Liputan6.com, Jakarta Satu lagi peristiwa nyata diangkat ke layar lebar. The Finest Hours, film terbaru yang disutradarai oleh Craig Gillespie, adalah adaptasi dari peristiwa penyelamatan awak kapal SS Pendleton di tahun 1952.
Karakter dalam film ini, berangkat dari tokoh-tokoh asli yang benar-benar terlibat dengan upaya penyelamatan tersebut. Chris Pine misalnya, memerankan Bernie Webber, anggota patroli laut yang memimpin misi ini. Begitu pula karakter Ray Sybert (Casey Affleck), Miriam Webber (Holliday Grainger), Andy Fitzgerald (Kyle Gallner), dan lainnya.
Baca Juga
Pertanyaannya, sejauh mana cerita dalam film ini sesuai dengan kenyataan aslinya? Mengingat The Finest Hours bukan film dokumenter, jangan heran bila sebagian fakta sejarah sedikit dibengkokkan untuk menambah sisi dramatis cerita. Namun, dilansir dari Time, Selasa (2/2/2016), ternyata film ini relatif setia dengan kisah aslinya.
Advertisement
Bila Anda penasaran, dan tak keberatan membaca sejumlah spoiler film ini, berikut pemisahan antara fakta dan fiksi dalam The Finest Hours.
Fakta: Kapal SS Pendleton Terbelah karena Tak Mampu Menahan Amukan Badai
Fakta: Kapal SS Pendleton Terbelah karena Tak Mampu Menahan Amukan Badai
Satu tahun sebelum malapetaka ini terjadi, kapal tanker ini telah mengalami keretakan pada tubuhnya. Meski perbaikan yang dilakukan tak sempurna, kapal ini tetap mendapat cap laik jalan pada Januari 1952, kurang dari satu bulan sebelum terjadinya kecelakaan tersebut.
Seperti dalam film, pada saat kecelakaan, kru yang berada di bagian ekor kapal tak menyadari kapal telah terbelah menjadi dua. Baru setelah awak kapal bernama Chris Bridges diminta naik menemui kapten di anjungan kapal, ia menyadari bahwa kapal terputus hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
Sang kapten, John J. Fitzgerald beserta tujuh kelasi yang berada di bagian anjungan dan geladak, tenggelam ditelan badai bersama separuh bagian kapal. Kepala bagian mesin Raymond L. Sybert, yang dimainkan oleh Casey Affleck, diangkat menjadi kapten dari separuh kapal yang tersisa.
Advertisement
Fakta: Bernie Webber Mendapat Tiga Relawan Tak Berpengalaman dalam Misinya
Fakta: Bernie Webber Mendapat Tiga Relawan Tak Berpengalaman dalam Misinya
Peristiwa perekrutan anggota, juga sesuai dengan kisah aslinya. Termasuk saat sahabat Bernie Webber, Mel Gouthro (Beau Knapp), mencoba ikut menjadi relawan namun ditolak karena sedang sakit.
Richard Livesey yang diperankan Ben Foster dan Andrew Fitzgerald yang dimainkan oleh Kyle Gallner, menjadi yang pertama bersedia menjadi relawan. Ervin Maske (John Magaro), menyusul masuk dalam tim kecil ini.
Keempat pria ini belum pernah berlatih bersama sebagai satu tim. Dan Bernie Webber, yang kala itu berusia 24 tahun, adalah anggota tertua sekaligus yang paling berpengalaman dalam tim ini.
Fiksi: Bernie Webber dan Miriam Penttinen Akan Segera Menikah
Fiksi: Bernie Webber dan Miriam Penttinen Akan Segera Menikah
Saat kejadian, Bernie Webber dan Miriam Penttinen sebenarnya telah menikah selama sekitar 1,5 tahun. Sebagian besar kisah Miriam dalam film ini pun, adalah rekayasa para penulis skenario belaka. Pasalnya, saat peristiwa ini terjadi, Miriam tengah tergolek di tempat tidur karena flu yang dideritanya.
Namun setidaknya, sejumlah fakta tentang Tuan dan Nyonya Webber masih ditampilkan sesuai kenyataan. Miriam Pentinen, misalnya, memang berprofesi sebagai operator telepon. Masa pacaran mereka pun, ditampilkan mendekati aslinya.
Advertisement
Fakta: Tim dari Stasiun Chatham Harus Menyelamatkan Kapal SS Pendleton Sendirian
Fakta: Tim dari Stasiun Chatham Harus Menyelamatkan Kapal SS Pendleton Sendirian
Dalam peristiwa kecelakaan kapal ini, memang ada tiga stasiun patroli yang lokasinya berdekatan. Yakni Stasiun Patroli Laut Chatham, tempat Bernie Webber dan kawan-kawan ngantor, serta Stasiun Boston dan Nantucket.
Operasi penyelamatan awak kapal Pendleton digambarkan sangat dramatis karena patroli laut dari Chatham harus berusaha sendirian tanpa bantuan dua stasiun lainnya. Ini, sesuai dengan kenyataan di tahun 1952. Saat itu, pasukan patroli laut dari dua stasiun lain sedang menyelamatkan awak kapal lain, Fort Mercer.
Fort Mercer adalah kapal tanker yang patah menjadi dua dalam waktu hampir bersamaan dengan Pendleton. Sebuah kebetulan yang cukup mengerikan.
Fakta: Gosong Laut, Bagian Paling Berbahaya dalam Misi Penyelamatan
Fakta: Gosong Laut, Bagian Paling Berbahaya dalam Misi Penyelamatan
Michael J. Tougias dan Casey Sherman, penulis buku The Finest Hours: The True Story of the U.S. Coast Guard's Most Daring Sea Rescue yang menjadi dasar film ini, menjabarkan bahaya gosong laut.
Gosong laut adalah bagian dangkal laut yang terus berubah mengikuti arus laut. Hal ini, dapat menghancurkan kapal kecil dalam hitungan detik pada kondisi cuaca normal.
Teluk Cape Cod yang merupakan lokasi kejadian peristiwa ini, bahkan mendapat julukan ‘kuburan Atlantik’. Pasalnya, tak kurang dari 3 ribu kapal tenggelam di tempat ini selama beberapa abad belakangan.
Advertisement
Hampir Seluruhnya fakta: Misi Penyelamatan SS Pendleton
Hampir Seluruhnya Fakta: Misi Penyelamatan SS Pendleton
Hampir seluruh proses penyelamatan SS Pendleton setia dengan aslinya. Satu hal yang berbeda, adalah lagu yang dinyanyikan para anggota penyelamatan untuk membangkitkan semangat mereka. Bila dalam film mereka menyanyikan lagu pelaut “Haul Away Joe”, di peristiwa nyata mereka melantunkan “Rock of Ages” yang lebih bernuansa religi.
Kejadian mereka kehilangan kompas dan pelindung angin pada kapal pun benar-benar terjadi. Meski kedengaran dibuat-buat dan terlalu kebetulan, tim penyelamat juga berhasil menemukan setengah kapal Pendleton tanpa perangkat navigasi.
Tim penyelamat menyadari bahwa kapal kecil mereka tak mampu menampung 32 awak kapal SS Peddleton. Namun, mereka setuju untuk menghadapi nasib apa pun secara bersama. Seperti yang disampaikan dalam film, “we would all live, or we would all die”. Hidup atau mati, akan mereka jalani bersama.