Liputan6.com, Jakarta Pertanyaan pertama yang patut diajukan setelah menonton Ant-Man adalah, apa Anda kenal dengan superhero yang ini sebelum menontonnya di bioskop?Â
Lalu, pertanyaan berikutnya adalah, kenapa—meskipun tak familiar dengan sang pahlawan super berjuluk Ant-Man ini—Anda tetap merasa terhibur menontonnya, seolah sudah lama kenal dengan sosoknya?
Baca Juga
Well, di situlah hebatnya Marvel Studio, pengusung film ini ke hadapan kita, khalayak umum.
Advertisement
Mari bicara sebentar tentang Marvel Studio sebelum mengulas Ant-Man. Saat studio film ini memutuskan membuat sendiri film superhero dari karakter-karakter yang mereka miliki, Marvel Studio tak punya hak memfilmkan deretan superhero mereka yang paling terkenal, yakni Spider-Man, X-Men serta Fantastic Four.
Hak memfilmkan Spider-Man dipegang Sony Pictures; X-Men dan Fantastic Four dipegang 20th Century Fox. Dua studio itu untung besar dengan film-film superhero mereka yang aslinya berasal dari komik milik Marvel.
Marvel Studio merilis Iron Man tahun 2008 sebagai awal kelahiran studio ini membuat film sendiri. Kemudian lahir pula film solo Hulk, Captain America, dan Thor. Empat superhero utama milik Marvel Studio ini lalu juga dikumpulkan di dua film Avengers.
Studio yang sejak 2009 dimiliki Disney itu sadar, tak bisa mengandalkan terus pada Iron Man, Hulk, Thor, dan Captain America maupun film Avengers. Ada begitu banyak superhero di jagat Marvel. (Bloomberg Businessweek mencatat saat ini Marvel memiliki 8 ribu karakter.)
Baca juga: REVIEW Avengers: Age of Ultron
Masalahnya, kebanyakan superhero itu tak dikenal masyarakat awam. Kebanyakan orang hanya mengenal superhero macam Batman, Superman, Wonder Woman (ketiganya milik DC Comics, saingan Marvel) atau Spider-Man, Hulk, Thor, dan Captain America. Kecuali penggemar komik sejati, susah mencari orang yang tahu hikayat Ant-Man.
Baca Juga:Â 4 Film Nasional vs Hollywood Pengisi Libur Lebaran
Maka sejatinya, mengangkat kisah solo Ant-Man adalah sebuah langkah penuh risiko. Namun,kenapa toh Marvel Studio berani mengambil langkah tersebut? Dan, yang lebih penting lagi, kenapa mereka berhasil membuat kita terhibur dengan superhero kurang dikenal ini?
Ant-Man bukan yang pertama dari golongan superhero kurang dikenal yang dibuatkan film solonya oleh Marvel Studio. Tahun lalu kita disuguhkan Guardians of the Galaxy.
Seperti Ant-Man, Guardians of the Galaxy semula juga hanya dikenal pecinta berat komik. Sampai Marvel Studio mengangkatnya ke layar lebar, seri ini tak familiar di telinga orang awam. Namun toh filmnya sukses besar. Menjadi terlaris ketiga di Amerika tahun kemarin dan totalnya mengumpulkan USD 774,1 juta dari seluruh dunia.
Baca juga:Â REVIEW Guardians of the Galaxy
Menonton Guardians of the Galaxy dan kemudian Ant-Man, bisa kelihatan kenapa Marvel Studio berhasil mengenalkan superhero kurang dikenal jadi tokoh favorit baru khalayak awam.
Hikayat Muasal Ant-Man
Hikayat Muasal  Ant-Man
Marvel seperti punya kewajiban mengangkat kisah superhero mereka yang kurang dikenal ke ranah arus-utama. Sebab, sejak awal mereka sudah mendesain jagat sinema bagi superhero mereka yang dinamai Marvel Cinematic Universe (MCU) atau jagat sinema Marvel.
MCU mensyaratkan semua karakter Marvel tinggal dalam jagat yang sama. Itu sebabnya di Avengers mereka dipertemukan dalam satu layar. Selain itu, setiap film rilisan Marvel juga punya benang merah yang tersambung antara satu film dengan film yang lain. Agar jagat sinema Marvel makin berwarna, tak melulu diisi superhero yang itu-itu saja, perlu dikenalkan superhero baru.
Dan biasanya, kisah awal-mula kelahiran superhero selalu menarik. Tak terkecuali Ant-Man ini.
Baca juga:Â Mungkinkah Indonesia Membuat Film Superhero Sedahsyat Avengers?
Sekadar bahan pengetahuan, Ant-Man diciptakan Stan Lee bareng Larry Lieber dan Jack Kirby pada awal 1960-an. Ant-Man muncul pertama kali dalam seri komik Tales to Astonish # 27 edisi Januari 1962. Awalnya tokoh ilmuwan Hank Pym yang mencoba hasil eksperimennya sendiri, menyusutkan tubuhnya hingga kecil seukuran semut. Dari situ ceritanya berlanjut dan jadi tokoh superhero berjuluk Ant-Man. Di komik, ia juga bergabung dengan kumpulan superhero Marvel, Avengers.
Di kemudian hari, tak hanya Hank Pym yang jadi Ant-Man. Tokoh kedua yang jadi Ant Man adalah Scott Lang, pencuri yang mengenakan kostum Ant-Man yang ia curi untuk menyelamatkan putrinya, Cassie yang tengah sakit. Di komiknya pula, kelak ada tokoh ketiga yang jadi Ant-Man, Eric O’Grady agen rendahan organisasi S.H.I.E.L.D..
Versi film yang dirilis Marvel Studio ke bioskop mengawali kisah Ant-Man dengan Scott Lang (dimainkan Paul Rudd) sebagai sang superhero.
Ia diceritakan bekas narapidana yang menjalani hidup susah pasca keluar dari penjara. Scott tak dapat pekerjaan layak. Sementara itu, ia harus menerima kenyataan tak bisa bersama putrinya, Cassie setiap saat lantaran mantan istrinya sudah menikah lagi dan ia tak sanggup membayar biaya hidup bagi sang putri.
Satu-satunya cara memperoleh uang adalah dengan kembali jadi pencuri. Targetnya, ruang brankas di lantai dasar rumah ilmuwan tua, Hank Pym (Michael Douglas). Di brankas itu, Scott menemukan kostum dan helm aneh. Saat ia pakai, seketika tubuhnya menyusut jadi seukuran semut.
Dari situ petualangan si manusia semut dimulai.
Setiap asal-usul kisah superhero yang umum kita kenal selalu dimulai dengan tragedi. Superman dikirim orangtuanya ke Bumi dari planetnya yang nyaris hancur; Batman jadi pemberantas kejahatan setelah melihat orangtuanya dibunuh perampok; Spider-Man trauma atas kematian pamannya.
Scott Lang si manusia semut tak punya trauma macam begitu. Persoalannya lebih personal. Bahkan jauh lebih personal dari kisah asal-usul Thor dan Captain America. Anda mungkin masih ingat, Thor berawal dari persaingan kakak-beradik dalam dunia dewa-dewi demi tahta kerajaan, sedangkan Captain America awalnya adalah pria kurus yang jadi kelinci percobaan program tentara super Amerika demi melawan Nazi di Perang Dunia II.
Baca juga:Â 10 Fakta yang Bikin Avengers: Age of Ultron Semakin Keren
Sekali lagi, Scott Lang hanya mendambakan punya uang banyak agar bisa bersama putrinya. Dalam salah satu aksi pencurian, ia ditakdirkan jadi pemakai kostum Ant-Man.
Bagi yang mendambakan kisah asal-usul yang spektakuler, awal mula cerita Ant-Man tampak terlalu biasa. Namun di lain pihak, kisah hubungan ayah-anak yang tampaknya jadi tema utama film ini terasa lebih mengena.
Di Ant-Man, kita tak hanya bertemu kisah kerinduan Scott Lang dengan putrinya, namun juga kisah Hank Pym yang melindungi putrinya (Evangeline Lilly) dari bahaya, serta kisah seorang murid, Corey Stoll (Darren Cross) yang menjadi jahat lantaran ingin pengakuan dari sang guru, Hank Pym.
Lewat Ant-Man, yang dikomandoi Payton Reed setelah ditinggal Edgar Wright, Marvel sekali lagi membuktikan mampu menghadirkan superhero yang kurang dikenal jadi jagoan favorit umat.
Adegan laganya mungkin pula tak se-spektakuler Avengers. Namun di satu sisi, mendatangkan senyum tersendiri. Terutama pada bagian duel makhluk sekecil semut yang terlihat mematikan, tapi bila dilihat dari sudut pandang lain tak lebih dari mainan yang jatuh.
Di Ant-Man, dunia superhero mikroskopik ternyata sama asyiknya dengan dunia superhero setingkat alam semesta. Tak sabar menyaksikan bagaimana si manusia semut bergabung dengan Avengers kelak.*** (Ade/Feb)
Advertisement