KESIBUKAN tampak di rumah Saras Dewi. Maklumlah, Rabu (2/4), Saras yang pemeluk agama Hindu hendak merayakan Hari Nyepi menyambut Tahun Baru Saka 1925. Penyanyi pendatang baru ini, telaten menyiapkan canang sari berupa empat jenis bunga dan air suci. Canang itu sebagai persembahan kepada Sang Hyang Widi Wasa. Sedangkan sesajen untuk Buta Kala--dewa angkara murka--dibuat dari nasi yang diberi warna, bunga, dan arak. Persiapan upacara dilakukan sejak petang hari. Soalnya, ketika hari Nyepi, aktivitas kehidupan berhenti dan setiap umat Hindu wajib berpuasa sehari penuh.
Bagi Saras, merayakan Nyepi di Bali terasa berbeda dengan Jakarta. "Suasana lebih khusyuk di sana," kata Saras yang berbalut kebaya putih dipadu kain biru. Tapi Saras mengaku tetap bisa berdoa dan "menyepi", meski lampu rumah tetangganya terang menderang. Menurut mahasiswi Universitas Indonesia jurusan Filsafat ini, Nyepi berarti mengkonsentrasikan perbuatan dan sikap serta introspeksi diri. "Menjelang malam, Ayah biasanya menceritakan epos Hindu, seperti Ramayana," lanjut pelantun "Lembayung Bali" ini.
Makna Nyepi bagi Saras Dewi
KESIBUKAN tampak di rumah Saras Dewi. Maklumlah, Rabu (2/4), Saras yang pemeluk agama Hindu hendak merayakan Hari Nyepi menyambut Tahun Baru Saka 1925. Penyanyi pendatang baru ini, telaten menyiapkan <i>canang sari</i> berupa empat jenis bunga dan air suci. Canang itu sebagai persembahan kepada <i>Sang Hyang Widi Wasa</i>. Sedangkan sesajen untuk <i>Buta Kala</i>--dewa angkara murka--dibuat dari nasi yang diberi warna, bunga, dan arak. Persiapan upacara dilakukan sejak petang hari. Soalnya, keti...
Advertisement
Produksi Liputan6.com
powered by
Kredit