Liputan6.com, Jakarta Kabar gembira itu datang bak petir di siang bolong: Ray Sahetapy, aktor kawakan kita, ikut membintangi film akbar Hollywood, Captain America 3.
Captain America 3 berjudul resmi Captain America III: Civil War. Kepada wartawan yang menghubunginya lewat pesan singkat, Sabtu (25/4/2015), Ray Sahetapy mengatakan sedang di Atlanta, AS. Senin (27/4/2015) dan Selasa (28/4/2015) mulai syuting, katanya.
Advertisement
Mantan suami Dewi Yull itu tak membocorkan peran apa yang ia dapat di film yang jadi bagian jagat sinema Marvel (Marvel Cinematic Universe) itu. Ia berjanji akhir bulan ini, saat kembali ke Tanah Air, bakal bicara soal perannya.
Sambil menunggu kepulangan Ray Sahetapy, menarik menelisik kenapa ia yang terpilih ikut main film besar dari Marvel Studio itu.
Bagi kita di Indonesia, Ray Sahetapy jelas bukan pilihan yang salah. Ia sudah membintangi lebih dari 70 film layar lebar dan sudah berkarier sebagai aktor sejak 1980 lewat film Gadis.
Biografi singkatnya di laman filmindonesia.or.id menyebut Ray Sahetapy sudah tujuh kali dapat unggulan piala Citra FFI, sebagai pertanda ia bukan aktor sembarangan. Ray juga orang teater dan dekat dengan maestro film dan teater Teguh Karya.
Film yang dibintangi Ray merentang berbagai genre dari drama, komedi hingga horor. Dari yang bermutu dan jadi kanon perfilman kita macam Secangkir Kopi Pahit dan Noesa Penida, hingga horor murahan macam Terowongan Casablanca dan Eyang Kubur.
Ray juga seorang aktivis politik dan pernah bercita-cita jadi presiden (cita-cita itu mungkin belum dibenamnya hingga kini). Ia terkenal dengan jargonnya, "Salam Nusantara."
Namun, apa Hollywood tahu semua prestasi Ray Sahetapy di atas?
Berkat The Raid
Hm, rasanya sih tidak. Sineas mainstream Hollywood mungkin baru mengenal wajahnya lewat The Raid (2011). Di film itu, Ray Sahetapy berperan sebagai Tama, gembong penjahat yang markasnya diserbu polisi.
Kritikus film Hollywood terkesan dengan akting Tama. Sebuah situs yang jadi panutan film buff, Aintitcool, saat mengulas The Raid menyebut Ray sebagai "Benicio del Toro-nya Indonesia."
Ini artinya dalam penglihatan pengamat film di Hollywood, pria asal Donggala, Sulawesi Tengah itu seorang aktor watak yang piawai berakting jadi penjahat. Wajahnya memang sedikit mirip Benicio del Toro.
Berbeda dengan kita di Indonesia yang kerap menyamakan Ray Sahetapy dengan Al Pacino atau Robert de Niro sebagai sesama aktor watak kawakan.
Meski membandingkan dengan berbeda, baik kita di Indonesia maupun di Hollywood mengakui kalau Ray adalah aktor jempolan.
Jalan Ray ke Hollywood hanya lewat satu film: The Raid. Beredar di AS, film itu masuk ke ranah mainstream penikmat film negeri Paman Sam. Dari situ otomatis bintang-bintangnya ikut terangkat.
Ray Sahetapy adalah alumni The Raid paling akhir yang berkiprah di Hollywood pasca Joe Taslim (Fast and Furious 6) dan Iko Uwais (Man of Taichi). (Sutradara The Raid, Gareth Evans kini juga sedang menyutradarai film Hollywood pertamanya.)
Dengan demikian, ramuan agar bisa berkiprah di Hollywood sebetulnya sederhana: main film bagus yang mampu mencuri perhatian publik Hollywood. Cuma, tentu saja, tidak mudah bagi sebuah film luar negeri menembus Hollywood. Syarat utamanya, film tersebut harus punya standar production value yang kualitasnya sama. Itu syarat terberat. The Raid telah berhasil. Film kita lainnya kapan? (Ade/Feb)
Advertisement