Sukses

Topan-Leysus Berlebaran Tanpa Orangtua

KELUAR dari grup Ketoprak Humor Samiaji, tak membuat karier pelawak kakak beradik Topan (44) dan Leysus (36) surut. Selain sering memperkuat "Gelatak Gelitik Campur Sari" di TVRI, yang paling <i>gres</i> duet pelawak kompak ini tampil dalam paket "Komedi Toples" yang ditayangkan di satu stasiun televisi swasta. Sebab itulah, guyonan tak pernah lepas dari kehidupan mereka. Buktinya, acara sungkeman di Hari Idul Fitri dilakukan penuh canda. "Kok aku jadi nangis, sih,"...

KELUAR dari grup Ketoprak Humor Samiaji, tak membuat karier pelawak kakak beradik Topan (44) dan Leysus (36) surut. Selain sering memperkuat "Gelatak Gelitik Campur Sari" di TVRI, yang paling gres duet pelawak kompak ini tampil dalam paket "Komedi Toples" yang ditayangkan di satu stasiun televisi swasta. Sebab itulah, guyonan tak pernah lepas dari kehidupan mereka. Buktinya, acara sungkeman di Hari Idul Fitri dilakukan penuh canda. "Kok aku jadi nangis, sih," kata Topan selepas bersalaman dengan adiknya. Topan-Leysus akhirnya mengaku sedih setiap merayakan Hari Raya. Soalnya, kedua orangtua mereka sudah meninggal dunia. Buat Leysus, Topan sebagai pengganti ayah ibunya. "Kecuali di panggung, dia (Topan) adalah orang tua saya," kata suami Ririn Warini itu. Banyak kenangan manis yang sulit dilupakan saat merayakan Lebaran bersama keluarga di masa kecil. Topan misalnya, lanjut Leysus, pernah dimarahin tetangga lantaran membawa makanan di dalam kantong bajunya. "Topan selalu minta dijahitkan ibu kantong besar di bajunya," tutur Leysus, mengenang masa silam. Lain orang, lain pula kisahnya. Mandra punya pengalaman tak terlupakan. Dia pernah terkena petasan saat bermain lodong pada malam takbiran. Kala itu, ia bersama kawan-kawannya hendak menyalakan lodong. Mendadak, dari arah belakang terdengar bunyi ledakan. "Gue kaget dan baju katun yang dipake bolong," kata Mandra, tertawa kecil. Tapi itu 27 tahun silam. Kini, pria berambut panjang ini malah sibuk menyiapkan kue Lebaran khas Betawi. Ada dodol ketan, geplak, dan kue kembang goyang. Makanan tersebut untuk hantaran saat bersilahturahmi dengan orang tua dan sanak saudara. "Nggak jauh. Muter-muter di sini aja," ungkap Mandra. Mandra juga mengumpulkan anak-anak yatim untuk diberi uang Lebaran ala kadarnya. Lantas setelah acara sungkeman, ia bersama Keluarga Lenong Betawi berkumpul dan pergi ke rumah Haji Bokir. Namun, Lebaran kali ini "ritual" demikian tak bisa dilakukan karena Bokir sudah meninggal dunia. "Biasanya ibarat ayam, kita semua digiring ke rumah beliau (Bokir)," ucap Mandra, termenung.