikan  oleh  bukunya, The Giver (seharusnya) tetap sukses menjadi tontonan yang menyenangkan di akhir pekan.(Feb/Rul)

Video Terkini