Liputan6.com, Jakarta PERINGATAN SPOILER: Karena artikel ini membincangkan ending atau akhir film, jangan baca bila belum nonton Annabelle.
Sudah nonton `Annabelle`? Perdebatan utama setelah nonton `Annabelle` adalah apa filmnya lebih seram dari The Conjuring atau tidak.
Ada yang bilang lebih seram, ada juga yang berpendapat film Annabelle cuma bikin kaget alih-alih ketakutan. Tapi, artikel ini tidak akan membincangkan `Annabelle` seram atau tidak. Sebab, apa yang bikin ketakutan berbeda pada setiap orang.
Advertisement
Jadi, mari membincangkan ending filmnya saja. `Annabelle`Â berkisah tentang boneka bernama Annabelle yang seolah
kerasukan roh jahat. Awalnya, terjadi pembunuhan oleh sepasang pria dan wanita di sebelah rumah yang ditinggali
pasangan suami-istri John Form (Ward Horton) dan Mia (Annabelle Wallis). Pembunuhan itu terkait dengan sekte pemuja setan.
Pasangan pembunuh itu kemudian pindah ke rumah John dan Mia. Hampir saja Mia jadi korban. Mereka ingin mengambil boneka Anabelle milik Mia. Tapi upaya pasangan pembunuh itu gagal. Polisi keburu datang.
Darah si pembunuh sempat membasahi mata boneka Annabelle. Dari situ teror sesungguhnya dimulai. Boneka Annabelle menghantui kehidupan Mia. Bahkan, walau sudah pindah rumah ke apartemen, boneka Annabelle tetap meneror.
`Ending` Film Horor Indonesia 1980-an
Syahdan, Mia dan John meminta bantuan seorang pastor. Sampai bagian ini, saya teringat dengan film horor Indonesia
di tahun akhir 1970-an dan 1980-an. Ketika itu, sosok ustad, kyai, atau pemuka agama dimunculkan sebagai lawan bagi
hatu atau arwah penasaran yang gentayangan mengganggu.
Konon, kemunculan sosok pemuka agama ini awalnya himbauan dari penguasa saat itu. Pemerintah Orde Baru Soeharto kurang berkenan bila film horor hanya semata menjual keseraman dan bikin penonton ketakutan. Pemerintah menghimbau, di negara Pancasila, setan di film pun harus tunduk pada sila pertama "Ketuhanan yang Maha Esa."
Teori Order-Disorder-Order
Teori sinema juga mengenal istilah "order-disorder-order." Di awal film, penonton dikenalkan pada kondisi order, tenang,
teratur dan bahagia. Kita melihat John dan Mia sebagai pasangan bahagia yang tengah menanti kelahiran anak pertama.
Situasi "disorder" alias ketidaktertiban kemudian terjadi. Tetangga rumah mereka dibunuh, rumah mereka disatroni
pembunuh, serta boneka Annabelle menghantui.
Situasi "disorder" itu harus dipulihkan. Di film horor Indonesia tahun 1980-an ketidaktertiban dipulihkan oleh pemuka agama.
`Annabelle` semula saya kira hendak mengambil jalan itu. Tapi rupanya tidak. Jalan yang diambil ending `Annabelle` justru sedikit problematis.
Ada Apa dengan `Ending` Film `Annabelle`?
Yang menonton tentu paham, setan jahat yang merasuki boneka Annabelle menginginkan jiwa untuk dikorbankan. Ia
takkan berhenti menghantui sampai tujuannya tercapai. Yang semula diinginkan setan adalah anak Mia yang masih bayi. Namun, Mia kemudian rela berkorban menggantikan bayinya. Pada akhirnya, seorang penjual toko buku antik, yang sebelumnya pernah kehilangan anaknya, bersedia menggantikan Mia dan anaknya. Ia terjun bunuh diri dari jendela apartemen. Dari situ "order" kemudian dipulihkan.
Melihat keadaan seperti itu di akhir film, saya malah berpikir, memang sih tokoh kita tak jadi kehilangan bayinya ataupun nyawanya terenggut, tapi pihak yang jahat pun menjadi menang karena ada jiwa yang telah bersedia menyerahkan nyawanya.
Ending macam begitu tentu takkan dibolehkan di film horor Indonesia tahun 1980-an. Beda dengan di Hollywood. Di sana, pemuka agama bisa dikesampingkan sekehendak hati sineasnya.
Kita tahu boneka Annabelle menjadi bagian dari film berikutnya, `The Conjuring`. Membuat kekuatan jahat dari boneka hancur di film `Annabelle` akan membuat tidak sinkron dengan `The Conjuring` yang sudah edar duluan. Selain itu, sineasnya juga berkepentingan bila ingin `Annabelle` menjadi franchise, jangan sampai kisahnya ditamatkan dahulu.(Ade/Mer)
Advertisement