Liputan6.com, Jakarta Belum disahkannya Peraturan Pelaksana (PP) tentang Undang Undang Perfilman no 33 tahun 2009 sedikit banyak meruntuhkan industri film nasional.
Dalam peraturan tersebut, terdapat aturan tata edar terhadap jaringan bioskop di Indonesia, yang menyebutkan film Indonesia harus diberikan 60 persen dari jumlah layar bioskop.
"Tapi yang terjadi kan tidak seperti itu. Sampai sekarang kita nggak pernah tahu laporan jumlah layar film lokal di bioskop," ucap HM Firman Bintang selaku Ketua Umum Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) saat ditemui di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2015).
Advertisement
Saat ini, dikatakan produser BIC Pictures itu, industri perfilman Indonesia seolah berjalan tanpa aturan karena monopoli yang dilakukan pihak tertentu.
Ia mencontohkan, empat film nasional yang tayang di hari Lebaran seperti 'Mencari Hilal', 'Surga Yang Tak Dirindukan', 'Comic 8 : Casino King Part 1' dan 'Lamaran' beredar serentak di berbagai bioskop nasional sejak 15 Juli 2015 lalu.
"Tapi di tanggal 16 Juli, film Ant-Man masuk dan langsung mendapat jatah layar bioskop lebih banyak dari keempat film lokal tadi. Bisa ditebak ending-nya, semua film lokal kita drop, penontonnya pun nggak banyak," keluh dia.
Jika hal tersebut terus dipraktikkan tanpa mendapat pengawasan dan regulasi, Firman memprediksi kerugian para produser film akan semakin besar.
"Bikin film sekarang mahal, tapi yang nonton sedikit karena jumlah layarnya nggak seimbang dengan film impor. Apa nggak mematikan film lokal itu sendiri," tutupnya. (Gie/Ade)